Beberapa peralatan yang ada di TPST Tahura Ngurah Rai, Denpasar. TPST Tahura Ngurah Rai rencananya digunakan untuk salah satu bagian PSN WtE. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Provinsi Bali masuk dalam salah satu wilayah prioritas penetapan pembangunan Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL). Pemprov segera melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait pembangunan fasilitas waste to energy (WtE) atau pengelolaan sampah menjadi energi listrik yang lokasinya di kawasan Pelindo Denpasar.

Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Provinsi Bali, I Made Rentin mengatakan penetapan lokasi pembangunan WTE di kawasan Pelindo telah disepakati bersama oleh Gubernur Bali, Wayan Koster, Bupati Badung, Adi Arnawa, dan Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara.

Lahan itu dinilai paling representatif serta sesuai dengan tata ruang pengembangan energi terbarukan.

“Setelah melalui berbagai pertimbangan dan kajian, diputuskan (WtE,red) untuk dibangun di kawasan Pelindo Denpasar. Kesesuaian dengan tata ruang adalah faktor utama. Kawasan Pelindo termasuk dalam zona pengembangan energi terbarukan, sehingga sangat tepat untuk pembangunan WtE ini, ungkap Made Rentin, Senin (6/10).

Baca juga:  Estepers dan EEC Gelar ITO 2018, Pariwisata Harus Dikelola Serius dan Mensejahterakan

Menurut Rentin, jarak antara lokasi pembangunan dengan permukiman warga relatif jauh sehingga diharapkan tidak menimbulkan penolakan. “Kami akan lakukan sosialisasi ke masyarakat sekitar. Dari pemetaan, lokasi WtE cukup jauh dari pemukiman warga, sehingga diharapkan dapat diterima dengan baik. Ini merupakan strategi utama di hilir untuk menuntaskan permasalahan sampah di Bali,” paparnya.

Rentin mengungkapkan lahan yang disiapkan seluas 16,5 hektare, dengan sekitar 6 hektare di antaranya akan digunakan khusus untuk fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik. Saat ini, Pemprov Bali kini menunggu terbitnya regulasi utama berupa Peraturan Presiden (Perpres) yang akan menjadi dasar hukum pelaksanaan proyek ini.

“Perpres ini menjadi payung bagi daerah, bukan hanya Bali, tetapi juga DKI Jakarta dan Yogyakarta. Bali menjadi daerah ketiga yang akan didorong untuk segera mengaplikasikan pengelolaan sampah menjadi energi listrik,” terangnya.

Baca juga:  Pascakebakaran, Pemilik Kios di Pasar Menanga Diarahkan Jualan ke Dalam

Rentin memaparkan, saat ini timbulan sampah di Bali mencapai lebih dari 3.400 ton per hari. Namun, pada tahap awal proyek WtE hanya akan mengakomodasi dua daerah, yaitu Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.

“Dari hasil pendataan kami, Denpasar menghasilkan lebih dari 700 ton per hari, sedangkan Badung mendekati 350 ton per hari. Jumlah ini sudah memenuhi persyaratan minimal untuk operasional WtE, yaitu 1.000 ton per hari,” katanya.

Ia juga menegaskan pentingnya kesiapan anggaran dari pemerintah daerah, khususnya untuk biaya operasional seperti transportasi, bahan bakar, serta tenaga kerja pengangkut sampah menuju fasilitas WtE.

Selain pembangunan WtE, Pemprov Bali juga memperkuat sistem pengelolaan sampah di tingkat sumber melalui pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R).

Dikatakan, bahwa Gubernur Bali mendorong agar dibangun minimal 42 TPS 3R baru berbasis desa di Denpasar dan Badung. Kendatipun WtE berjalan, pengolahan sampah berbasis sumber tetap menjadi prioritas, karena sampah organik seharusnya sudah tuntas di TPSn3R.

Baca juga:  Segera Dibuka, Sekolah di Luar Zona Siaga Gunung Agung

Rentin menegaskan bahwa teknologi WtE yang akan diterapkan di Bali wajib memenuhi standar lingkungan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 70 Tahun 2019. WtE tidak boleh menggunakan tungku bakar biasa.

Generator yang digunakan harus berbasis insinerator dengan suhu minimal 800 derajat celcius untuk mencegah pencemaran udara, air, dan tanah. Selain itu, pasokan sampah tidak boleh kurang dari 1.000 ton per hari agar sistem dapat berjalan stabil.

Apabila suplai kurang dari 1.000 ton per hari, akan ada konsekuensi penalti bagi pemerintah daerah. Sebaliknya, jika lebih dari 2.000 ton per hari, akan ada insentif.

Rentin juga menegaskan bahwa pemerintah provinsi mengambil alih koordinasi proyek ini karena bersifat lintas kabupaten dan kota. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN