
DENPASAR, BALIPOST.com – Meugang adalah salah satu tradisi paling khas di Aceh, terutama saat menyambut hari-hari besar Islam seperti Idul Adha3. Tradisi ini bukan sekadar soal makan daging, tetapi sarat nilai sosial, spiritual, dan budaya.
Berikut penjabaran tradisi Meugang:
1. Apa Itu Meugang?
Meugang adalah tradisi memasak dan menyantap daging bersama keluarga, kerabat, dan tetangga menjelang hari raya besar, khususnya Idul Adha. Meugang berasal dari kata “gang” yang berarti pasar—karena aktivitas membeli daging meningkat tajam di pasar-pasar Aceh menjelang hari raya.
2. Kapan Meugang Dilaksanakan?
– Dilakukan dua atau satu hari sebelum Idul Adha.
– Selain Idul Adha, Meugang juga dilakukan sebelum Ramadan dan Idul Fitri.
– Pada hari itu, warga membeli daging sapi, kerbau, atau kambing, lalu memasaknya untuk disantap bersama keluarga atau dibagikan kepada yang membutuhkan.
3. Asal-Usul Meugang
– Berakar dari masa Kesultanan Aceh Darussalam.
– Sultan Iskandar Muda memerintahkan penyembelihan hewan dan pembagian daging kepada rakyat.
– Tujuannya: agar semua rakyat, termasuk fakir miskin, bisa menikmati daging saat hari besar.
4. Menu Khas Meugang
– Beberapa sajian khas yang biasanya hadir saat Meugang:
– Keumamah: gulai daging Aceh dengan santan dan rempah-rempah kuat.
– Peunteut: rebusan tulang, sumsum, dan rebung dengan kuah santan pedas.
– Tuwah Pliek U: kuah kelapa dengan bumbu khas Aceh yang pedas dan asam.
– Mie Aceh dan Nasi Mandi: sebagai variasi karbohidrat.
– Lapen: kue ketan manis sebagai penutup.
5. Nilai Sosial dan Budaya
– Silaturahmi: Meugang jadi momen untuk berkumpul dan mempererat hubungan keluarga serta tetangga.
– Solidaritas Sosial: Daging dibagikan kepada mereka yang kurang mampu.
– Gotong Royong: Persiapan dilakukan bersama, dari memotong, memasak, hingga menyajikan.
6. Etika Meugang
– Menjaga sopan santun saat makan bersama.
– Tidak serakah dalam mengambil makanan.
– Mengutamakan pembagian kepada fakir miskin dan anak yatim.
– Menjaga niat agar Meugang tetap menjadi bentuk rasa syukur, bukan sekadar konsumsi.
7. Variasi Lokal
– Banda Aceh: Dihiasi tausiyah dan pengajian.
– Aceh Besar & Lhokseumawe: Menyajikan lauk tambahan seperti pak ublang (pepes Aceh).
– Aceh Tengah: Daging diolah menjadi abon sebagai oleh-oleh pasca-Meugang.
8. Adaptasi Modern
– Meugang Virtual: Keluarga perantau mengirim uang/daging dan makan bersama secara daring.
– Kreasi Kuliner Baru: Daging Meugang dijadikan burger, BBQ, hingga tumpeng daging ala kekinian.
– Dokumentasi Media Sosial: Momen Meugang ramai diunggah di TikTok, Instagram, dan YouTube.
9. Daya Tarik Budaya dan Pariwisata
– Wisatawan lokal dan mancanegara tertarik datang ke Aceh saat Meugang untuk mencicipi kuliner dan melihat langsung kekayaan budaya.
– Meugang kian dipromosikan sebagai bagian dari wisata religi dan kuliner di Aceh. (Pande Paron/balipost)