Pedanda
Ida Pedanda Gde Ketut Keniten (alm) bersama istri, Ida Pedanda Istri Anom Keniten. (BP/sos)
SEMARAPURA, BALIPOST.com – Bertepatan dengan purnama sasih kanem, Minggu (3/12), umat Hindu di Bali kehilangan tokoh spiritual asal Griya Jumpung Anyar, Desa Dawan Klod, Kecamatan Dawan, Ida Pedanda Gde Ketut Keniten (80). Pensiunan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Karangasem ini lebar (berpulang) setelah menjalani perawatan di RSUP Sanglah akibat komplikasi.

Semasih hidup, ia dikenal sebagai sosok yang bersahaja. Kepergian untuk selamanya meninggalkan seorang istri dan seorang putra.

Baca juga:  Klungkung Alami Kenaikan Kasus COVID-19 Karena Klaster Nikah, Bupati Suwirta Sarankan Ini Sebelum Acara

Putra almarhum, Ida Bagus Gde Mahendra Darma Putra mengatakan tokoh agama pemrakarsa pembangunan Pura Ghrya Giri Taksu Dwijendra yang berada diatas bantaran Tukad Unda ini lebar sekitar pukul 01.15 Wita di ICU. Sebelum menjalani perawatan di RSUP Sanglah, ia sempat dilarikan ke RSUD Klungkung, Sabtu (2/12) sekitar pukul 23.00 Wita. “Beliau sakit sejak seminggu. Gula darahnya naik. Koplikasi ke jantung. Juga sesak nafas,” ungkapnya.

Jenazahnya langsung disemayamkan di rumah duka. Prosesi upacara selanjutnya dibahas oleh Keluarga bersama murid-muridnya hari ini. “Untuk upacara, besok baru dibahas,” ucapnya Darma Putra.

Baca juga:  Polisi Sita  15,36 Gram netto sabu dan 2 Butir Ekstasi Dari Jaringan Narkoba LP Kerobokan

Selama hidup, suami Ida Pedanda Istri Anom Keniten ini banyak melahirkan buku-buku yang berkaitan dengan agama. Bahkan, jauh sebelumnya, sekitar tahun 1973 pernah menjadi anggota DPRD Klungkung hingga berlanjut sampai dua periode. “Beliau madiksa jadi sulinggih tahun 1997, setelah pensiun jadi Kadis Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1995,” terangnya.

Sosok pedanda yang saat welaka bernama Ida Bagus Tantra ini juga sangat bersahaja dan selalu ikhlas membagi pengetahuan agama kepada umat. Saat sakit, wajahnya tetap terlihat binar. Menjukkan seolah-olah tak ada beban. “Beliau sangat fokus membina nanak (murid-red). Memberian bekal soal sesana menjadi sulinggih. Memegang teguh ajaran leluhur. Menjalankan sesuatu berdasarkan sastra. Tdak terpengaruh oleh zaman yang sifatnya sementara,” ungkap salah satu nanak-nya, Ida Pedanda Gde Karang Putra Keniten dari Griya Satria, Klungkung.(sosiawan/balipost)

Baca juga:  Kadis DLHK Kota Denpasar I Ketut Wisada Berpulang
BAGIKAN