Made Djirna dan instalasi naga yang dibangun di Kedewatan, Ubud. (BP/Istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Instalasi perahu dan naga dibangun di hamparan hijau Kedewatan, Ubud.

Menurut pembuatnya, Made Djirna, instalasi bertajuk Transient–Continuous (Numpang Lewat–Berkelanjutan) ini merupakan simbol perjalanan manusia yang “hanya numpang lewat”, namun meninggalkan jejak keberlanjutan.

Perahu yang membawa sejumlah gelondongan kayu menjadi simbol perjalanan, transisi, dan kelahiran kembali, juga menggambarkan manusia yang mengusung beban masa lalu.

Di sisi lain, naga yang merupakan makhluk mitologi pelindung alam semesta menjadi penanda kekuatan spiritual untuk menjaga arah ke masa depan.

Sementara bangunan bertingkat berbalut kain Dewata Nawa Sanga melambangkan masa kini Bali yang terus bertransformasi dengan berpijak pada akar tradisi.

Djirna juga menghadirkan instalasi di dalam ruang pamer Gudang Kayu. Karya-karya di luar dan dalam ruang tersebut merupakan refleksi dari buana agung (makrokosmos) dan buana alit (mikrokosmos), yang mencerminkan realitas kosmik Bali bahwa manusia adalah bagian kecil dari semesta, tetapi memiliki kekuatan untuk memengaruhi sekaligus diubah oleh lingkungan sekitarnya.

Baca juga:  Sacred Art of Wayang Wong Griya Penida

Djirna ‘membangun’ perahu dan naga dari bahan-bahan alami seperti kayu, batu, tanah liat, dan serat yang menyimpan jejak alam, sejarah, dan ingatan, sekaligus menjadi penanda hubungan manusia dengan lingkungan tempat ia tumbuh.

Menurut Djirna, manusia selalu numpang lewat dalam suatu ruang dan waktu yang menjadi wadah bertumbuh dan berkembang, baik sebagai individu, keluarga, kelompok, bangsa, maupun warga dunia.

“Betapa penting menjaga harmoni dengan alam, menghormati tradisi, menghadapi tantangan masa depan,” ujar Djirna tentang karyanya, yang juga merupakan pengembangan dari karya ‘Numpang Lewat’.

Baca juga:  Domestic Tourists Visit Decline due to High Airfare

Ia mengajak manusia memahami warisan budaya memiliki kekuatan yang dapat membentuk identitas serta nilai-nilai yang memberikan keberlanjutan dan terkoneksi dengan masa lalu.

Instalasi ini merupakan bagian dari pameran perdana Ubud Art Ground bertema ‘Parallels: Legacies in Flux’, yang diselenggarakan di Batu Kurung Estate, Kedewatan, Ubud.

Kurator Farah Wardani mengatakan pameran yang menampilkan karya 51 seniman ini mengangkat dinamika warisan tradisi dan lahirnya seniman muda kontemporer pascapandemi COVID-19. Seniman-seniman muda tampil sebagai generasi reflektif, tidak hanya mencipta bentuk visual baru, tetapi juga menafsir ulang nilai-nilai tradisi melalui pendekatan kontemporer.

Baca juga:  Patients at Sanglah Hospital Increases Sharply After Holiday

Pameran ini menjadi ruang pertemuan lintas generasi.

Farah secara khusus memilih Djirna, salah satu seniman senior dari Sanggar Dewata Indonesia, sebagai figur sentral dalam pameran ini. Sebab, Djirna bukan hanya representasi kesinambungan nilai-nilai tradisi dalam seni rupa, tetapi juga sosok perekat antar-generasi yang melalui pencapaian dan konsistensinya berhasil menjembatani eksplorasi budaya Bali dengan ekspresi kontemporer.

Pameran ini terbuka untuk umum mulai 12 Juli hingga 10 Agustus 2025. Pameran ini juga menampilkan karya 20 seniman dari Central Academy of Fine arts (CAFA) Beijing yang fokus pada inovasi seni lukis tradisional Tiongkok dalam konteks kontemporer yang dikuratori Profesor Qiu Ting. (kmb/balipost)

BAGIKAN