Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami. (BP/may)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami, Kamis (25/5) saat Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) mengatakan, potensi tiga dosa besar, yakni perundungan (bullying), kekerasan seksual, intoleransi, cukup tinggi di lingkungan pendidikan. Hal ini disebutnya karena literasi yang lemah.

“Seringkali bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dianggap sesuatu yang normal padahal sudah masuk dalam ranah kekerasan,” ungkapnya.

Ia memaparkan berdasarkan hasil asesmen nasional, 24,4% peserta didik berpotensi mengalami perundungan, 22,4% peserta didik dari jenjang SD- SMA/SMK juga berpotensi mengalami insiden kekerasan seksual. Selain itu, indeks kebhinekaan 59% satuan pendidikan harus ditingkatkan kebhinekaannya sehingga isu intoleransi masih menjadi isu besar yang menjadi pekerjaan rumah bangsa Indonesia.

Baca juga:  Sistem Zonasi Mencoreng Dunia Pendidikan

“Sehingga kami di Pusat Penguatan Karakter sangat gencar ingin melakukan kampanye, edukasi publik untuk menyadarkan seluruh ekosistem pendidikan tidak hanya ke pelajar tapi juga ke guru, Pemda, masyarakat, orang tua untuk memahami bentuk-bentuk kekerasan,” tegasnya.

Ia pun mengatakan area abu-abu yang sebelumnya dianggap normal diharapkan bisa dihilangkan. “Menormalisasi apa yang dirasa sebelumnya, hal-hal yang dianggap bercanda atau dapat dimaklumi, ingin kita hilangkan, area abu-abu itu ingin kita hilangkan,” jelasnya.

Baca juga:  Dunia Pendidikan Sarat Kejutan

Untuk itu, ia berupaya agar semua wilayah di Indonesia dapat mewujudkan profil pelajar Pancasila. Sebab, dipercaya akan menjadi sosok yang mampu menjawab tantangan global namun tetap memperhatikan nilai Pancasila dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pembicara dalam DKT tersebut, Dr. E. Dede Suryaman mengatakan, upaya menekan terjadinya tiga dosa besar itu sudah banyak dilakukan. Menurutnya kuncinya adalah kolaborasi yang menjadi poin dan penyemangat untuk bisa melakukan upaya-upaya pencegahan. Faktor literasi, diakuinya, masih menjadi kendala utama dalam mencegah terjadinya tiga dosa besar tersebut. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Menuju Generasi Global dengan Basis Kompetensi
BAGIKAN