SINGARAJA, BALIPOST.com – Ngembak Gni sejumlah desa di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, serangkaian hari raya Nyepi, Minggu (18/3), berlangsung sangat unik. Masyarakat nyakan diwang (memasak makanan di luar rumah)

Tradisi mengawali Tahun Baru Caka yang sudah ada turun-temurun ini digelar sebagai media silaturahmi. Menunya dari pisang goreng hingga sate lilit.

Tepat pukul 24.00 Wita, nyipeng berakhir. Suasana desa, salah satunya Kayuputih yang awalnya gelap gulita, langsung berubah. Lampu rumah menyala silih berganti. Penuh warna. Seolah muncul kehidupan baru.

Dari kesunyian, keheningan menjadi kelahiran sebuah keramaian. Warga yang sebelumnya tertidur lelap, beranjak bangun dadi tempat tidur. Menenangkan diri sejenak, langsung bergegas mengambil peralatan masak. Ada pula kayu bakar. Itu dibawa ke pinggir jalan.

Baca juga:  Libur Nataru, Kemenhub akan Keluarkan Aturan Pengetatan Perjalanan

Dinyalakan pada tungku yang dibuat saat pengerupukan. Anak-anak pun tak ingin melewatkan momen tahunan ini. Mereka keluar, layaknya laron mencari sinar. Menyusuri jalan desa beramai-ramai.

Ada yang berpelukan, berbalut canda tawa. Sangat riang, menunjukkan dunia masa kecil. Singgah di rumah kerabat, sekadar bertegur sapa.

Para orang tua pun sibuk. Apinya telah menyala, melahap kayu bakar yang sudah sangat kering. Lalu menempatkan wajan, diisi sedikit minyak. Nasi putih pun diambil. Digoreng dengan  sentuhan bumbu bali. Sangat wangi, memantik rasa lapar.

Baca juga:  BMKG Akan Ukur Kualitas Udara Saat Nyepi

Disela-sela itu, banyak orangtua yang duduk di sekitar tungku. Berdiang, menghilangkan rasa dingin yang menusuk ke tulang. Ini diwarnai dengan obrolan santai. Tentang hari-hari yang telah berlalu.

Di salah satu sudut, juga ada yang mempermanis dengan obrolan politik. Entah itu pemilihan Gubernur Bali maupun kepala daerah. Memberikan prediksi siapa yang akan menang. Hingga membicarakan satu per satu figur yang maju. Cukup hangat meski ada di sebuah desa yang jauh dari perkotaan.

Begitu hidangan siap, semua yang menunggu dipanggil. Dimulailah acara makan bersama. Tak ada yang menolak. Rasa kekeluargaan sangat terasa. Tawa pun tak terlewatkan ditengah keramaian alunan lagu-lagu Bali. Aktivitas ini berlangsung hingga pukul 06.00 Wita.

Baca juga:  Tiga Bulan Lebih Tak Erupsi, Karena Ini Status Gunung Agung Belum Diturunkan

Tokoh masyarakat, I Made Seputra menuturkan tradisi ini sudah ada secara turun-temurun. Tidak diketahui kapan mulai kemunculannya. “Ini sudah jadi tradisi setiap ngembak Gni. Seluruh warga masak diluar,” tuturnya.

Momen ini menjadi ajang silaturahmi antarwarga dan keluarga. Sebuah momen yang semakin jarang dirasakan ditengah semakin padatnya kesibukan. Tradisi ini juga diyakini sebagai simbol melebur dasa mala dalam diri. Berharap kehidupan kedepan lebih baik. “Ini sambil kumpul-kumpul dengan keluarga,” katanya. (Sosiawan/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *