
MANGUPURA, BALIPOST.com – Kemajuan pariwisata Bali ternyata membawa efek negatif terhadap ketahanan Pulau Dewata ini. Kini sindikat transnational crime sudah merambah Bali, di antaranya jaringan narkoba internasional yang bisa melumpuhkan masyarakat Pulau Seribu Pura ini. Hal itu diungkapkan Kepala BNN, Komisaris Jenderal (Komjen) Pol. Dr. Marthinus Hukom, S.I.K., M.Si. di Gedung Widya Sabha Kampus Unud, Jimbaran, Selasa (15/7).
Dikatakannya, banyak kasus yang melibatkan WNA di Bali, di antaranya penembakan, pembunuhan dan narkoba. Ini membuktikan bukan pembunuhan biasa atau dendam biasa tapi kejahatan transnasional. “Ada geng motor dan sindikasi narkoba masuk Bali,” tegasnya.
Marthinus mengatakan sindikat narkoba internasional beraksi di Bali berasal dari Rusia dan Ukraina.
“Di Bali mereka bersatu untuk mengedarkan barang haram itu dengan modus pengguna tidak bertemu dengan penjual karena transaksi lewat media sosial (medsos). Sedangkan transaksi menggunakan mata uang digital. Oleh karena itu BNN dan penegakan hukum lainnya agak kesulitan membongkar jaringan tersebut karena rumit,” sebutnya.
Menurutnya Bali jadi pasar karena pusat sebagai wisata dan rekreasi. Diakuinya peredaran narkoba saat ini menggunakan orang lokal.
Bahkan ditemukan laboratorium clandestine di Bali menghasilkan zat adiktif dan kebuh ganja menggunakan polybag. Oleh karena itu Bali di samping terkenal sebagai pusat wisata, juga jadi tempat melakukan kejahatan.
Dia minta menjaga Bali dengan baik. Dia percaya adanya kearifan lokal bisa menjaga Bali dari kerusakan.
Sementara itu hasil survei menunjukan prevalensi jumlah pengguna narkoba di Indonesia 3,33 juta orang dan remaja sebagai pengguna barang terlarang ini 312 ribu orang. Para remaja ini menjadi pangsa pasar potensial dan jadi multi level marketing.
Oleh karena itu di kampus Kepala BNN Marthinus Hukom berharap moral anak manusia dibangun, bila perlu usir siapa saja yang mencoba intervensi mahasiswa memakai narkoba.
Terkait adanya desakan ganja dilegalkan karena dinilai untuk pengobatan, Komjen Marthinus menegaskan tidak setuju. Kalau memiliki legalisasi itu artinya memberikan ruang seluas-luasnya. Karena legalisasi segala sesuatu yang merusak terutama narkoba harus ada pertimbangan-pertimbangan teknisnya.
Ia menambahkan jika dibilang bermanfaat untuk kesehatan, harus ada penelitian empiris yang sangat konkret. (Kerta Negara/balipost)