Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro (kanan) mencium tangan Ibu korban Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage, Inosensia Antonia Tarigas (kiri) usai memberikan keterangan pers kasus polisi tertembak polisi di Polres Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023). Keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage meminta Polri transparan dalam mengusut kasus yang menewaskan anaknya di Rusun Polri, Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Bripda IMS, tersangka kasus kelalaian hingga mengakibatkan Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (IDF) meninggal dunia dijatuhkan sanksi administratif pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) alias pemecatan oleh Komisi Kode Etik Polri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Ramadhan di Jakarta, Jumat, mengatakan hasil putusan sidang KKEP juga menyatakan tindakan yang dilakukan Bripda IMS sebagai perbuatan tercela.

“Sanksi administratif berupa penempatan pada tempat khusus selama tujuh hari terhitung sejak tanggal 28 Juli sampai 4 Agustus 2023 di Ruang Patsus Biro Provos Divisi Propam Polri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri,” katanya dikutip dari Kantor Berita Antara, Jumat (4/8).

Baca juga:  Sumpah Pemuda Jadi Momentum BRI Percepat Herd Immunity

Ramadhan menyebut sidang etik terhadap Bripda IMS dilaksanakan di Ruang Sidang Divisi Propam Polri Gedung TNCC, Kamis (3/8).

Sidang dipimpin Ketua Komisi Brigjen Polisi Agus Wijayanto (Karowabprov Divisi Propam Polri) dan Wakil Ketua Kombes Polisi Rudy Mulyanto (Kabagbinetika Rowabprof Divisi Propam Polri).

Kemudian anggota komisi terdiri atas AKBP Heru Waluyo (Kasubbag Rapetika Bagbinetika Rowabprof Divisi Propam Polri), AKBP Kholiq Iman Santoso (Kasubbagbinops Bagops Densus 88 AT Polri), AKBP Endang Wrdiningsih (Kasubbag Kode Etik Bagbinetika Rowabprof Divisi propam Polri).

Dalam sidang KKEP itu, komisi sidang menyatakan Bripda IMS bersalah melanggar etik, menggunakan senjata api tanpa dilengkapi dokumen yang sah yang diperoleh dari Bripka IGD (tersangka lainnya). “Perbuatan Bripda IMS mengakibatkan tertembaknya Bripda IDF,” kata Ramadhan.

Baca juga:  Indonesia Diproyeksikan Masuk dalam Negara Pemulihan Ekonomi Tercepat Setelah Tiongkok

Komisi KKEP menyatakan Bripda IMS melanggar Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 8 huruf c angka 1, Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 5, Pasal 10 ayat (1) huruf f, Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 5 juncto Pasal 10 ayat (6) huruf a dan huruf b Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. “Terhadap putusan tersebut, pelanggar (Bripda IMS) menyatakan banding,” kata Ramadhan.

Bripda IDF tewas tertembak karena kelalaian rekan kerjanya saat memperlihatkan senjata api rakitan ilegal pada Minggu (23/7) di Rusun Polri, Cikeas, Kabupaten Bogor. Dua anggota Polri dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri ditetapkan sebagai tersangka kasus itu, yakni Bripda IMS dan Bripka IG.

Baca juga:  Seluruh Provinsi Sudah Alami Penurunan Kasus COVID-19

Keduanya dinyatakan melanggar kode etik kategori pelanggaran berat serta tindak pidana Pasal 338 KUHP. Bripda IMS dikenakan Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP dan atau Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951.

Sedangkan untuk tersangka Bripka IG dikenakan Pasal 338 juncto Pasal 56 dan atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 56 KUHP dan atau Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Keduanya terancam pidana hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara setinggi-tingginya 20 tahun. (kmb/balipost)

 

BAGIKAN