Dubes Dewa Made Juniarta Sastrawan (kanan) saat diwawancarai dalam talkshow "Indonesia Maju." (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Di tengah krisis dan perang dagang yang saat ini melanda dunia, masih ada peluang investasi dan ekspor bagi Indonesia di Zimbabwe dan Zambia. Selain menyangkut pengembangan kereta api juga bisa menawarkan solar panel. Karena di sana listrik mati dalam 18 jam sehari. Bagi Bali, program Gubernur Koster sangat diperlukan untuk mendukung Bali dan Bali Baru yang dikembangkan di seluruh kawasan Indonesia saat ini.

Peran dari komunikasi, peran dari media sangat penting. Kolaborasi dengan media lokal sangat perlu untuk bisa memberikan efek global. Demikian diungkapkan Duta Besar Indonesia untuk Zimbabwe dan Zambia, Dewa Made Juniarta Sastrawan, saat diwawancarai Wartawan Utama Satria Naradha dalam talkshow ‘’Indonesia Maju’’ yang disiarkan Bali TV dan Indonesia Network. Wawancara ini juga tayang di Bali TV, Rabu (22/1) pukul 20.00 Wita.

T : Terima kasih atas kehadirannya di studio Bali TV. Sedang sibuk apa di Denpasar sekarang ini?

J : Kami datang ke sini sebenarnya yang paling utama adalah rapat kerja seluruh duta besar Indonesia dengan Kementerian Luar Negeri yang diselenggarakan di Jakarta pada 8-11 Januari lalu. Seperti biasa, kalau dipanggil ke Jakarta atau Indonesia untuk berkoordinasi, kami menggunakan kesempatan bertemu dengan pemangku-pemangku kepentingan yang kami anggap bisa membantu tugas-tugas sebagai dubes, sekarang ini di Zimbabwe dan Zambia.

Ke Bali dalam hal ini, bertemu dengan Wali Kota Denpasar (I.B. Rai Dharmawijaya Mantra) untuk menindaklanjuti atau meneruskan apa yang sudah kami jalin dalam rangka mendukung kerja sama luar negeri dengan Wali Kota Denpasar. Hubungan kerja sudah dilakukan hampir 12 tahun. Sejak penugasan di London, Swedia, berbagai program sudah kami lakukan.

Khususnya, penataan kota dalam rangka membangun kota yang sustainable, ramah lingkungan. Kami merasa berbahagia dan berbangga karena sejumlah penataan, salah satunya penataan Tukad Badung adalah progress yang sangat baik. Tidak hanya sustainable tapi juga instagramable. Kami dukung program penataan kembali Kota Denpasar ketika membuat penataan Jalan Gajah Mada. Ini akan sangat bermanfaat untuk membawa dan mengartikulasikan Denpasar sebagai Kota Budaya.

Kami melihat bahwa keunikan Denpasar sebagai kota masih sangat kuat secara fisik. Denpasar merupakan kumpulan dari desa-desa, puri, yang sangat nyata. Penataan kembali Jalan Gajah Mada dan sudut Kota Denpasar akan benar-benar menunjukkan Denpasar sebagai Kota Budaya. Salah satu fasilitas yang baru saja diluncurkan Wali Kota sangat dibutuhkan ke depan. Karena fasilitas yang dimaksud ini Dharmanegara Alaya (DNA) sangat kita butuhkan. Kalau dulu Gubernur Bali I.B. Mantra (alm) yang merupakan ayahnda dari Wali Kota Denpasar membuat Art Center Denpasar. Kita sudah tahu sekian dekade menghasilkan begitu banyak seniman.

Baca juga:  Wat Phra That Doi Suthep, Kuil Buddha yang Megah di Chiang Mai

Pandangan saya sebagai diplomat, warga Kota Denpasar dan masyarakat Bali, fasilitas DNA sangat kita butuhkan. Karena kita bicara dengan generasi milenial.

Kami datang untuk menawarkan berbagai bentuk kerja sama yang bisa dikembangkan lebih jauh lagi. Spesifiknya, kami sedang mengembangkan kerja sama antara Universitas Udayana dan Universitas Zimbabwe. Melalui Bali Democracy Forum (BDF), kami mengirimkan mahasiswa dari Zimbabwe untuk berkunjung ke Unud. Ada dua kerja sama spesifik yang kami ajukan yakni bidang urban agriculture dan riset cultural insight in international relations yang dikelola Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

T : Bapak sudah pernah menjadi duta besar di berbagai negara, seperti London, Swedia, dan Latvia. Apa yang telah Bapak lakukan dan kita lakukan bersama selama bertugas di Zimbabwe dan Zambia?

J : Kebetulan di rapat kerja dipertegas lagi apa yang harus kami lakukan dan capai dalam rangka mendukung Kabinet Indonesia Maju yang sekarang. Kami diberikan arahan, target, dan penugasan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan-tujuan itu. Sebagai duta besar, di mana pun kami bertugas diberikan target agar memfokuskan waktu dan energi dan sumber yang dimiliki sebanyak 80 persen untuk diplomasi ekonomi.

Kami juga diberikan semacam penegasan bahwa sangat penting bagi Indonesia untuk mengoptimalkan ekspor kita ke negara-negara di Afrika. Untuk itu, kami sejak awal bertugas pada Maret 2019 telah memfokuskan pada ekonomi. Itu merupakan visi dan misi kami selama bertugas tiga tahun ke depan di Zimbabwe dan Zambia.

Zimbabwe adalah negara yang pertumbuhannya negatif dan pasien dari IMF/World Bank. Kami mempromosikan bahwa sejak mengalami krisis keuangan akhir 90-an, kita bisa mencapai rata-rata pertumbuhan 5 persen. Yang paling membanggakan kita memiliki nilai tukar rupiah yang stabil. Jadi sebagai mitra, ini yang dipromosikan dan upaya untuk bekerja sama dengan Zimbabwe.

Adanya perang dagang antara China dan Amerika Serikat memberikan keuntungan dan peluang bagi Indonesia. Saat ini Zimbabwe dalam kondisi embargo oleh Amerika. Zimbabwe mencari partner baru yakni China. Karena China dan Amerika sedang berseteru, ini berpengaruh juga bagi Zimbabwe.

Zimbabwe hampir 20 tahun tidak melakukan pembaruan terhadap infrastruktur. Indonesia yang punya pengalaman membangun kereta api menawarkan kerja sama itu. Saat ini sedang digarap revitalisasi jaringan kereta api di Zimbabwe. Karena landlock, jika jaringan kereta api diperbaiki maka mereka bisa connect ke negara yang punya pelabuhan. Ke selatan itu dengan Afrika Selatan dan timur adalah Mozambique. Kita membantu merevitalisasi ini maka barang-barang kita aksesnya akan lebih mudah masuk.

Sesuai dengan arahan Pak Presiden, kita meningkatkan outbound investment. Di Zimbabwe ini selain outbound investment juga bisa meningkatkan ekspor.

Baca juga:  Di Jatim Bali Nusra, Konsumsi LPG Meningkat 5 Persen

Ada sejumlah BUMN yang terkait dalam revitalisasi jaringan kereta api ini, yakni PT INKA (Industri Kereta Api), WIKA (Wijaya Karya), dan PT Len. Nilai proyeknya ini sekitar 350 juta dolar AS. Dari produk ekspor saja nilainya mencapai 150 juta dolar AS, dari produk INKA, WIKA, dan PT Len.

Kesempatan kedua kita di Zimbabwe itu, listrik. Listrik mati 18 jam setiap hari. Bayangkan pabrik biayanya tinggi sekali untuk membiayai genset. Solar panel ada kesempatan. PT Len bisa mengekspor solar panel. Seratus persen bikin panelnya, baterainya, dan inverternya. Ini proyek kedua yang akan digarap. Mudah-mudahan dalam bulan depan bisa membuat MoU-nya.

Kalau dibandingkan kereta api ini masih kecil. Tapi kita berupaya untuk B to B (business to business) agar PT Len bisa mempunyai kerja sama dengan pabrik yang memerlukan listrik.

Memang ada pertanyaan sekarang, Zimbabwe ini punya uang? Karena pertumbuhannya negatif 7 persen dan dikenal sebagai negara tidak punya Forex untuk membayar ekspor.

Yang melakukan procurement adalah perusahaan swasta yang mempunyai pertambangan dan mereka membayarnya dengan hard currency dari ekspor yang dibayarnya di luar negeri. Nanti pun kalau kita menyediakan listrik ke pabrik-pabrik itu, mereka punya hard currency untuk membayar perusahaan-perusahaan kita di luar negeri. Ini yang saya katakan bagaimana situasi kondisi krisis di tempat lain menimbulkan peluang bermitra membantu Zimbabwe juga membantu meningkatkan ekspor.

Jika ditanya target, mudah-mudahan di tahun ini bisa mulai dengan sekitar 350-400 juta dolar AS. Kami bisa berkontribusi terhadap apa yang menjadi program Bapak Presiden dengan kabinetnya Indonesia Maju.

T : Di tengah situasi krisis dan perang dagang, masih ada peluang. Dalam konteks Indonesia dan Bali. Sebagai putra Bali, kira-kira apa yang bisa kita lakukan dari Bali dan strateginya seperti apa untuk Indonesia Maju ini?

J : Kami bertugas di luar negeri untuk meningkatkan peran, meningkatkan kontribusi di dunia global, meningkatkan ekspor, inbound investment, outbound investment, dan meningkatkan devisa melalui tourism. Itu merupakan tugas kami di luar negeri. Sebagai Dubes, 80 persen harus difokuskan pada itu. Tentunya kami melakukannya disesuaikan dengan kondisi di negara tempat bertugas.

Di Zimbabwe, tentunya agak sulit untuk menarik wisatawan dari sana. Yang bisa kita lakukan, contoh kecilnya yang sudah dilakukan di Denpasar yang sudah baik, bisa mendukung pengembangan turis di sana. Kami tertarik mengembangkan culture insight international relations karena Zimbabwe memiliki perajin batu granit yang dikenal dengan Shona Sculpture.

Kalau kita bisa sharing pengalaman membuat dan pengembangan local wisdom atau local expertise seperti di Ubud, Silakarang, dan Singapadu, influence dari Eropa mengembangkan budaya kita, sehingga bisa membantu mereka berkembang juga.

Baca juga:  Usai Serahkan Narkoba, Napi Ditangkap di Rumdis Kalapas

Di sisi lain, kami juga harus mendukung, investasinya, mendatangkan turisnya, memperkuat fasilitas dengan program dari Bapak Presiden dan pemerintah Indonesia saat ini melalui destinasi Bali Baru. Kalau menciptakan Bali Baru maka benchmark-nya adalah Bali. Bali harus menjadi tidak saja complement (pelengkap) tapi backbone (tulang punggung) untuk mendukung Bali Baru.

Bali harus menjadi pendukung connectivity, connectivity dalam arti luas. Karena Bali sudah terkenal sedemikian rupa, apa pun yang dijual dari Bali pasti laku. Bali sudah menjadi brand. Kita sudah banyak lihat contohnya.

Ini yang mendorong besarnya industri MICE di Bali. Brand Bali bukan tempatnya saja yang baik, tetapi hasil pertemuannya pun menjadi fruitful, berguna.

Ini menjadi tantangan bagi kita-kita yang ada di Bali. Salah satunya, bagaimana kita mendukung connectivity-nya. Dalam arti luas, bukan saja hanya pesawat harus mendarat di Bali.

T : Untuk Pak Gubernur, apa yang bisa disampaikan agar bersinergi dengan daerah-daerah lain sehingga bisa membuat Indonesia Maju, terutama dalam hal pariwisata?

J : Kita perlu menyelaraskan konten. Membuat destinasi-destinasi baru. Kalau sekarang ada Bali Baru, di Bali juga harus ada peningkatan. Kita ada hard infrastructure dan soft infrastructure.

Soft infrastructure ini budaya yang tidak lepas dari aktivitas masyarakat Bali. Ini yang harus kita diseminasikan, sharing dengan saudara-saudara yang lain yang kini sedang mengembangkan Bali Baru. Kita bisa berkontribusi dalam bentuk lain, seperti penyediaan fasilitas marketing dengan masyarakat lokal.

Kita punya soft infrastructure yang sudah berkembang puluhan tahun. Hal-hal ini yang bisa kita sharing. Sharing melalui media sosial. Kita di dalam membuat destinasi baru, harus targetkan supaya ada satu kesamaan objektif dan kepentingan. Setiap hal yang akan dimasukkan ke UNESCO, misalnya, harus direncanakan. Sehingga bisa menjadi tujuan wisata baru bagi Bali.

Misalnya di Swedia, ada dua kota tambang yang didaftarkan menjadi heritage site di UNESCO, sehingga menjadi destinasi wisata yang bisa memberikan pemasukan bagi Swedia. Harus secara hati-hati dalam mengembangkan daerah tujuan wisata dan dikunjungi turis. Kita sudah membuat hard infrastructure, soft infrastructure juga harus dikembangkan. Transparansi dan good corporate governance harus diterapkan dan bisa di-share lewat digital.

Program yang dibuat sekarang oleh Provinsi Bali, Gubernur Koster, sangat diperlukan untuk mendukung Bali dan Bali Baru yang dikembangkan di seluruh kawasan Indonesia saat ini. Peran dari komunikasi, peran dari media sangat penting dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan, karena jangkauan media saat ini makin luas. Jika berbicara kebudayaan, media itu merupakan bagian dari kebudayaan. Kolaborasi dengan media lokal sangat perlu untuk bisa memberikan efek global. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *