Pengerajin Dulang di Desa Petandakan. (BP/Yud)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Suasana bengkel kerajinan kayu kecil yang terletak di gang sempit, di Desa Petandakan, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, tak pernah sepi dari aktvitas pembuatan kerajinan dulang kayu. Enam pekerja tampak sibuk memotong kayu, mengukir, hingga memasang hiasan pada dulang yang dipesan para pelanggan.

Perajin dulang kayu, Gede Mertasariada, dari usaha kerajinan yang digelutinya ini, kini berhasil meraup omzet hingga belasan juta rupiah setiap bulan. Usaha yang dirintis sejak tahun 1997 itu kini tidak hanya mengubah hidupnya, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi sejumlah tetangganya.

Awalnya, Mertasariada membuat berbagai produk kerajinan untuk kebutuhan pariwisata. Namun, setelah tragedi Bom Bali, sektor pariwisata terpuruk dan usahanya ikut terkena dampak.

Baca juga:  Gubernur Pastika Yakinkan Bali Aman Dikunjungi Liburan Nataru

“Akhirnya saya mencoba membuat dulang dari kayu dan batok kelapa. Dulu saya bikin mangkuk dan berbagai kerajinan lain untuk wisatawan. Dulang ini baru mulai saya buat sekitar tahun 2007, setelah pariwisata lesu akibat bom Bali. Sejak itu saya fokus di sini sampai sekarang,” ujarnya.

Usaha yang diberi nama “Nyiur Indah” itu kemudian berkembang pesat. Setiap bulan, ia mampu memproduksi hingga 300 dulang yang dipasarkan ke berbagai wilayah di Bali. Namun, pandemi Covid-19 sempat memukul keras usahanya. Produksi berhenti selama empat bulan dan jumlah tenaga kerja pun harus dikurangi.

Meski begitu, Mertasariada tidak menyerah. Ia bangkit dengan memanfaatkan media sosial untuk memperluas jangkauan pasar. Kini, dulang hasil kreasinya tidak hanya diminati di Bali, tetapi juga dipesan oleh pembeli dari luar pulau.

Baca juga:  Jokowi Bertolak ke NTB dan Bali, Ini Agendanya

“Sekarang produksi memang berkurang karena tenaga kerja juga berkurang. Dulu ada 20 orang, sekarang tinggal tujuh setelah Covid-19. Pengiriman kebanyakan ke Gianyar, Klungkung, Denpasar, dan Negara. Kalau ke luar Bali, biasanya lewat pesanan di media sosial,” jelasnya.

Mertasariada mengakui, persaingan kini semakin ketat dengan munculnya perajin dulang berbahan fiber. Namun, produk Nyiur Indah tetap memiliki tempat tersendiri di hati pelanggan karena mengutamakan bahan alami dan kualitas pengerjaan yang rapi.

“Sekarang produksi sekitar 50 dulang per minggu, tergantung jumlah tenaga yang ada. Model dan ukurannya bervariasi,” katanya.

Baca juga:  Wasit Jadi Pengepul Togel, Ini Omzetnya

Harga setiap dulang dibanderol mulai dari Rp200 ribu hingga Rp 500 ribu, tergantung ukuran dan motif. Saat ini, ia telah memiliki sekitar 20 model dulang dengan sentuhan seni khas lokal.

Dalam proses pembuatannya, bahan utama yang digunakan adalah kayu mangga atau kayu soar. Kayu dipotong sesuai ukuran, dibentuk menggunakan mesin bubut, kemudian diberi obat anti-rayap dan dikeringkan dalam oven agar lebih kuat dan tahan lama. Setelah itu, dilakukan proses pemasangan variasi, pendempulan, hingga tahap finishing untuk menghasilkan permukaan yang halus dan mengkilap.

“Untuk bahan tidak ada kendala, semua dari kayu lokal. Biasanya pakai kayu mangga, sekarang kadang campur kayu soar. Kualitasnya tetap sama,” pungkasnya. (Yudha/Balipost)

BAGIKAN