Sanggar Seni Pranawa Swaram dari Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, tampil memukau sebagai duta seni Kabupaten Badung, membawakan karya-karya maestro legendaris Wayan Lotring di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali, Minggu (6/7). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Keanggunan tari legong kembali memesona publik di Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47.

Kali ini, giliran Sanggar Seni Pranawa Swaram dari Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, tampil memukau sebagai duta seni Kabupaten Badung, membawakan karya-karya maestro legendaris Wayan Lotring di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali, Minggu (6/7).

Dua tarian legong klasik: Legong Kuntul dan Legong Pelayon, tampil anggun memikat. Penonton dari berbagai usia tampak antusias—ada yang duduk terpaku, bahkan berdiri, demi menyerap pesona legong yang mengalun syahdu dalam iringan gamelan semara pagulingan.

“Kami ingin menyuguhkan esensi kesenian klasik Badung, maka kami bawakan karya maestro kebanggaan, Wayan Lotring,” ujar Koordinator Sanggar, I Gede Eka Adi Saputra, S.Sn., di sela pertunjukan.

Baca juga:  Kasus Tewasnya Prajurit TNI, Anak Anggota DPRD Bali Disangkakan Pasal Berlapis

Sebanyak 25 penabuh dan 6 penari terlibat, sebagian besar adalah generasi muda. Mereka tampil solid membawakan karya penuh karakter. Dibina oleh I Made Murna, I Putu Oka Rudiana, dan I Ketut Andre Aldi Wijaya, sajian mereka mengalir tanpa cela—membuktikan bahwa regenerasi seniman tradisi masih berjalan.

Pertunjukan dibuka dengan Gending Kawitan, karya khas Wayan Lotring, yang dimulai dengan denting kemong sebagai penanda aksen pembuka. Gending ini memadukan nuansa keras kebyar dan kelembutan semara pagulingan, menciptakan gelombang musikal layaknya ombak Pantai Kuta yang menjadi inspirasi garapannya.

Baca juga:  Perkuat Sinergi dan Gotong Royong, TP PKK Provinsi Bali Gelar Pasar Rakyat PKK 2022

Selanjutnya, Legong Kuntul tampil anggun dengan gerak halus khas burung kuntul yang bercengkrama dan terbang dalam formasi indah. Pembina tari, Ni Komang Ayu Dita Lestari, menekankan pelestarian pakem klasik yang anggun dan menawan.

Tari berikutnya, Legong Pelayon, menghadirkan kisah Ni Diah Rangkesari—puteri raja yang sedang bermain riang bersama teman-temannya. Koreografinya kaya gerak, penuh dinamika, dengan agem dan wirama yang lembut mengikuti iringan musik legong yang syahdu.

Sebagai penutup, ditampilkan Tabuh Cingkrem, karya musik tradisi Bali yang menggambarkan kehangatan suasana pertemuan sosial masyarakat Bali. Komposisinya dinamis, ceria, dan membangkitkan rasa kebersamaan yang erat—simbol kekuatan sosial budaya yang terus dijaga.

Baca juga:  Cek Jadwal PKB 12 Juli 2025: Dari Dramatari Inovatif hingga Ngelawang

Penonton terkesima. Tak hanya oleh sajian musikal dan tarian yang apik, tetapi juga oleh semangat pelestarian tradisi yang ditampilkan anak-anak muda Dalung lewat seni klasik Bali. Sanggar yang baru aktif tiga tahun terakhir ini membuktikan bahwa dedikasi dan cinta terhadap warisan budaya tak mengenal usia.

Lewat pentas ini, Pranawa Swaram tidak sekadar menghibur. Mereka menyuarakan semangat pewarisan. Bahwa karya besar maestro seperti Wayan Lotring akan tetap hidup—dihayati, dipelajari, dan diwariskan oleh generasi masa kini.***

BAGIKAN