Tari Baris Nang Dudu asal Desa Pujungan, Pupuan ditampilkan saat Parade Budaya Nusantara, Minggu (27/11). (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Parade Budaya Nusantara (PBN) serangkaian HUT ke-529 Kota Tabanan, Minggu (27/11) diwarnai beragam kesenian khas daerah yang nyaris punah dan sakral. Bahkan kesenian ini sejatinya hanya ditarikan saat ada upacara-upacara tertentu, seperti Baris Nang Dudu dari Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan dan Baris Memedi dari Desa Adat Puluk Puluk, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel.

Kepala Bidang Kesenian Dinas Kebudayaan Tabanan, Ni Luh Nyoman Sri Suyati, S.Sn mengatakan barisan kesenian tradisional Bali, termasuk di Tabanan, terancam punah lantaran sudah sangat jarang dipentaskan. Kesenian-kesenian langka itu disebabkan karena kurangnya generasi penerus.

Namun pihaknya berupaya membangkitkan kembali kesenian langka tersebut lewat proses rekonstruksi. Dan lewat PBN ini, tarian-tarian itu bisa kembali dikenal oleh masyarakat.

Baca juga:  Pengembangan Kopi Arabica, Terbentur Dana dan Geografis

Seperti Tari Baris Nang Dudu merupakan re-interpretasi dari sebuah cerita rakyat di Desa Pujungan. Konon diceritakan Nang Dudu adalah sosok yang jahil dan tidak manusiawi sering mengganggu perkebunan masyarakat.

Nang Dudu sengaja dibunuh untuk menghilangkan sifat buruk yang mengganggu kegiatan masyarakat di daerah Pujungan. Nang berarti panggilan untuk orang laki-laki yang sudah tua, sedangkan Dudu berarti sifat buruk.

Secara filosofi menghilangkan jejak Nang Dudu berarti menghilangkan sifat buruk pada diri sendiri. Tari baris ini biasa ditarikan pada saat upacara Ngusaba Nini di Desa Pujungan. Ini, merupakan simbol penetralisir antara sifat bhuta menjadi dewapada upacara tersebut.

Baca juga:  TPA Mandung Terbakar, Tabanan Tetapkan Status Darurat Bencana

“Pada parade kali ini, musik iringan Baris Nang Dudu menggunakan instrumentasi mandolin, salah satu musik tradisional khas Pupuan. Gaya musikan dari gending Nang Dudu mengacu pada idiom ecet-ecetan khas Pupuan,” jelasnya.

Tarian sakral lainnya yang ikut tampil adalah Tari Baris Memedi dari Desa Adat Puluk Puluk, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel. Tari ini merupakan tari sakral yang merupakan bagian dari upacara Ngaben di desa adat setempat.

Tari ini, seperti dikisahkan dalam Lontar Siwagama dan lontar Anda Bhuana, menceritakan tentang kutukan Bhatara Guru dengan menguruk dirinya menjadi Kalarudra yang sangat menyeramkan. Melihat hal tersebut, Durga Dewi menjadikan dirinya Panca Durga.

Baca juga:  Saksikan Melasti, Wisatawan Padati Tanah Lot

Pertemuan antara Panca Durga yakni Raja Durga dengan Kalarudra melahirkan memedi, wong samar dan setan dedemit. Para memedi inilah mengawal Panca Durga di kuburan setra gandamayu.

Dalam kaitannya dengan upacara Ngaben, oleh Dewi Durga ditunjuk 9 memedi menjadi penari baris untuk mengantarkan roh orang yang diaben ke hadapannya untuk menuju sorga. “Kedua tari ini sudah mendapatkan sentuhan rekontsruksi, karena memang sangat langka dan hanya pada saat tertentu saja ditarikan. Bahkan untuk tari baris memedi akan diusulkan untuk menjadi warisan budaya tak benda di tahun 2023 mendatang,” ucapnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN