
DENPASAR, BALIPOST.com – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat di Bali menimbulkan pro dan kontra serta diskusi yang cukup tajam di DPRD Provinsi Bali.
Dua kubu fraksi besar yakni Fraksi Gerindra-PSI dan Fraksi PDI Perjuangan, Golkar, Demokrat, dan Nasdem mengemukakan pandangan yang berbeda arah dalam menanggapi raperda tersebut.
Di satu kubu menyikapinya dengan kritis dan hati-hati, di kubu lainnya muncul dukungan penuh dan konstruktif.
Berikut adalah 8 poin-poin perbedaan pandangan fraksi di DPRD Bali soal Raperda Bale Kertha Adhyaksa, disarikan dari pandangan umum fraksi saat pembahasannya, Senin (11/8):
1. Dukungan Terhadap Raperda
Fraksi PSI-Gerindra:
Menyatakan apresiasi atas niat baik dari Raperda ini, namun mengingatkan bahwa niat tidak cukup tanpa eksekusi yang realistis. Mereka lebih menekankan kehati-hatian, mempertanyakan kesiapan regulasi, dan dampaknya terhadap kelembagaan desa adat.
Fraksi PDIP-Golkar-Demokrat-Nasdem:
Memberikan dukungan bulat atas substansi Raperda. Menyebut Bale Kertha Adhyaksa sebagai terobosan strategis, dan menilai lembaga ini penting dalam menyelaraskan hukum adat dan sistem hukum nasional.
2. Kelengkapan Landasan Yuridis dan Naskah Akademik
Fraksi PSI-Gerindra:
Menyoroti ketiadaan Naskah Akademik (NA) dan penjelasan lengkap pasal demi pasal. Mereka menilai ini bisa berpotensi membuat Raperda cacat secara prosedural dan substansi. Bahkan mengusulkan agar pembahasan ditunda sampai naskah akademik tersedia.
Fraksi PDIP-Golkar-Demokrat-Nasdem:
Menyatakan bahwa raperda telah disusun berdasarkan kajian filosofis, yuridis, dan sosiologis, serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mereka percaya prosesnya sudah inklusif dan partisipatif.
3. Pendekatan Terhadap Hukum Adat dan Hukum Positif
Fraksi PSI-Gerindra:
Khawatir Raperda ini bisa menciptakan kerancuan hukum dan konflik norma dengan peraturan daerah yang sudah ada, seperti Perda Desa Adat No. 4 Tahun 2019. Juga menyoroti inkonsistensi terminologi dan potensi overlapping dengan fungsi lembaga seperti Kejaksaan, Polri, dan Pengadilan.
Fraksi PDIP-Golkar-Demokrat-Nasdem:
Melihat hukum adat sebagai “mother of law” yang justru perlu diintegrasikan ke dalam sistem hukum nasional. Raperda ini dianggap sebagai jembatan antara kekakuan hukum positif dan fleksibilitas hukum adat.
4. Posisi Bale Kertha Adhyaksa terhadap Lembaga Desa Adat
Fraksi PSI-Gerindra:
Menyuarakan kekhawatiran bahwa Raperda ini dapat membebani desa adat, yang selama ini sudah dibebani banyak kewenangan dari berbagai produk hukum daerah. Mereka mempertanyakan apakah Bale Kertha akan menjadi duplikasi atau subordinasi terhadap Kerta Desa atau MDA.
Fraksi PDIP-Golkar-Demokrat-Nasdem:
Menegaskan bahwa Bale Kertha Adhyaksa tidak dimaksudkan untuk men-subordinasi lembaga adat, melainkan sebagai mitra yang saling menguatkan dan melengkapi. Sinergi adalah kunci.

5. Penggunaan Istilah “Adhyaksa” dan Potensi Implikasinya
Fraksi PSI-Gerindra:
Meminta agar istilah “Adhyaksa” dikaji ulang karena identik dengan Kejaksaan. Takutnya bila implementasi tidak sesuai ekspektasi, bisa merusak citra Kejaksaan yang sedang mendapat kepercayaan tinggi di bawah pemerintahan Prabowo.
Fraksi PDIP-Golkar-Demokrat-Nasdem:
Tidak mempermasalahkan istilah tersebut. Malah melihat kerja sama antara Kejaksaan dan lembaga adat sebagai bentuk inovasi kelembagaan dalam semangat restoratif.
6. Kesesuaian dengan KUHP Baru
Fraksi PSI-Gerindra:
Menilai dasar hukum yang digunakan dalam Raperda (merujuk pada KUHP baru) masih prematur, karena KUHP baru akan berlaku efektif mulai 2 Januari 2026. Mereka juga mempertanyakan kesiapan peraturan pelaksanaannya yang belum tersedia.
Fraksi PDIP-Golkar-Demokrat-Nasdem:
Tidak mempersoalkan waktu berlakunya KUHP baru. Lebih menekankan bahwa semangat restoratif dan lokalitas hukum adat sudah sesuai arah hukum nasional yang semakin membuka ruang bagi living law.
7. Sistem Dokumentasi dan Pelaporan
Fraksi PSI-Gerindra:
Tidak mengangkat aspek ini secara khusus dalam pandangannya.
Fraksi PDIP-Golkar-Demokrat-Nasdem:
Menyarankan penguatan sistem dokumentasi dan pelaporan yang berbasis digital, untuk mendukung akuntabilitas, transparansi, dan sebagai arsip penyelesaian perkara adat.
8. Rekomendasi Terhadap Masa Depan Bale Kertha Adhyaksa
Fraksi PSI-Gerindra:
Memberikan catatan kritis dan prasyarat sebelum menyetujui, termasuk permintaan penundaan pembahasan jika belum lengkap. Lebih mendorong evaluasi menyeluruh agar tidak tumpang tindih.
Fraksi PDIP-Golkar-Demokrat-Nasdem:
Mendorong penguatan kelembagaan, harmonisasi hukum, penguatan koordinasi, serta kejelasan sanksi adat sebagai bagian dari upaya memperkuat visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali. (Diah Dewi/balipost)