
TABANAN, BALIPOST.com – Festival Jatiluwih kembali digelar untuk keenam kalinya, Sabtu (19/7), dengan nuansa yang kental akan tradisi dan kecintaan terhadap alam.
Suara tebuk lesung atau menabuh lesung sebagai alat tumbuk padi, dan atraksi matekap atau membajak sawah secara tradisional, turut mewarnai kegiatan festival di tengah hamparan sawah berundak.
Manager DTW Jatiluwih, I Ketut Purna, mengatakan festival ini bukan sekadar merayakan budaya, tetapi juga cara hidup masyarakat Jatiluwih yang tumbuh bersama alam.
“Pertumbuhan yang baik itu bukan dengan merusak alam, tapi hidup harmonis dengannya. Itulah yang kami ingin tunjukkan,” ujarnya.
Jatiluwih yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO sejak 2012, dan dinobatkan sebagai Desa Wisata Terbaik Dunia oleh UN Tourism pada 2024, dikenal karena nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan keharmonisan dengan alam.
Dalam festival ini, ditampilkan tarian maskot desa, Fashion Show Costum Carnival Dewi Sri dan Jatayu, serta berbagai kegiatan lain seperti workshop kuliner tradisional, lomba pelajar, pentas seni, dan pameran UMKM. Semua kegiatan melibatkan masyarakat secara langsung.
“Kami ingin budaya tidak hanya dilestarikan, tapi juga jadi kekuatan untuk masa depan. Dan lewat UMKM, masyarakat bisa tumbuh secara ekonomi,” kata Purna.
Ia mengajak semua pihak untuk menjaga semangat kebersamaan. “Kalau kita kompak dan saling dukung, Jatiluwih akan tetap lestari dan makin maju,” tutupnya. (Puspawati/balipost)