John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Sejak 1990, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menetapkan tanggal 7 Juli sebagai Hari Pustakawan Nasional. Tanggal itu bertepatan dengan terbentuknya Ikatan Pustakawan Indonesia pada 1973. Kehadiran internet telah memunculkan optimisme yang sangat tinggi terhadap kemudahan dan kecepatan akses terhadap informasi.

Di sisi lain, euforia terhadap kekuatan internet memunculkan juga pesimisme yang tinggi terhadap keberadaan perpustakaan sehingga menimbulkan pertanyaan tentang masih perlukah perpustakaan apabila kita bisa mendapatkan semua informasi melalui internet tanpa pergi ke perpustakaan?

Pustakawan yang dipandang sebagai pejuang literasi, terus berupaya bersinergi serta menjadi garda terdepan dalam mengelola dan mendistribusikan informasi kepada masyarakat pembaca. Dalam rangka itu, pustakawan dituntut untuk terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.

Bagaimana pustakawan menanggapi tantangan zaman? Era digital memerlukan kualifikasi khusus dari para pustakawan agar dapat beradaptasi dengan tuntutan dan perilaku belajar generasi digital. Berdasarkan berbagai analisis dan wacana, penulis mengasumsikan pustakawan tetap dibutuhkan.

Baca juga:  COVID-19, Pembelajaran Kehidupan

Kualifikasi pustakawan biasanya menyangkut dua aspek yakni, kemampuan profesional dan kemampuan personal. Kemampuan profesional adalah kemampuan dasar yang disyaratkan oleh profesinya untuk menjadi seorang pustakawan.

Sedangkan kemampuan personal artinya kemampuan dan keterampilan yang diperolehnya sebagai hasil pengembangan diri yang berkelanjutan agar ia dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik di era digital ini.

Kemampuan profesional dapat dibagi ke dalam kemampuan umum dan khusus. Kemampuan umum bagi pustakawan mencakup kemampuan di bidang manajemen dan organisasi informasi serta penggunaan teknologi informasi. Sedangkan kemampuan khusus sangat beragam karena berkaitan dengan tempat seorang pustakawan bekerja dan job description-nya.

Pengembangan Karier Pustakawan

Bagaimana pun pustakawan adalah titik kontak pertama dengan para pengunjung perpustakaan. Mereka melakukan inventaris terhadap koleksi perpustakaan, dan secara berkala mengaudit berbagai informasi di semua file. Pustakawan mengajarkan kepada para pengunjung tentang penggunaan database elektronik dan fungsinya sambil mengadaptasikan berbagai program baru untuk menarik para pengunjung.

Baca juga:  "Triple Roles" Perempuan Bali pada Era Modernisasi

Mereka bekerja di berbagai perpustakaan umum seperti perpustakaan daerah dan nasional atau di perpustakaan perguruan tinggi. Mengutip Kely Banks (2020), setidaknya ada tiga cara bagi seorang pustakawan untuk meningkatkan kemampuannya dan keterampilannya.

Pertama, mengambil kursus online gratis. Banyak topik kursus dan pelatihan yang menjamin fleksibilitas profesi di masa depan seperti, knowledge marketing untuk
menjaga agar para pengguna perpustakaan tetap terkoneksi dan diberi informasi tentang berbagai layanan dan program perpustakaan.

Kedua, menghadiri berbagai pelatihan dan lokakarya di luar perpustakaan, untuk memperluas wawasan, memperoleh keterampilan dan jejaring baru dengan rekan-rekan seprofesi. Bukan mustahil di ajang pertemuan semacam ini pustakawan dapat belajar tentang akses ke sumber dana dan sumber daya digital.

Baca juga:  Pustawakan Minim, Perpustakaan Harus Kreatif dan Inovatif

Ketiga, kelompok baca. Semua orang mengetahui bahwa hububangan antara pustawan dan buku itu seperti ikan dan air. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Pustakawan pasti suka membaca. Mendorong staf perpustakaan untuk menciptakan kelompok-kelompok baca dapat memberikan kesempatan untuk berefleksi dan mendiskusikan topik-topik yang sedang hangat dan berdampak pada masyarakat.

Bukan mustahil seorang pustakawan dapat menjadi seorang editor, kolumnis atau penulis opini yang andal. Terdapat banyak topik yang bisa dipelajari seorang pustakawan, entah itu mengenai perubahan iklim, literasi media atau bantuan darurat, perpustakaan selalu menyediakan ruang fisik dan wahana bagi informasi dan diskusi.

Dalam hal ini advokasi merupakan sebuah keterampilan pentingyang perlu diperoleh bagi para pustakawan, mereka sendiri perlu menjadi panutan bagi komunitas pembaca.

Penulis, Pendidik dan Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka dan Menetap di Yogyakarta

BAGIKAN