Ilustrasi. (BP/dok)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Berdasarkan data Balitbang Kabupaten Badung, gini ratio Kabupaten Badung meningkat dari 0,32 pada 2017 menjadi 0,34 pada 2018. Angka ini berbanding terbalik dengan program dan bantuan yang digelontorkan Pemerintah Kabupaten Badung untuk rakyatnya.

Seperti diketahui, sejumlah program prorakyat masif digelontorkan Pemkab Badung, seperti santunan untuk lansia, beasiswa, santunan penunggu pasien, bedah rumah, dan bantuan hibah. Namun, sejumlah program itu tidak serta merta menimbulkan pemerataan bagi warga Badung.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho menilai, bantuan atau program yang dilakukan pemerintah tidak secara langsung dirasakan oleh masyarakat atau membuat perubahan. Menurutnya, angka ketimpangan yang ideal juga tergantung dari pihak yang membutuhkan dan berkepentingan. Idealnya, gini ratio kecil akan menunjukkan bahwa semakin kecil ketimpangan dan semakin merata tingkat ekonomi masyarakat.

Baca juga:  Rutan Polres Badung Penuh, Para Tahanan Harus Tidur Bergiliran

Jika suatu wilayah mengalami gini ratio yang kecil atau ideal, hal-hal yang sudah dilakukan itulah yang harus terus dikuatkan. Selain itu juga dicari hal–hal yang mengganggu gini ratio ini.

Ia mengutarakan peningkatan gini ratio tidak hanya terjadi di Badung. Bali secara keseluruhan juga mengalami peningkatan.

Sementara angka kemiskinan di Bali turun menjadi 3,79 persen pada Maret 2019. “Kemiskinan yang kami rilis sebelumnya, disebut kemiskinan makro, yaitu kemiskinan yang diestimasi menggunakan sampel. Sampel yang dipilih secara statistik dan dikumpulkan informasinya secara statistik, disimpulkan statistik dan menghasilkan estimasi angkanya itu,” jelasnya Senin (5/8).

Baca juga:  Tantangan Mengeleminir Sarjana Mengganggur

Estimasi itu bermakna bahwa diduga ada kemiskinan setingkat itu. Kemiskinan itu adalah akumulasi dari aktivitas ekonomi di wilayah itu.

Pada umumnya yang disebut aktivitas ekonomi dibentuk oleh aktivitas produksi, aktivitas distribusi, adanya konsumsi, ada uang beredar, ada berbagai kebijakan ketentuan moneter dan fiskal yang berlaku di wilayah itu. Semua aktivitas itu kemudian mempengaruhi perekonomian wilayah, bukan aktivitas seketika. “Jadi, adanya produksi itu kan dimulai dari aktivitas memproduksi, adanya distribusi juga didahului dengan ketersediaan barang dan sebaran permintaan. Oleh karena itu segala macam tindakan itu tidak bisa seketika itu berakibat pada perubahan ekonomi wilayah,” jelasnya.

Baca juga:  Ditunda, Seri Kejuaraan Motocross Dunia

Menurutnya jika ekonomi wilayah itu berubah, tidak serta merta akan langsung menyentuh kemiskinan dan pemerataan. “Sehingga apa yang salah? Dilihat lagi yang miskin itu berada di wilayah mana, dari unsur apa, kemudian pembangunan yang di-create di sana sudah atau belum terjangkau oleh mereka,” bebernya.

Gini ratio Bali sendiri pada Maret 2019 yaitu 0,3666, meningkat dibandingkan September 2018 yang mencapai 0,364. Ketimpangan Maret 2019 ini merupakan tertinggi kedua yang pernah dialami Bali.

Pada Maret 2018, indeks ketimpangan Bali sempat menyentuh 0,377. Ukuran ketimpangan adalah semakin mendekati 1 indeks ketimpangan suatu wilayah semakin tinggi. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *