
DENPASAR, BALIPOST.com – Usia remaja biasanya banyak dihabiskan untuk bermain. Berbeda dengan Putu Amanda Nirwasita, fashion designer termuda yang menampilkan karyanya di Denpasar Fashion Street (DFS) pada Minggu (29/6).
Remaja berusia 15 tahun ini berhasil masuk 6 besar finalis dalam kategori young designer. Karya busana yang ia beri nama Takelawu itu berasal dari kata petak yang berarti putih dan kelawu yang berarti abu-abu.
Pemilihan warna yang pas menurutnya akan menghasilkan busana yang elegan. Selain itu, penggunaan bahan endek khas Bali sesuai tema dikombinasikan dengan kain katun pada bagian lengan dan rok dapat memberi kesan santai dan nyaman.
“Busana ini saya ciptakan awalnya karena hanya ingin membeli kain, lalu saya terinspirasi, kenapa tidak kita membuat karya dari kain itu. Saya pun membuat perpaduan kain endek warna abu-abu dan putih,” ujar desainer termuda itu.
Amanda menuturkan minatnya telah muncul sejak kecil. Orangtuanya yang menyadari hal itu pun mendaftarkannnya pada kelas fashion designer. Kemampuannya terus diasah, termasuk memanfaatkan peluang-peluang lomba, kompetisi dan fashion show sebagai cara memperluas wawasan.
Ia menyadari betul usianya sehingga kesehariannya sebagai anak remaja tak luput dari cara berpakaian menyesuaikan dengan event yang dihadiri, serta yang terpenting adalah sesuai usia.
Ia tak ingin berpakaian yang terlalu dewasa sehingga orang yang melihatnya mengira ia sudah dewasa. “Menurut saya, yang masih SMP ini harus berpakaian yang sesuai, tertutup karena saya ingin menunjukkan kepribadian,” ujarnya.
Dengan minat itu, ia mantap untuk menjadi fashion designer namun tetap mengedepankan aspek kepantasan dalam berbusana, baik sesuai dengan usia, tempat, dan aturan. Selain itu, Bali yang memiliki kain khas seperti songket, dan endek juga akan terus dilestarikan lewat desainnya dengan modifikasi dan kreasi. Tentunya dengan mengikuti perkembangan zaman, mengingat dinamikan fashion sangat cepat.
Mahasiswi semester IV ISI Bali, Ni Made Ariani mengatakan desainnya terinspirasi dari sistem subak di Bali sehingga pakaian yang dibuat bertingkat-tingkat, seperti terasering sawah. Warna-warna yang digunakan juga merupakan warna Tri Hita Karana seperti kuning, merah, dan hijau.
Menurutnya, busana yang dibuat dapat digunakan untuk kasual (sehari-hari), namun juga bisa digunakan untuk acara formal. Sementara bahannya sendiri ia menggunakan perpaduan songket dan katun sehingga tetap nyaman digunakan. Rok bagian bawah menggunakan bahan sifon. (Citta Maya/balipost)