
DENPASAR, BALIPOST.com – Grebeg Besar di Yogyakarta adalah salah satu tradisi paling megah yang digelar setiap Idul Adha.
Tradisi ini bukan sekadar seremoni, tapi penuh makna spiritual, budaya, dan sosial. Setiap tahunnya, ribuan warga dan wisatawan tumpah ruah menyaksikan prosesi sakral yang dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta.
Berikut lima fakta menarik seputar Grebeg Besar atau Grebeg Gunungan yang bisa memperkaya pemahaman kita tentang tradisi Idul Adha di Tanah Jawa:
1. Sedekah Sultan untuk Rakyat
Grebeg Gunungan bukan hanya tontonan, tapi juga simbol sedekah dari Sultan kepada rakyatnya. Gunungan yang berisi hasil bumi—seperti sayur, kacang, hingga ketan dan telur—melambangkan kemurahan hati Sultan dan rasa syukurnya atas nikmat yang diterima sepanjang tahun.
2. Diarak Prajurit Keraton dengan Penuh Khidmat
Gunungan diarak oleh prajurit Keraton Yogyakarta dari dalam istana menuju Masjid Gedhe Kauman. Mereka mengenakan pakaian adat dan membawa berbagai senjata tradisional. Arak-arakan ini bukan sekadar parade, melainkan bentuk penghormatan spiritual kepada Sang Pencipta dan rakyat.
3. Rebutan Gunungan: Tradisi “Nyandhong” yang Penuh Makna
Setelah tiba dan didoakan di masjid, gunungan langsung jadi rebutan warga. Dalam tradisi ini yang dikenal sebagai “nyandhong,” warga meyakini bahwa siapa pun yang mendapatkan bagian dari gunungan akan memperoleh berkah dan keselamatan. Tapi, meski namanya rebutan, warga tetap tertib dan saling menghormati.
4. Penuh Makna Filosofis: Antara Alam, Tuhan, dan Rakyat
Gunungan berbentuk menyerupai gunung, dan ini bukan kebetulan. Dalam filosofi Jawa, gunung adalah simbol keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Ia juga mencerminkan harapan agar seluruh masyarakat hidup dalam kemakmuran dan kelestarian.
5. Daya Tarik Wisata Budaya Dunia
Grebeg Besar telah menjadi salah satu ikon budaya Yogyakarta. Wisatawan lokal maupun mancanegara antusias menyaksikannya.
Tradisi ini memperlihatkan bagaimana budaya lokal bisa bersanding harmonis dengan perayaan agama, menjadikannya ajang pelestarian warisan sekaligus penggerak ekonomi pariwisata. (Pande Paron/balipost)