Para pekerja di Yande Batok saat mengolah buah kelapa menjadi bahan kerajinan. (BP/gik)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Buah kelapa ternyata bisa diolah menjadi aneka bentuk kerajinan. Lewat tangan-tangan kreatif warga Desa Negari, Kecamatan Banjarangkan, buah kelapa diolah menjadi berbagai berbagai bentuk souvenir. Hasil kerajinan ini cukup diminati, bahkan sampai ekspor ke sejumlah negara. Tetapi, belakangan amat sulit memenuhi bahan baku.

Salah satu sentra mengrajin batok kelapa, adalah di Yande Batok, di Banjar Dinas Sari Merta Desa Negari. Di lantai rumah milik pengusahanya, Gede Suryawan, ada sebanyak 15 karyawannya yang bekerja mengolah buah kelapa ini. Setiap hari, ada sedikitnya seribu butir buah kelapa di olah menjadi berbagai bentuk souvenir unik.

Namun, prosesnya tidak mudah. Pertama, buah kepalanya harus yang benar-benar tua. Kemudian kulitnya dikupas, isinya dikeluarkan, baru dihaluskan dan dibentuk sesuai bentuk kerajinan yang diinginkan. Misalnya dalam bentuk mangkok, gayung, hiasan meja, boneka, tempat lilin, dan berbagai bentuk benda seni lainnya, sesuai permintaan pasar artshop kepada tempat ini sebagai lokasi produksi.

Baca juga:  Dekranasda, Fasilitasi Perajin Gianyar Pameran di Batam ITT EXPO 2017

“Disini kita harus peka, melihat minat pasar. Sehingga, bentuk kerajinan kita pun menyesuaikan,” kata pemilik usaha Yande Batok, Gede Suryawan, saat ditemui di tempat usahanya, Rabu (27/11) lalu.

Saat ini pihaknya mengakui respons pasar terhadap hasil kerajinannya memang lesu. Sebab, saat ini kunjungan wisatawan periode akhir tahun ini juga lesu. Biasanya dia mengatakan permintaan tinggi saat high season kunjungan wisata dari Juni sampai Oktober. Hasil produksinya menyasar Artshop seluruh Bali.

Ditanya soal kendala, Suryawan mengakui bukan pada sepinya respons pasar. Tetapi, bahan baku kelapa itu sendiri. Sebab, bahan baku kelapa harganya terus berfluktuasi. Kadang murah, standar hingga melonjak. Pada harga standar, dia lega, karena kelapa bisa didapat seharga Rp 3.000 sampai 4.000 per butir. Tetapi, saat harga melonjak, harga kelapa bisa mencapai Rp 9.000 per butir. “Pada saat harga kelapa naik ini, saya sempat mencari bahan baku hingga ke Sulawesi. Soalnya, waktu harga kelapa di Bali sudah mahal, langka lagi. Karena waktu sampai nyari ke pelosok desa seperti di Rendang dan Pidpid (Karangasem), sudah sama sekali tidak ada,” kata Suryawan.

Baca juga:  Kasus Positif dan Sembuh Dari Covid-19 Bertambah

Pada saat harga kelapa naik inilah, dia dan karyawannya akhirnya terinspirasi untuk mengolah bagian isi kelapanya menjadi minyak goreng dan saur. Bahkan, sempat berkembang hingga membuat nata de coco dan sagon. “Syukur sekarang harga buah kelapa sudah normal lagi. Sehingga saya juga bisa berproduksi secara normal lagi,” katanya.

Kelangkaan bahan baku ini pula yang membuat sejumlah usaha serupa di Klungkung akhirnya gulung tikar. Saat ini, hanya bertahan terus berproduksi di bidang usaha ini hanya Yande Batok. Sebab, Suryawan sendiri sudah terbiasa dengan pasang surut usaha ini yang sudah dilakoni sejak tahun 1996 dan mulai formal sejak tahun 2008.

Baca juga:  Kerajinan UMKM Diminta Miliki Karakteristik Khas Daerah

Menurutnya dorongan pemerintah daerah juga cukup besar. Dia mengaku amat terbantu dengan berbagai fasilitasi, baik itu ikut pameran maupun lainnya. Sebab, kerajinan batok kelapa ini sejatinya adalah salah satu identitas khas Klungkung yang masih bertahan sampai sekarang.  (bagiarta/balipost)

 

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *