Seorang pekerja mengeringkan plastik bekas pembungkus maupun kresek di gudang 2 EcoBali, Badung. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN), Bali memproduksi sampah 1,2 juta ton per tahun.

Ironisnya, hanya 34 persen yang terkelola, sementara sisanya sebanyak 66 persen dibuang ke TPA atau tidak terkelola.

Sampah tak terkelola sangat berdampak pada kelestarian lingkungan, sosial dan ekonomi.

Perlu ada sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan stakeholder di Bali dalam menata pengelolaan sampah.

Peta Jalan Ekonomi Kerthi Bali 2045 untuk mewujudkan ekonomi sirkular hanya dapat terwujud jika 100 persen sampah di Bali dapat terkelola dengan baik.

Realitanya saat ini, sampah di Bali memang masih jauh dari kata terkelola. Meski telah banyak regulasi yang dikeluarkan, implementasinya masih minim.

Di beberapa komunitas masyarakat termasuk dunia usaha sebenarnya sudah melakukan upaya pengelolaan sampah. Sebagian besar berhasil, setidaknya dalam skala yang kecil.

Mereka menawarkan solusi kecil yang jika saja dapat digerakkan bersama-sama secara sinergi akan mencapai progres besar pada waktunya nanti.

Lentera di Tengah Gelapnya Penuntasan Sampah

Dunia usaha dan komunitas masyarakat menjadi lentera di tengah gelapnya penuntasan masalah sampah, di antaranya dilakukan The Westin Resort Nusa Dua, PICA Fest, EcoBali, dan Aku Cinta Sampah (ACS).

Bali Recycling yang telah berpengalaman dalam waste management sejak tahun 2006 bisa menjadi bukti.

Site Manager EcoBali Recycling, Ni Made Dwi Septiantari menuturkan selama 19 tahun terbentuk pihaknya kini sudah melayani lebih 2.200 pelanggan. Bahkan, jika ditotal jumlahnya lebih dari 5.000 pelanggan.

Baca juga:  Tambahan Harian Kasus COVID-19 Bali Naik Lagi, Kumulatifnya Sudah Lampaui 42 Ribu Orang

Pelanggannya tersebar di 86 desa pada 25 kecamatan di 4 kabupaten/kota di Bali. Yaitu, Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita).

EcoBali menawarkan solusi pengelolaan sampah anorganik dan sistem pengomposan sampah organik untuk skala rumah tangga, vila, kantor, restoran, hotel, dan sekolah.

EcoBali memiliki visi dan misi “Zero Waste to Landfills and Zero Waste to Nature”, yaitu mengurangi membuang sampah ke TPA dan ke alam.

Dari awal berdiri sampai saat ini, dikatakan jumlah sampah yang berhasil dikelola EcoBali lebih dari 10 ribu ton. Sehingga, ada 10 ribu ton sampah tidak masuk ke TPA.

Pengelolaan Sampah di Sektor Pariwisata

Implementasi pengelolaan sampah di sektor pariwisata juga perlu menjadi perhatian. The Westin Resort Nusa Dua, Bali, adalah salah satu contoh hotel bintang lima yang sadar untuk mengelola sampah.

General Manager The Westin Resort Nusa Dua, Sander Looijen, menjelaskan pengelolaan sampah harus dimulai dari pengurangan sampah.

Westin Resort menerapkan konsep zero waste dimulai pengurangan pengadaan fasilitas plastik sekali pakai hingga edukasi kepada pekerja dan tamu.

Kolaborasi juga dilakukan dengan stakeholder terkait untuk pengadaan teknologi pengelolaan sampah. Westin menggandeng Scholar of Sustenance, untuk menyalurkan makanan
sisa layak konsumsi dari buffet kepada masyarakat yang membutuhkan.

Baca juga:  Pemberlakuan "Social Distancing," Konsumsi BBM di Bali Turun Signifikan

Untuk sampah non-organik, hotel bermitra dengan perusahaan lokal Mekarsari. Sedangkan limbah organik, Westin bekerja sama dengan Shiva Industries.

Sebuah perusahaan pengelolaan sampah organik yang menggunakan mesin Aerobic Digestior yang bertugas mengolah sampah organik menjadi kompos.

Ini membuat Westin hampir tidak membuang sampah basah ke TPA.

“Kami akan terus mencari kesempatan dan cara untuk menjadi lebih berkelanjutan. Saat ini ada 28 properti Mariott di Bali, kami akan berbagi pengalaman kami agar properti-properti
tersebut dapat mengurangi sampahnya. Kami juga berharap inisiatif kami menginspirasi properti lain untuk bergerak bersama,” jelasnya.

Sampah dari Event

Sampah tidak saja dihasilkan dari dunia usaha seperti hotel dan restoran, juga dari penyelenggaraan event. Apalagi Denpasar sebagai kota yang padat dengan berbagai event.

PICA Fest, bisa menjadi barometer pengelolaan festival bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan.

Ketua PICA Fest 2025 I Gede Andika Paramartha mengatakan dari tahun ke tahun ia selalu melakukan evaluasi pelaksanaan PICA Fest.

“Sejak 2014 memulai PICA, hingga kini tahun ke-9, tahun kami 14 tim official berinisiatif agar sampah di PICA tidak berpindah ke TPA,” ujarnya.

Maka dari itu, ia membentuk divisi waste management untuk mengelola sampah festival.

Baca juga:  Lapar Tengah Malam? Ini 6 Tempat Makan di Bali yang Siap Menyelamatkanmu

Ketua Divisi Waste Management PICA Fest I Komang Alit Darmawan mengatakan, awalnya ia mendatangi komunitas sampah yang ada dan melihat pola kerja serta hasilnya. Akhirnya rim official PICA Fest memutuskan untuk bekerja sama dengan ACS Foundation, Bersih-bersih Bali, Yayasan PPLH, Tegeh Sari, pengolahan produk jadi dari Pesona Plastik, dan Daur Tera.

“Dari hasil diskusi, si Ajung (ACS) ngide bagaimana mengelola sampah maksimal agar tidak lagi dibuang ke TPA,” ujarnya.

Sampah di PICA Fest dibagi menjadi dua yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik dikelola menjadi kompos, pupuk dan sampah anorganik dikelola komunitas atau yayasan untuk menjadi produk jadi atau dikirim ke pihak lain.

Bahkan tentang makanan harus menyiapkan tiga tong untuk membuang sampahnya yaitu minyak curah, sisa makanan, dan sisa makanan berkuah.

Usaha kolektif dari kelompok masyarakat dan pelaku usaha menunjukkan masih jauhnya progres tata kelola sampah di Bali. Sinergi adalah kunci, mulai dari penerapan sistem, edukasi, pengadaan fasilitas yang dapat diterapkan di masyarakat.

Apa yang dilakukan kelompok-kelompok masyarakat ini, mungkin seperti langkah-langkah kecil. Bayangkan jika langkah kecil ini disambut sinergi dan menjadi langkah bersama, maka upaya menanggulangi sampah akan menjadi lebih berprogres besar.

Cita-cita mewujudkan sampah Bali terkelola 100 persen di tahun 2045 niscaya terwujud. (kmb/balipost)

BAGIKAN