Banten siap dihaturkan saat pelaksanaan Sugihan yang merupakan rangkaian Hari Raya Galungan. (BP/Dok.)

DENPASAR, BALIPOST.com – Hari raya Galungan dan Kuningan merupakan dua perayaan penting bagi umat Hindu di Bali yang jatuh tiap 210 hari sekali. Tahun ini, puncaknya dirayakan dua kali yakni pada April dan November.

Galungan, berdasarkan perhitungan kalender Bali, dirayakan pada wuku Dungulan dan menandai kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan).

Sementara, Kuningan yang jatuh sepuluh hari setelah Galungan, menjadi rangkaian perayaan di mana umat menghaturkan rasa syukur dan doa kepada leluhur yang telah datang ke dunia pada saat Galungan.

Perayaan Galungan dan Kuningan tidak hanya berlangsung satu hari, tetapi melalui serangkaian upacara dan hari-hari suci yang memiliki makna spiritual mendalam. Berikut rangkaian hari suci Galungan dan Kuningan di akhir tahun 2025:

Sugihan Jawa (13 November)

Jatuh 6 hari sebelum Galungan. Hari ini merupakan waktu bagi umat Hindu untuk menyucikan alam semesta dan segala isinya. Umat melakukan upacara pembersihan di tempat suci serta lingkungan sekitar.

Sugihan Bali (14 November)

Dirayakan sehari setelah Sugihan Jawa. Jika Sugihan Jawa membersihkan alam, maka Sugihan Bali berfokus pada penyucian diri sendiri, baik secara lahir maupun batin, agar siap menyambut datangnya Galungan.

Baca juga:  KPU RI Sampaikan LADK Peserta Pemilu 2024, Ini Parpol di Peringkat Teratas

Panyekeban (16 November)

Di hari ini, umat mulai memusatkan pikiran dan mengendalikan hawa nafsu. Aktivitas duniawi mulai dikurangi. Diartikan pula sebagai hari untuk mempersiapkan sarana upacara berupa buah-buahan yang akan dihaturkan saat Galungan.

Penyajaan Galungan (17 November)

Hari berikutnya disebut rahinan Penyajaan. Hari ini digunakan untuk mempersembahkan sesaji kepada leluhur, serta menyiapkan berbagai perlengkapan upacara.

Penampahan Galungan (18 November)

Rahinan yang jatuh sehari sebelum Galungan ini diisi dengan persiapan besar, termasuk pembuatan penjor (hiasan bambu melengkung sebagai simbol kemakmuran) dan penyembelihan hewan untuk yadnya. Di hari inilah kesibukan umat Hindu di Bali dalam mempersiapkan sarana upacara mencapai puncaknya. Secara spiritual, Penampahan berarti mengalahkan sifat-sifat buruk dalam diri seperti amarah, malas, dan iri hati.

Galungan (19 November)

Inilah puncak perayaan di mana keyakinan atas kemenangan dharma dirayakan dengan penuh suka cita. Umat mengenakan pakaian adat, sembahyang di sanggah atau merajan, pura keluarga, pura-pura di desa adat masing-masing, hingga pura kahyangan jagat. Umat menghaturkan banten sebagai tanda syukur atas karunia Tuhan dan kebahagiaan hidup.

Baca juga:  Putra Bali Dipercaya Jabat Danseskoau

Umanis Galungan (20 November)

Sehari setelah Galungan adalah waktu bagi umat Hindu untuk berkumpul dan bersilaturahmi. Umat mengunjungi sanak saudara serta menikmati kebersamaan dan berbagi kebahagiaan.

Pamaridan Guru (22 November)

Merupakan salah satu hari suci dalam rangkaian hari raya Galungan dan Kuningan. Pada hari ini, umat Hindu memanjatkan doa dan permohonan kepada Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud-Nya sebagai Sang Hyang Siwa Guru, agar senantiasa dikaruniai keselamatan dan kesejahteraan hidup.

Ulihan (23 November)

Rahinan Ulihan dipercaya sebagai waktu kembalinya para dewata ke tempat masing-masing di kahyangan setelah turun ke bumi pada saat Galungan. Umat pun mempersembahkan banten sebagai wujud syukur dan ungkapan terima kasih atas berkah yang diterima.

Pamacekan Agung (24 November)

Hari ini dimaknai sebagai waktu yang tepat untuk memantapkan batin, merenungi makna kemenangan spiritual, dan menjaga keseimbangan antara dunia sekala (nyata) dan niskala (tidak nyata).

Baca juga:  Polsek Denbar Police Line Salon Yang Layani Prostitusi

Penampahan Kuningan (28 November)

Sama halnya dengan Penampahan Galungan, secara spiritual, di hari ini umat Hindu berupaya meredam sifat-sifat buruk dalam diri. Sejumlah persiapan upacara untuk Kuningan juga dimatangkan pada Penampahan Kuningan.

Kuningan (29 November)

Hari raya Kuningan jatuh 10 hari setelah Galungan. Umat Hindu percaya bahwa pada hari ini, roh leluhur yang turun pada hari Galungan kembali ke alamnya. Oleh karena itu, upacara dilakukan pada pagi hari sebelum tengah hari, sebagai bentuk penghormatan dan rasa terima kasih atas anugerah yang telah diberikan. Makna filosofis Kuningan adalah sebagai simbol penyucian batin, kemakmuran, dan kesadaran spiritual.

Pegat Uwakan (24 Desember)

Rahinan ini jatuh 35 hari setelah hari raya Galungan. Secara Etimologi, Pegat Uwakan berasal kata “Pegat” yang berarti putus dan “Uwakan” yang berarti sabda/suara. Pegat Uwakan merupakan batas berakhirnya tapa brata Galungan yang dimulai dari Sugihan Jawa. Rahinan Pegat Uwakan ditandai dengan pencabutan penjor. (Sumarthana/balipost)

BAGIKAN