Sejumlah wisatawan mancanegara berada di kawasan wisata Sanur, Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pariwisata Bali rentan gejolak global. Jika perang yang terjadi di Timur Tengah antara Israel dengan Iran berlangsung dalam jangka panjang, hal ini akan berpotensi terhadap pariwisata dan ekonomi Bali. Apalagi, jika negara-negara adi daya seperti AS, Rusia, China, dan Eropa terlibat di dalamnya.

Menurut Pengamat Pariwisata Universitas Warmadewa (Unwar), Dr. I Made Suniastha Amerta, S.S., M.Par., CPOD., perang antara Israel dan Iran membawa dampak geopolitik yang signifikan. Tidak hanya secara langsung bagi negara-negara di Timur Tengah, tetapi juga secara tidak langsung terhadap stabilitas global. Termasuk sektor pariwisata internasional.

Sebagai daerah tujuan wisata utama di Indonesia, dikatakan Bali sangat rentan terhadap gejolak global, khususnya konflik yang berpotensi memicu ketegangan ekonomi dan keamanan dunia.

Suniastha mengungkapkan bahwa ada beberapa risiko perang Israel-Iran terhadap pariwisata Bali. Pertama, ketidakpastian global dan penurunan minat wisatawan asing.

Dikatakan, perang besar di kawasan Timur Tengah seringkali menciptakan efek domino berupa ketegangan global dan kekhawatiran keamanan internasional. Hal ini bisa mengakibatkan penurunan minat wisatawan dari negara-negara Barat dan Timur Tengah untuk melakukan perjalanan ke luar negeri, termasuk ke Bali, karena preferensi terhadap destinasi yang dianggap lebih “aman” dan dekat.

Baca juga:  Diduga Diracun, Polisi Selidiki Matinya Sejumlah Anjing di Kuta Utara

Kedua, kenaikan harga energi dan biaya penerbangan. Diungkapkan, Iran adalah salah satu negara kunci dalam pasar minyak global. Konflik yang melibatkan Iran berpotensi menyebabkan lonjakan harga minyak dunia. Ini akan berdampak pada naiknya harga avtur, yang otomatis akan meningkatkan biaya penerbangan internasional. “Pariwisata Bali, yang sangat bergantung pada wisatawan mancanegara, akan terkena imbas dari kenaikan harga tiket pesawat,” ujarnya, Senin (23/6).

Ketiga, yaitu persepsi keamanan kawasan Asia Tenggara. Dikatakan, meskipun Indonesia tidak terlibat langsung dalam konflik, perang ini dapat memperkuat persepsi risiko terhadap kawasan Asia secara umum. Beberapa wisatawan dapat menggeneralisasi Asia sebagai kawasan yang tidak stabil, yang berdampak pada penurunan jumlah kunjungan ke Bali, terutama dari pasar-pasar sensitif seperti Eropa dan Amerika.

Baca juga:  Ajukan Otorita Pariwisata, Bali Perlu Terus Berjuang

Keempat, risiko psikologis dan ketegangan sosial. Dikatakan, isu Israel–Iran memiliki dimensi ideologis dan keagamaan yang cukup dalam. Ketegangan ini bisa memicu sentimen di berbagai negara, termasuk Indonesia yang memiliki mayoritas penduduk Muslim. Jika tidak dikelola secara arif, konflik ini bisa menciptakan polarisasi atau ketegangan horizontal yang turut mempengaruhi citra Bali sebagai destinasi aman dan toleran.

Oleh karena itu, setiap ketidakpastian global, termasuk perang Israel–Iran, harus dimitigasi secara serius oleh pemerintah dan stakeholder pariwisata. Langkah-langkah seperti diplomasi kebudayaan, promosi pariwisata berbasis keamanan, diversifikasi pasar wisata, dan kesiapan mitigasi krisis menjadi sangat penting untuk menjaga ketahanan sektor pariwisata Bali di tengah gejolak global yang tidak menentu ini.

Sementara itu, pengamat ekonomi yang juga Wakil Rektor Bidang SDM, Keuangan, dan Operasional Unwar, Dr. Putu Ngurah Suyatna Yasa, S.E., M.Si., mengatakan dalam jangka pendek, mungkin dampak perang Israel-Iran saat ini tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan negara negara yang sedang perang kontribusinya dalam perdagangan (ekspor dan impor) dengan negara kita tidak terlalu besar.

Baca juga:  Polres Bangli Terapkan ETLE Mobile, Ini 7 Pelanggaran yang Disasar

Demikian juga wisatawan, khususnya yang datang ke Bali dari negara yang berperang saat ini juga tidak banyak. Namun, dalam jangka panjang apabila perang meluas melibatkan AS, China, Rusia dan Eropa, yaitu negara-negara yang melakukan perdagangan international dengan Indonesia yang relatif besar maka dampak ekonominya pasti signifikan khususnya terhadap barang-barang yang kita impor.

Demikian juga perang menyebabkan pasokan distribusi terganggu. Ekspor juga akan terganggu karena perang sering menyebabkan penurunan permintaan dari luar negeri.

Selain itu, perang akan mengurangi jumlah wisatawan asing masuk dalam negeri dan Bali khususnya, karena alasan keamanan dan penurunan ekonomi negara yang berperang. Terutama negara-negara pengirim wisatawan ke dalam negeri. “Kondisi ini tentu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kita. Sehingga target pertumbuhan ekonomi akan terkoreksi menurun,” ungkapnya. (Ketut Winata/balipost)

 

BAGIKAN