Petani memanen padi di Badung. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ketahanan pangan menjadi isu seksi di tengah pandemi COVID-19. Kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sangatlah penting ketika terjadi pembatasan mobilitas manusia atau dalam skenario terburuk, lockdown diberlakukan. Bagaimana dengan Bali?

Ketua DPP HKTI Bali Ir. Putu Arya Sedhana, Kamis (2/4), mengatakan, ketahanan pangan Bali tergolong cukup baik. Produksi pertanian lokal khususnya beras sejatinya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Bali. Bahkan, bila teknologi dan pengolahan lahan berorientasi organik diterapkan maksimal, ia yakin produksi beras Bali jauh melebihi saat ini.

Baca juga:  Akan Diterbitkan, Pergub Tentang Pemanfaatan Produk Pertanian Lokal

Namun, dia juga menyampaikan beberapa persoalan yang menyebabkan produksi lokal belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Bali. Pada pascapanen padi misalnya, saat ini belum tersedia rice milling unit (RMU) yang mampu mengolah padi menjadi beras dengan kualitas dan kuantitas maksimal.

Dijelaskannya, kendala yang dihadapi Bali adalah di sektor hilir atau pascapanen. Dikatakannya, Bali belum banyak menerapkan teknologi hasil pertanian sehingga kualitas produk pertanian Bali masih rendah. Contohnya, Bali belum memiliki rice milling unit (RMU) canggih yang mampu menghasilkan beras kualitas premium dalam jumlah besar. Alhasil, pasokan beras berkualitas yang dicari konsumen terutama industri pariwisata, didatangkan dari luar Bali. “Bali perlu RMU canggih yang besar untuk menyerap padi petani di seluruh Bali agar petani di Bali terlindungi dari tengkulak,” jelasnya.

Baca juga:  Pertanian Bali Perlu "Blue Print"

Selama ini, masih ada padi petani yang dibeli dengan harga murah oleh tengkulak yaitu Rp 3.000 per kg. Padahal harga pokok produksi petani di Bali mencapai Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per kg. Padi itu kemudian dibawa ke luar Bali untuk digiling dan dijual kembali ke Bali dengan harga beras premium.

Tengkulak ini yang menjadi perhatiannya di HKTI. Untuk itu petani diberikan edukasi dan sosialisasi agar tidak menjual tebasan pada tengkulak yang berpotensi merugikan petani. Untuk itu HKTI bekerja sama dengan pemerintah untuk menjembatani pemasaran pertanian. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Cuaca Buruk, Penyeberangan Kusamba-Nusa Penida Normal
BAGIKAN