Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI yang digelar di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/8). (BP/Istimewa)

JAKARTA, BALIPOST.com – Tantangan global yang semakin berat, mau tak mau membuat Indonesia harus berbenah diri. Sebab, perubahan global akan memaksa semua negara untuk semakin memperkokoh kedaulatannya sebagai sebuah negara.

Menurut Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, tak ada jalan lain dalam menghadapi tantangan global tersebut selain kembali kepada Azas dan Sistem Bernegara Pancasila. “Oleh karenanya, bangsa ini memerlukan sistem ketatanegaraan dan sistem bernegara yang lebih sempurna, yang mampu memberi jawaban atas tantangan dan ancaman masa depan. Jawaban itu adalah, kita harus kembali kepada Pancasila,” tegas LaNyalla dalam pidato kenegaraannya dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI yang digelar di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (16/8) dikutip dari rilisnya.

Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan alasannya agar bangsa ini kembali kepada Pancasila. Dikatakannya, persoalan yang sesungguhnya dan paling mendasar adalah, sebagai sebuah bangsa, kita telah kehilangan saluran dan sarana untuk membangun cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa.

Sebuah cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama, seperti yang pernah kita rasakan ketika bangsa ini mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan kita. Sehingga negara ini, saat itu mampu melewati masa sulit dan ujian demi ujian dalam mempertahankan kemerdekaan.

Baca juga:  Non-Partai

“Tekad bersama memang hanya bisa dirajut melalui saluran dan sarana yang memberikan ruang kedaulatan kepada rakyat sebagai pemilik negara ini, dalam sebuah ikatan yang mampu menyatukan, mampu memberikan rasa keadilan dan mampu menjawab tantangan masa depan melalui jati diri bangsa ini,” papar LaNyalla.

LaNyalla menjelaskan bahwa Azas dan Sistem Bernegara yang dirancang oleh para pendiri bangsa, jelas dan terang benderang berdasarkan Pancasila. Yakni sistem yang mendasarkan kepada spirit Ketuhanan.

Sistem yang memanusiakan manusia. Sistem yang merajut persatuan. Sistem yang mengutamakan musyawarah perwakilan dan sistem yang berorientasi kepada keadilan sosial. “Inilah sistem yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, bangsa yang lahir dari sejarah panjang Bumi Nusantara ini,” ujar LaNyalla.

Namun sayangnya, LaNyalla menyebut sistem tersebut belum pernah secara benar diterapkan, baik di era Orde Lama maupun Orde Baru. Bahkan semakin kabur di era Reformasi, akibat amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam.

Karena faktanya, berdasarkan kajian akademik yang dilakukan beberapa profesor di sejumlah perguruan tinggi, ditemukan kesimpulan bahwa Undang-Undang Dasar hasil perubahan pada tahun 1999 hingga 2002 yang sekarang kita gunakan, telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi. “Perubahan isi dari pasal-pasal dalam konstitusi tersebut membuat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 justru menjabarkan semangat Individualisme dan Liberalisme,” terang LaNyalla.

Baca juga:  Ramadan dan Lebaran 2024, BRI Optimis Bisnis Remitansi Tumbuh hingga 25 Persen

Bahkan, kata LaNyalla, Komisi Konstitusi yang dibentuk melalui Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2002 yang bertugas melakukan kajian atas amandemen di tahun 1999 hingga 2002 telah menyatakan; akibat tiadanya kerangka acuan atau naskah akademik dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar 1945, merupakan salah satu sebab timbulnya inkonsistensi teoritis dan konsep, dalam mengatur materi muatan Undang-Undang
Dasar.

“Ini artinya, perubahan tersebut tidak dilengkapi dengan pendekatan yang menyeluruh dari sisi filosofis, historis, sosiologis, politis, yuridis, dan komparatif,” beber LaNyalla.

Oleh karena itu, LaNyalla menjelaskan jika lembaganya menyambut baik kehendak MPR RI untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan sistem bernegara, sebagai sebuah jalan keluar untuk memberikan ruang bagi bangsa dan negara ini untuk merajut mimpi bersama, guna melahirkan tekad bersama, untuk mempercepat terwujudnya cita-cita lahirnya negara ini.

Baca juga:  Suap Aparat dan Lakukan Permufakatan Jahat, Segini Vonis Djoko Tjandra

Dalam kerangka itu, LaNyalla menilai dibutuhkan sebuah sistem yang mampu mewadahi atau menjadi wadah yang utuh bagi semua elemen bangsa, sehingga benar-benar terwujud menjadi penjelmaan seluruh rakyat.

“Maka, hakikat kedaulatan rakyat benar-benar memiliki tolok ukur yang jelas di dalam ketatanegaraan kita. Di mana pada akhirnya, bangsa ini akan semakin kuat, karena pemilik kedaulatan, yaitu rakyat, berhak untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa,” ujar LaNyalla.

Dengan begitu, pembentukan jiwa nasionalisme dan patriotisme seluruh rakyat akan terbangun dengan sendirinya, untuk bersama mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. “Itulah Sistem Bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa ini. Yang kita kenal dengan nama Sistem Demokrasi Pancasila dan Sistem Ekonomi Pancasila. Sebuah sistem tersendiri. Sistem asli Indonesia, yang tidak mengadopsi sistem negara manapun,” demikian LaNyalla.

Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dihadiri Presiden, Wakil Presiden, Ketua MPR RI, Ketua DPR RI, para anggota DPR dan DPD RI, mantan Presiden dan Wakil Presiden, Menteri Kabinet, para Duta Besar negara sahabat, perwakilan Raja dan Sultan Nusantara, serta sejumlah tamu undangan lainnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN