KSPN
Suasana di Danau Batur, Bangli. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Danau sebagai ‘tandon’ air Bali kini mulai terdegradasi. Padahal, danau berkontribusi besar dalam menjaga 1300-an sumber mata air yang selanjutnya mengalir menjadi sungai.

Dari empat danau yang ada, degradasi danau Buyan tercatat paling signifikan. “Ini akibat dari alih fungsi lahan di kawasan Baturiti. Dulu kebun kopi, sekarang menjadi kebun vila. Itu membuat perilaku yang berbeda sehingga sedimentasi terjadi. Ancamannya disini kedalamannya berkurang, kemudian volume airnya berkurang,” ungkap Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, I Ketut Jayada, Kamis (1/11).

Menurut Jayada, potensi air di Bali saat ini 239 meter kubik per detik per tahun. Sedangkan kebutuhannya 103 meter kubik per detik per tahun.

Walaupun kelihatannya surplus, namun angka ini tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Bisa dilihat dari 391 sungai yang ada, hanya 162 sungai yang mengalir terus sepanjang tahun. “Sisanya ini sungai-sungai temporer, 76 sungai bahkan baru ada airnya apabila ada hujan. Kalau tidak ada hujan, tidak ada airnya,” jelasnya.

Baca juga:  Cegah Terulangnya Penodaan Kesucian Pura, Utama Mandala Harus Ditutup untuk Wisata

Jayada menambahkan, potensi air di Bali sebagian besar masih dimanfaatkan untuk irigasi. Sistem pengairan yang tertata dengan baik lewat subak justru menjadi kendala untuk memenuhi kebutuhan air baku.

Di daerah Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) bahkan sudah mengalami defisit air baku hingga 5 meter kubik per detik. “Memang Sarbagita ini prihatin kita karena tingkat layanan PDAM, khususnya di Denpasar itu cuma 48 persen, sangat rendah. Berarti ada 62 persen penduduk Denpasar itu tidak terlayani PDAM. Memang tidak ribut karena hampir semua rumah punya sumur-sumur dengan kualitas air cukup bagus,” paparnya.

Baca juga:  Jadikan Ekonomi Kerakyatan Kekuatan Bali di Masa Depan

Namun, lanjut Jayada, pemanfaatan air bawah tanah lewat sumur-sumur bor ini berbahaya. Daerah-daerah pariwisata seperti Nusa Dua, Kuta, dan Sanur bahkan masuk zona merah karena sudah ada intrusi air laut.

Hal itu terjadi akibat pemanfaatan air tanah yang berlebihan. Selain intrusi air laut, pemanfaatan air tanah yang berlebihan juga berpotensi menurunkan muka tanah dan membuat lubang di bawah tanah sehingga rawan amblas.

Pihaknya kini berupaya menyiapkan air baku untuk bisa melarang sumur-sumur bor di masyarakat. “Kami harus membangun bendungan. Sungai kita kan kecil, pada saat ada hujan, banjir, terbuang ke laut. Dengan kita membuat bendungan, air hujan kita tampung di atas, kemudian baru kita pakai,” jelasnya.

Baca juga:  Bali Laporkan 78 Korban Jiwa dalam 2 Hari, Mayoritas Tak Berkomorbid

Jayada menambahkan, tahun ini dibangun bendungan Sidan (Belok Sidan, Badung) dan bendungan Tamblang (Sawan, Buleleng). Bendungan Tamblang khususnya dibangun untuk mengantisipasi rencana bandara di Bali utara.

Sementara bendungan Sidan sebetulnya masih belum bisa mengatasi defisit 5 meter kubik air di Sarbagita. Sebab, bendungan itu hanya menghasilkan 1,7 meter kubik per detik air.

Paling tidak dibutuhkan bendungan yang secara keseluruhan menghasilkan 10 meter kubik per detik air. “Kita harus bangun lagi bendungan untuk Sarbagita, calon-calonnya di selat kiri dan kanan. Banyak dibutuhkan, termasuk yang memanfaatkan Tukad Unda, Waduk Muara, itu kita punya 1,5 meter kubik per detik. Tapi ini belum mendapat pendanaan,” imbuhnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *