Monica Oudang, Chairperson Yayasan Anak Bangsa. (BP/iah)

DENPASAR, BALIPOST.com – Persoalan sampah di kawasan pariwisata memerlukan penanganan semua pihak. Untuk itu, Yayasan Anak Bangsa Bisa (YABB), bagian dari Group GoTo, mempersembahkan kembali Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan sampah di tiga kawasan wisata, yaitu Bali, Danau Toba, dan Labuan Bajo.

Monica Oudang, Chairperson Yayasan Anak Bangsa, dalam peluncuran CCR gelombang kedua dipantau virtual dari Denpasar, Rabu (15/2) mengatakan YABB melalui CCE, mengajak para startup dan organisasi kemasyarakatan/ Civil Society Organization (CSO) untuk menciptakan inovasi yang dapat mempercepat penerapan ekonomi sirkular dan mewujudkan Indonesia bebas sampah. Tahun ini, CCE gelombang kedua akan berfokus untuk menyelesaikan permasalahan sampah melalui penerapan ekonomi sirkular.

Sampah masih menjadi salah satu isu sentral untuk membangun ketangguhan terhadap iklim. Menurut data, permasalahan sampah menyumbang 6,94% emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia, dan hal ini masih terus terjadi dari tahun ke tahun.

Baca juga:  Bali Optimis Pungutan Wisman akan Berlaku Sesuai Jadwal

Ia mengatakan YABB banyak belajar dari berbagai pihak dalam menyelesaikan masalah kompleks, yaitu solusi jangka panjang berasal dari kolaborasi lintas sektor. “Oleh karena itu, YABB meluncurkan Catalyst Changemakers Ecosystem gelombang kedua sebagai wujud dari tekad kami untuk terus menciptakan dampak yang lebih besar,” ungkap Monica.

Monica menjelaskan CCE adalah cara bagi pihaknya dalam mewujudkan komitmen untuk mempercepat transisi ekonomi sirkular menuju Indonesia bebas sampah. Melalui kolaborasi dengan para pembuat dampak, YABB menerapkan solusi berbasis ekosistem yang dapat melahirkan inovasi untuk menyelesaikan masalah secara sistemik. “Untuk mencapai tujuan tersebut, CCE memiliki tiga kegiatan utama, yaitu Link Up (bersatu), Sync Up (melebur), dan Scale Up (berkembang),” paparnya.

CCE memilih pendekatan ekonomi sirkular karena perannya yang vital dalam menyelesaikan masalah sampah dan turut berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon. Melalui pendekatan ini, CCE menghubungkan para pembuat dampak di area hulu dan hilir agar solusi yang dihasilkan dapat menjadi lebih holistik. Untuk lokasi implementasi solusi, CCE memilih kawasan pariwisata karena peran pentingnya dalam mendorong perekonomian negara.

Baca juga:  Kasus Penyuntikan Vaksin Kosong Berakhir Damai

Sementara itu, Angela Herliani Tanoesoedibjo, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia mengapresiasi inisiatif CCE. Ia mengatakan alam merupakan salah satu aset terbesar bagi pariwisata Indonesia. “Kalau kita lihat 5 destinasi super prioritas (DSP) sekarang ini, orang datang karena alam kita tidak ada duanya. Oleh karena itu, kita harus betul-betul menjaga keberlanjutan alam, salah satunya dengan penanganan sampah. Ini harus menjadi prioritas, agar nilai ekonomi pariwisata yang memiliki multiplier effect sangat besar bisa diteruskan dari generasi ke generasi,” tegasnya.

Pada November 2021, CCE dimulai dengan mengembangkan kapabilitas 33 changemakers, serta memantik kolaborasi yang mengkoneksikan sekitar 200 organisasi lewat Catalyst Changemakers Lab (Lab). Tiga kelompok changemakers yang terpilih kemudian mendapatkan pendanaan untuk mengimplementasikan solusi inovatif melalui proyek percontohan di Semarang, Bandar Lampung, dan Makassar.

Baca juga:  Disebut Modus Rampok Anggota, Koperasi Pinjam Tidak Boleh Ajukan Pailit dan PKPU

Saat ini, proyek percontohan sudah mulai membuahkan dampak nyata, sebagai bukti dari konsep ekosistem yang dimotori oleh para changemakers. Menurut Dicky Dwi Alfandy, Co-founder Gajahlah Kebersihan, yang merupakan salah satu changemakers CCE 1.0, perjalanan di dalam CCE adalah pengalaman yang paling mengubah hidupnya selama 10 tahun berkiprah sebagai pegiat lingkungan.

Dicky menambahkan CCE memberikan pengalaman yang komprehensif dan berbeda dengan inisiatif sejenis lainnya, di mana kemampuan berpikir dan teknis para peserta ditempa oleh para profesional. “Hingga kami menjalankan proyek percontohan ‘Pasaran Wawai’, kami pun terus dikawal dan dibukakan akses ke berbagai pihak di tingkat nasional sampai internasional agar proyek bisa berjalan secara berkelanjutan. Sekarang, sampah tidak lagi bermunculan ketika air pasang, dan kami optimistis bisa mencapai target untuk mengurangi timbulan sampah sebanyak 20% selama setahun,” ujarnya. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN