
DENPASAR, BALIPOST.com – Tidak banyak yang tahu bahwa nama Pemecutan diambil dari kata “pecut” atau cambuk. Bukan cambuk biasa, melainkan pusaka sakti pemberian Dewi Danu Batur kepada Kyai Gede Raka, leluhur pendiri Kerajaan Badung.
Dari pusaka inilah lahir sebuah pertunjukan spiritual yang kini dikenal sebagai Tari Pecut.
Simak enam fakta tarian yang merupakan warisan leluhur penuh makna ini:
1. Berawal dari Anugerah Dewi Danu
Tari Pecut tak lepas dari kisah sakral pemberian senjata pecut kepada Kyai Gede Raka. Senjata ini menjadi lambang kekuatan dan perlindungan Kerajaan Badung. Seiring waktu, makna ini diwujudkan dalam bentuk tarian sakral di lingkungan Puri Pemecutan.
2. Nama Pemecutan Terinspirasi dari Pusaka Ini
Kata pecut menjadi akar penamaan wilayah Pemecutan. Ini mempertegas pentingnya simbol cambuk dalam sejarah dan identitas kerajaan. Bahkan hingga kini, Pecut dipandang sebagai lambang otoritas dan kekuasaan spiritual para raja.
3. Dipentaskan Saat Upacara Sakral dan Kematian Raja
Tari Pecut tidak sembarangan ditampilkan. Biasanya hanya muncul pada saat upacara palebon untuk tokoh Puri, upacara agung (yadnya), atau festival budaya yang digelar langsung oleh puri. Sebelum menari, para penari wajib melakukan persembahyangan dan nyuwun restu leluhur.
4. Gerakan Mengentak, Bunyi Menggelegar
Penari mengayunkan cambuk hitam hingga menciptakan bunyi hentakan yang keras. Tak sekadar suara, tetapi diyakini sebagai getaran spiritual. Ada kisah, bila jiwa penari dan pusaka menyatu, pecut bisa memercikkan api – simbol bersatunya kekuatan alam dan manusia.
5. Bagian dari Identitas Ksatria Badung
Bersama dengan Tari Baris Tengklong – tarian pasukan cepat Kerajaan Badung – Tari Pecut menjadi lambang kejayaan masa lalu. Busana penari penuh warna, dengan aksen poleng dan kepala tegak menantang, mencerminkan watak ksatria yang waspada dan gagah.
6. Kini Dihidupkan Kembali Lewat Festival dan Sasana
Untuk menghidupkan kembali nilai-nilai luhur ini, keluarga besar Puri Pemecutan mendirikan Sasana Pecut Badeng yang mewadahi pelatihan bagi generasi muda. Sejak 2020, tarian ini kembali ditampilkan dalam Festival Budaya Pecut Pusaka Ksatria Mahottama di Kota Denpasar.