Ketut Antara menunjukkan piagam Bali Brand yang diterimanya. (BP/Kamaratih)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Ketika menyebut siobak, masyarakat Bali pasti langsung teringat dengan masakan khas Buleleng. Pasalnya, resep masakan tradisional satu ini populer di Buleleng.

Penciptanya adalah almarhum Tan Khe Lok. Ia salah satu warga keturunan Tionghoa yang lahir dan besar di Buleleng. Bahkan, racikan masakan khas warga Tionghoa itu sudah populer sejak 1963, dengan nama Siobak Babi Khe Lok.

Atas daya kreasi, dan konsistensi menjaga warisan tradisi itu, Kelompok Media Bali Post menganugerahkan Bali Brand 2021, untuk Siobak Khe Lok yang diterima Ketut Antara di Buleleng. Usaha itu kini diteruskan segenap keluarga besar keturunan almarhum Tan Khe Lok.

Ketut Antara saat ditemui di tempat usahanya belum lama ini menceritakan, almarhum bapaknya mulai menjual siobak yang menggunakan bahan dasar daging babi sekitar 1963 silam. Cita rasanya yang nikmat dan khas menyebabkan masakan satu ini digemari semua kalangan.

Sembari berjualan, almarhum mengajarkan resep ciptaannya pada anak-anaknya. Kuncinya, kata Antara, terletak ketika meracik bumbu.

Baca juga:  Anugerah Bali Brand 2019, Dari Babi Guling Sampai Sedotan Bambu

Almarhum menggunakan ramuan yang diberi nama “Loh Yang”. Ramuan itu terdiri dari kuah siobak yang dibuat dari campuran kecap manis dan kecap asin. Kaldunya dibuat dari tulang kepala babi. Selain itu, tambah Antara, almarhum juga menambah tauco dan cabai kecil. Agar bumbunya jadi kental, juga ditambah tepung maezena.

 

Untuk teknik menghidangkan, pertama daging babi yang sudah dimasak pada proses pembuatan kaldu sebelumnya ditambahkan gorengan Loh Yang, ati, kulit, hingga jeroan yang dipotong kecil-kecil. Potongan daging babi tadi lalu dilumuri bumbu, ditambah acar mentimun dan cabai potong, bagi yang suka pedas. “Waktu bapak jualan masih sederhana. Sebab hanya pakai baskom saja. Sejak diciptakan, kuncinya pada racikan bumbu. Memang almarhum bapak saya memakai ramuan khusus yang disebut Loh Yang. Ramuan itulah yang membuat siobak babi ini memiliki cita rasa tersendiri. Selain itu tidak mudah ditiru orang lain,” katanya.

Baca juga:  BK DPRD Buleleng Ingatkan Anggota Dewan Jangan Malas Ngantor

Setelah Tan Khe Lok meninggal dunia pada 1971, Antara bersama ibu dan saudaranya meneruskan bisnis makanan itu. Sejak itu, resep yang diajarkan oleh almarhum tetap digunakan sampai sekarang.

Bahkan, agar resep ini tak dibajak pihak lain, ia pun sudah mengusulkan hak paten Siobak Babi Khe Lok. Pertimbangan memakai nama almarhum ayahnya itu untuk menghormati dan mengabadikan pencipta resep tersebut. “Mungkin sudah garis tangan kami, setelah menjual siobak dan memakai warisan almarhum. Saya dan keluarga mengembangkan penjualan Siobak Khe Lok. Kakak buka di Jalan Surapati, Kampung Tinggi dan cabangnya di Jalan Amhad Yani barat. Kakak dan anaknya buka di Denpasar dan di Seririt. Semua resepnya warisan almarhum,” tegasnya.

Baca juga:  Antisipasi Dampak Erupsi, Diskes Siapkan Masker Untuk Warga Perbatasan

Diakui cita rasa siobak warisan almarhum orangtuanya itu memang populer dan dirindukan para pelangganya. Tidak saja masyarakat di Bali, tetapi juga kalangan penikmat kuliner dari kota besar di Indonesia.

Biasanya, ketika libur hari raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru (Nataru), pelanggan sengaja datang ke Buleleng untuk menyantap siobak. Bahkan, sebelum pandemi Covid-19, wisatawan mancanegara (wisman) kerap kali menikmati masakah khas warga Tionghoa itu.

“Sekarang pelanggan berangsur-angsur kembali nambah. Sebelumnya memang tidak pernah sepi. Mudah-mudahan Covid-19 segera berlalu dan situasi kembali normal. Siobak warisan orangtua kami ini tetap eksis sebagai resep kuliner tradisional dengan gizi tinggi,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN