
GIANYAR, BALIPOST.com – Ratusan warga, pemilik maupun penggarap lahan pertanian, yang ada dalam Pasikian Subak Pengempon dan Pengemong Pura Kahyangan Jagat Masceti, yang berasal dari Desa Adat Medahan, Desa Adat Keramas, Desa Adat Cucukan dan Desa Adat Tedung, Kabupaten Gianyar, menggelar prosesi aci ngusaba tipat (Ketipat) dan aci kalecan (tabuh rah). Tradisi yang diselenggarakan setiap 420 hari sekali ini, dipenuhi nuansa magis dan ritual.
Aci ngusaba tipat dan kalecan akan berlangsung selama tujuh hari, yang diawali pada rahina anggara kliwon wuku kulantir, Selasa (30/9). Seluruh rangkaian aci Ngusaba tipat dan Kalecan ini, berakhir Senin (6/10).
“Makna dari tradisi ini sebagai permohonan dan rasa ungkapan terimakasih para petani atas keselamatan hasil panen dan kemakmuran yang diberikan oleh Ida Bhatara Masceti,” jelas Penyarikan Pasikian Subak Pengempon dan Pengemong Pura Kahyangan Jagat Masceti, I Gusti Made Toya, Rabu (1/10).
Aci ngusaba ketipat diawali dengan proses upakara di pesisir pantai Masceti. Upakara segara kerthi dengan prosesi melakukan ritual mendak dan mapakelem di segara/Pantai Masceti. Kemudian dilanjutkan prosesi Jagat Kerthi dengan melakukan ritual aci ngusaba ketipat di parahyangan utama mandala Pura Masceti, di Pura Kawan, dan Pura Kanginan.
Kemudian melaksanakan upakara Danu kerthi dengan mengaturkan aci ngusaba ketipat di Pura Taman Pura Masceti, dan terakhir melaksanaan aci ngusaba tipat di Pura Batan tapang sebagai simbolis dari upakara Wana Kerthi. Selanjutnya, di jaba tengah diadakan upakara Jnana Kerth dan Atma Kerthi (penyucian jiwa) berupa ritual medana-dana ketipat atau upakara sekarura katipat, yang dikenal disebut dengan “Siat Tipat”.
“Siat Tipat” diselenggarakan di madya mandala Pura Masceti. Tipat yang dipergunakan sebagian sudah dihaturkan untuk sesaji di sejumlah pelinggih di pura. Siat Tipat ini dilakukan oleh petani, yang terbagi dalam dua kelompok.
Tradisi ini dilaksanakan saat sandikala (matahari terbenam). Diiringi dengan suara gemuruh gamelan Beleganjur, dan suara gemuruh warga, mereka saling lempar tipat. Mereka yang terkena lemparan tipat, tidak marah, justru bersorak, penuh ceria, canda dan tawa, saling balas melempar.
Selanjutnya, empat hari setelah usai pelaksanaan aci ngusaba ketipat, tepatnya pada hari Jumat Pon Wuku Kulantir sampai dengan Somo Umanis Wuku Tolu (selama 4 hari) dilaksanakan aci kalecan atau aci tabuh rah.
Aci kalacen merupakan bagian atau deretan dari prosesi ritual Aci Ngusaba Ketipat. Aci kalecan menggunakan taruhan berupa 1000 uang kepeng, sebagai persyaratan melengkapi aci (upakara). Sebelum dilaksanakan aci kalecan, taruhan 1.000 uang kepeng tersebut terlebih dahulu dilakukan prosesi upakara di semua pelinggih yang ada di Pura Kahyangan Jagat Masceti, pada hari Kamis, sehari sebelum dilaksanakan aci kalecan.
Selain menghaturkan uang taruhan 1000 uang kepeng, juga kain atau wastra saya (juru kembar ayam), yang nanti digunakan saat ace kalecan. Selain uang taruhan 1.000 uang kepeng (pis bolong), juga ada upakara lain yang dipersembahkan dewa kalecan dan kepada bhuta kala yang pelaksanaannya dipusatkan di wantilan Pura Masceti.
Upacara aci kalecan yang dilaksanakan ini memang betul-betul kehadirannya dibutuhkan, untuk melengkapi upacara bhuta yadnya. Secara umum tradisi tabuh rah merupakan simbolisasi nyupat bhuta kala yang memiliki kekuatan untuk melenyapkan segala kegelapan.
Pada Aci Kalecan Tektekan di Pura Masceti, ayam tabuh rah yang kalah (Kaon) dan ayam yang seri (Sapih) akan diaturkan. Walaupun keduanya sama-sama hidup dan ada yang sama-sama mati juga akan diaturkan. Bulu ayam akan dibersihkan lalu kulitnya diklupas dipakai (Ulam Banten), dagingnya dicincang (ditektek) dan dikeping-keping untuk upacara Meprani.
Akhir dari prosesi aci kalecan tektekan ini memiliki makna memuja Dewa Wisnu dengan kesaktian Dewi Sri, yang beristana di Pura Masceti sebagai tempat pemujaan atau persembahan bagi umatnya khususnya bagi pengempon Pura Masceti.
Selain ritual aci kalecan, di nista mandala Pura Khayangan Jagat Masceti juga diselenggarakan kegiatan memasar (pasar Agung) yang merupakan bagian dari proses pengererenan Aci Ngusaba Ketipat. Pengererenan (hiburan) ini merupakan simbol dari luapan kegembiraan para krama subak/petani, dan masyarakat umum yang ada disekitarnya atas hasil panen yang melimpah.
Walau pun kondisi saat ini, alih fungsi lahan pertanian sangat pesat, namun prosesi ritual aci ngusaba ketipat dan aci kalecan di Pura Kahyangan Jagat Masceti, yang dilaksanakan secara turun temurun dari dahulu, tetap dilaksanakan berlandaskan Srada dan bhakti kepada Ida Bhatara Masceti, yang telah memberikan segala kelimpahan dan kemakmuran atas hasil panen para petani atau krama subak (20 subak) yang ada di Desa Adat Medahan, Desa Adat Keramas, Desa Adat Cucukan dan Desa Adat Tedung, Kabupaten Gianyar. (Agung Dharmada/balipost)