Prof. Sucipta. (BP/Istimewa)

Oleh I Nyoman Sucipta

Pertanian menyangkut soal pangan yang berkait erat dengan mati hidupnya sebuah bangsa serta potensial menjadi subjek tekanan dunia internasional. Dii Indonesia dalam membangun sektor pertanian melalui sistem subsidi. Subsidi sektor pertanian menjadi kebijakan yang diterapkan di banyak negara.

Subsidi di sektor pertanian menjadi instrumen kebijakan distributif pemerintah. Implementasi kebijakan subsidi diselenggarakan untuk meningkatkan kapasitas produksi petani serta bentuk komitmen pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan.

Signifikansi campur tangan pemerintah di sektor pertanian tidak dapat dipisahkan dari aspek strategis sektor tersebut dalam membangun kedaulatan bangsa. Instrumen kebijakan subsidi hadir di setiap periode pemerintahan. Di masa orde baru, selain untuk meningkatkan kapasitas produksi, subsidi diterapkan sebagai strategi demi memodernisasi pertanian.

Saat ini subsidi yang diberikan kepada sektor pertanian semakin meluas. Di era reformasi, subsidi
diberikan tidak hanya pada komponen sarana produksi petani namun juga dialokasikan atas
bunga usaha kredit program dan premi asuransi usaha tanam padi.

Baca juga:  Menguji Kekompakan Krama Bali

Subsidi di sektor pertanian adalah subsidi dari pemerintah yang dibayarkan kepada petani dan pelaku agribisnis untuk melengkapi sumber pendapatan mereka, mengelola suplai komoditas
pertanian, dan mempengaruhi permintaan dan
penawaran komoditas tertentu. Komoditas yang
disubsidi bervariasi mulai dari hasil tanaman sam￾pai hasil peternakan.

Subsidi dapat berupa secara semuanya pada suatu komoditas, atau hanya pada tujuan penggunaan tertentu. Pengaturan Subsidi Pertanian berdasarkan Perjanjian World Trade Organization dalam Hukum Nasional dan praktek di Indonesia. Implementasi dari ketentuan WTO mengenai subsidi pertanian di Indonesia sudah dilaksanakan dengan cukup baik.

Ketepatan juga menjadi sebuah kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan subsidi.
Dalam penyaluran pupuk bersubsidi, pemenuhan
atas sisi ketepatan menjadi sebuah masalah yang
relatif kompleks.

Dalam penebusan pupuk bersubsidi, kelompok tani/petani kerap berpedomanbkepada dokumen usulan kebutuhan pupuk yang disampaikan kepada pemerintah daerah. Hal ini potensial memunculkan permasalahan turunan, misal persepsi kelangkaan, mengingat alokasi riil pupuk bersubsidi kerap dibawah usulan yang diajukan kelompok tani/petani.

Baca juga:  Dari Pria Banyuwangi Meninggal di Kos hingga Tambahan Kasus COVID-19 Bali Lampaui 400 Orang

Tantangan lain yang dipandang menjadi penambah urgensi dilakukannya kajian subsidi yakni belum optimal pengawasan atas implementasi program-program subsidi. Monitoring dan evaluasi atas berjalannya program subsidi belum sepenuhnya berjalan optimal.

Subsidi yang diberikan pada usaha pertanian skala besar menyebabkan pertanian monokultur mengembang dan menjadi penyebab utama keruntuhan koloni lebah. Penyerbukan yang dilakukan oleh lebah adalah suatu jasa yang sangat penting di dalam ekosistem dan berbagai produksi pertanian, terutma hortikultura.

Dampak nyata dari subsidi pertanian di negara maju terhadap negara mengembang. Subsidi pertanian menurunkan harga pangan, yang berfaedah petani yang tak disubsidi di negara mengembang tak dapat bersaing, dan efeknya adalah semakinnya banyak kemiskinan di kalangan petani yang tak mampu berlomba dengan harga pangan yang murah.

Sementara subsidi bahan bakar minyak (BBM) tahun 2022 diusulkan naik karena tingginya harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dan penetapan Pertalite sebagai jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP). Pemerintah awalnya hanya menganggarkan Rp96 triliun untuk subsidi dan kompensasi BBM dengan asumsi ICP sebesar US$63 tahun ini.

Baca juga:  Mencari "Power Supply" Bahasa Bali

Rinciannya, Rp77,5 triliun untuk subsidi BBM dan LPG serta Rp18,5 untuk kompensasi Solar. Naiknya ICP serta penetapan Pertalite sebagai JBKP membuat pemerintah mengusulkan tambahan anggaran Rp 266,5 triliun. Secara rinci, sebanyak Rp71,8 triliun untuk tambahan subsidi BBM dan LPG, Rp80 triliun untuk tambahan kompensasi Solar, dan Rp114,7 triliun untuk kompensasi Pertalite.

Ini membuat total subsidi dan kompensasi menjadi Rp362,5 triliun. Rinciannya, Rp149,3 untuk subsidi BBM dan LPG, Rp98,5 triliun untuk kompensasi Solar,
dan Rp114,7 triliun untuk kompensasi Pertalite.

Berdasarkan fenomena tersebut dan dibandingkan dengan kebijakan pemerintah tahun ini terhadap subsidi bahan bakar minyak dengan subsidi pertanian tetap menjadi topik yang kontroversial dari sisi asal muasalnya maupun kompleksitasnya karena seringkali melibatkan perusahaan agribisnis besar yang mempunyai kebutuhan secara politik dan ekonomi.

Penulis, Guru Besar pada Prodi Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Unud

BAGIKAN