
JAKARTA, BALIPOST.com – Peserta retret gelombang II ssebanyak 86 kepala daerah akan naik kereta cepat, Whoosh, berangkat ke Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Minggu (22/6).
Hal ini disampaikan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto.
“Besok sesuai rencana, peserta diminta pagi-pagi pukul 08.00 WIB sudah hadir di kantor pusat Kemendagri dan kemudian jam 10.00 WIB akan menggunakan kereta cepat Whoosh bersama-sama menuju Bandung,” ujar Bima Arya dikutip dari Kantor Berita Antara, Sabtu (21/6).
Di Jakarta, Bima mengungkapkan para peserta akan dilepas oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kemudian di Bandung, dikatakan bahwa para peserta akan diterima oleh dirinya sebagai kepala sekolah, didampingi oleh Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) dan Rektor IPDN Jatinangor.
Ia menjelaskan pada awalnya terdapat 93 peserta yang akan mengikuti retret kepala daerah gelombang kedua yang dilaksanakan 22-26 Juni 2025 tersebut.
Namun, lanjut dia, sebanyak tujuh orang kepala daerah berhalangan hadir karena enam orang mengalami sakit, yakni Wali Kota Serang, Bupati Mamberamo Tengah, Wakil Bupati Bengkulu Utara, Wakil Bupati Buton Tengah, Wakil Bupati Melawi, dan Wakil Wali Kota Banjarbaru.
Selain itu, satu orang lainnya, yakni Gubernur Papua Pegunungan juga disebutkan tidak dapat mengikuti retret gelombang kedua lantaran ibundanya wafat.
“Beliau tadi pagi sebenarnya sudah di Jakarta, saat mendengar kabar tersebut langsung kembali lagi ke daerahnya,” ucap dia.
Wamendagri menyampaikan pada retret gelombang kedua, para kepala daerah akan menerima materi dengan tiga pokok substansi, yakni tentang tugas pokok kepala daerah, pemberian teori seperti misi Astacita, serta pemberantasan korupsi dan wawasan kebangsaan yang disampaikan oleh Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
“Jadi substansi materinya 100 persen sama dengan retret gelombang pertama,” tutur Bima.
Adapun peserta retret kali ini terdiri dari tiga kelompok. Pertama, kepala daerah yang sudah dilantik namun belum sempat mengikuti gelombang pertama.
Kedua, kepala daerah yang sebelumnya menghadapi sengketa hasil Pilkada tetapi akhirnya tuntas. Ketiga, kepala daerah hasil pemungutan suara ulang (PSU) yang proses pelantikannya baru selesai. (kmb/balipost)