
DENPASAR, BALIPOST.com – Berdasarkan data BPS, rata-rata konsumsi masyarakat Denpasar per bulan mencapai Rp2.621.604. Nilai konsumsi ini tertinggi dari kabupaten lain di Bali bahkan lebih tinggi dari Kabupaten Badung yang memiliki UMK/UMR tertinggi.
Tahun 2024, konsumsi per kapita sebulan Kabupaten Badung sebesar Rp2.584.659. Sedangkan konsumsi tertinggi ketiga adalah Kabupaten Gianyar sebesar Rp1.940.056 dan konsumi terendah adalah Kabupaten Karangasem sebesar Rp968.099.
Menariknya, konsumsi terbesar yang dikeluarkan bukan untuk makanan melainkan nonmakanan. Porsi untuk makanan hanya sebesar Rp981.897 sedangkan untuk non- makanan sebesar Rp1.639.707.
Pola konsumsi seperti itu juga terjadi di Badung dan sebagian besar kabupaten di Bali. Di Badung, konsumsi makanan hanya Rp1.081.710 sedangkan nonmakanan sebesar Rp1.502.949. Begitu juga pola konsumsi di Gianyar, Tabanan, Klungkung.
BPS mencatat bahwa pengeluaran (tidak terpengaruh inflasi) per kapita per tahun juga tertinggi di Denpasar yaitu pengeluaran laki-laki sebesar Rp22,6 juta, dan perempuan Rp20 juta. Pengeluaran tertinggi kedua Badung, sebesar Rp21,1 juta oleh laki-laki dan Rp18,1 juta oleh perempuan.
Tertinggi ketiga yaitu Buleleng sebesar Rp19 juta yang dikeluarkan laki- laki dan Rp13 juta yang dikeluarkan perempuan.
Ketua Tim Analisis Statistik BPS Provinsi Bali Ni Nyoman Jegeg Puspadewi, Rabu (14/5) menjelaskan, data BPS terkait rata- rata pengeluaran riil penduduk yang disesuaikan, merupakan penyusun indeks pembangunan manusia (IPM).
IPM disusun salah satunya oleh dimensi standar hidup layak yang disesuaikan dengan kondisi tahun 2012, sehingga menghilangkan pengaruh inflasi atau perubahan harga. Selain itu juga menyesuaikan dengan mengacu harga-harga barang di Jakarta Selatan.
“Pada dimensi standar hidup layak mengukur pengeluaran riil per kapita. Namun angkanya tidak bisa dijadikan ukuran standar hidup layak, namun memang semakin tinggi nilainya menunjukkan terjadi perbaikan indikator capaian di suatu wilayah,” jelasnya.
Berbeda dengan rata-rata pengeluaran, data rata-rata konsumsi per kapita yang disesuaikan, data rata-rata konsumsi per kapita sebulan yang notabene murni hasil pendataan konsumsi masyarakat di Susenas. “Ini tidak digunakan sebagai penghitungan IPM, jadi murni untuk memotret rata-rata konsumsi sebulan,” ujarnya.
Komponen biaya yang tinggi yang dikeluarkan masyarakat memang pada bukan makanan. “Pada 2024 pengeluaran nonmakanan lebih mendominasi. Nonmakanan misalnya pakaian, perumahan, upakara,” ujarnya
Tahun 2024, persentasi tertinggi komponen makanan yang dikonsumsi di Bali adalah makanan dan minuman jadi. Sedangkan pengeluaran komponen nonmakanan tertinggi adalah untuk kelompok perumahan, sewa rumah dan fasilitas rumah tangga, misalnya untuk sewa rumah, tagihan listrik, tagihan air.
Meski demikian, baik tingkat pengeluaran maupun tingkat konsumsi masyarakat di Denpasar, tetap lebih tinggi dari kabupaten lain, yang berarti standar hidup layak di Denpasar semakin baik. Sehingga kesimpulannya, belum tentu biaya hidup di Denpasar mahal karena jika melihat tingkat pengeluaran (yang tidak terpengaruh inflasi), di Denpasar tetap tinggi.
Walaupun UMK/UMR Denpasar lebih rendah dari Kabupaten Badung, namun nyatanya dimensi standar hidup layak di Denpasar semakin baik. UMR adalah ketentuan standar upah sehingga menurutnya agak riskan jika dikaitkan dengan tingkat konsumsi atau pengeluaran masyarakat. Karena bisa saja upah sebagai buruh rendah, namun ia memiliki sumber pendapatan lain yang bisa lebih besar sehingga konsumsinya tetap kuat.
Ia pun belum berani membenarkan pola konsumsi masyarakat Denpasar yang lebih besar pasak daripada tiang karena BPS belum mempunyai data pendapatan untuk seluruh penduduk.
“Tapi kami punya rata-rata upah pekerja per provinsi, hanya dari pekerjaan utama berdasarkan data Sakernas 5 Mei 2025 lalu, rata-rata upah pekerja Februari 2025 tercatat Rp3,6 juta, lebih tinggi dari nasional yang besarannya Rp3,09 juta,” ungkapnya. (Citta Maya/balipost)