Petugas PLN melakukan pemeliharaan jaringan listrik. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali mengalami pemadaman listrik di seluruh wilayah secara tiba-tiba (blackout) pada Jumat (2/5). Dampaknya sangat besar hingga menjadi perhatian masyarakat nasional hingga internasional.

Kejadian ini menunjukkan rentannya Bali yang tergantung pasokan listrik dari pembangkit di Jawa. Wacana pentingnya Bali segera mandiri energi listri dengan pembangkit energi bersih, dilontarkan.

Ketua Komisi III DPRD Bali, I Nyoman Suyasa, Minggu (4/5), mendorong agar program Bali mandiri energi dengan energi baru terbarukan (EBT) segera terealisasikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.

“Ya kita Komisi III DPRD Bali mendorong agar secepatnya direncanakan dengan matang, sehingga ketersediaan energi di Bali tidak berkuranglah. Karena sekarang masih minus dari keperluan energi di Bali. Segera itu agar tidak terjadi lagi seperti kemarin, karena sangat riskan dan mengganggu sekali terhadap pelayanan, seperti di rumah sakit, bandara, hotel dan vila, dan tempat vital lainnya,” ujar legislator yang berasal dari Partai Gerindra ini.

Baca juga:  Istakari Apresiasi Perjuangan Gubernur Koster di Bidang Seni dan Budaya Bali

Suyasa mengungkapkan bahwa saat ini Bali masih sangat tergantung dengan pasokan listrik dari Jawa. Bali belum bisa memenuhi kebutuhan listrik saat beban puncak yang mencapai 1.157,6 MW. Sedangkan cadangan yang ada sekitar 1.150 MW.

“Jadi masih kurang lah. Sehingga harus ada cadangan energi yang cukup. Di sini Pemprov harus sigap untuk memperkuat cadangan energi yang ramah lingkungan. Energi baru terbarukan menjadi solusi yang baik ke depannya,” tegasnya.

Menurutnya, blackout ini seharusnya menjadi momen refleksi bersama. Sudah saatnya Bali tidak hanya dikenal sebagai destinasi wisata dunia, tapi juga pelopor energi bersih dan mandiri, sesuai filosofi hidupnya yang selaras dengan alam.

Baca juga:  WNA Masuk ke Indonesia Wajib Kantongi Bukti "Fully Vaccinated"

Sebab, selama ini energi listrik dari Jawa itu berasal dari batubara sehingga sangat menganggu lingkungan karena menghasilkan polusi.

Untuk jangka pendeknya, Suyasa menyarankan agar Pemerintah Provinsi Bali terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan PLN agar tidak terjadi kejadian serupa ke depannya. “Mudah-mudahan ke depan tidak terjadi lagi seperti itu. Kita mendorong secepatnya (Bali mandiri energi baru terbarukan, red),” harapnya.

Sementara itu, Gubernur Bali, Wayan Koster menyatakan menolak tambahan pasokan listrik 500 MW dari Paiton karena menggunakan energi kotor berbasis batubara. “Bali harus mandiri energi, menggunakan energi bersih dari alam Bali sendiri, seperti surya, air, dan bioenergi. Ini untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali,” tegas Koster dalam peluncuran Roadmap Bali Mandiri Energi Bersih pada 12 Februari 2022 lalu.

Baca juga:  Tak Punya Data PMI yang Pulang Lewat Jalur Domestik, Ini Dilakukan Gugus Tugas

Saat itu, Koster menekankan bahwa ketergantungan pada listrik dari Jawa membuat Bali sangat rentan terhadap gangguan teknis yang berada di luar kendali masyarakat Bali sendiri.

Sebagai langkah konkret, Wayan Koster menerbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih serta Pergub Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Pada 2022, ia menargetkan Bali mandiri energi berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) paling lambat tahun 2045, dengan memanfaatkan tenaga surya, air, dan biomassa.

“Transisi ini bukan hanya soal suplai energi, tapi juga menyangkut martabat dan identitas Bali sebagai pulau spiritual yang harmonis dengan alam,” ujar Koster saat itu. (Ketut Winata/balipost)

 

BAGIKAN