Viraguna Bagoes Oka. (BP/kmb)

Oleh Viraguna Bagoes Oka

Bali yang sudah kesohor dan dikenal mendunia sebagai Pulau Seribu Pura atau Pulau Dewata era tahun 1970 – 1980-an digandrungi oleh wisatawan manca negara. Keindahan alamnya yang unik dan harmoni, budaya dan adat istiadatnya yang mempesona menjadi daya tarik tersendiri.

Sumber kehidupan dan mata pencaharian masyarakat Bali kala itu ditopang sepenuhnya oleh kekayaan alam serta bersumber dari pertanian dan didukung sistem  subak. Ini membuat Bali mendunia. Dampaknya produktivitas pertanian Bali serta serta hasil perkebunan Bali menjadi komoditi ekspor.

Selain itu, perilaku dan keramah tamahan masyarakatnya berlandaskan “Tatwa (nilai/norma luhur dan karma), Susila (etika dan perilaku berbasis Tri Kaya Parisuda) serta Upakara (berbasis persembahan tulus ikhlas)” semakin membuat Bali memiliki taksu sebagai destinasi pariwisata.

Era 1980-1990-an Bali bertumbuh pesat di berbagai bidang mulai pertanian, perkebunan hingga pariwisata yang bergerak maju bak gadis cantik idaman wisatawan mancanegara. Kondisi ini muncul slogan wisman kala itu “I want to live and die in Bali”.

Berlanjut pada 1990-2000 menjadi puncak keemasannya Bali. Pada era 1990-2000-an Bali mendapat julukan “Bali Sorga Dunia dan Bali yang tak ada matinya”.

Bali diserbu berbagai kalangan dari manca negara dan wisatawan domestik untuk tujuan bisnis pariwisata,  perdagangan, jasa, hiburan/travel. Bisnis investasi properti, spekulan tanah hingga bisnis kuliner serta bisnis gaya hidup (life style/leisure) juga tumbuh pesat.

Di Era 1990-2000an ini, migrasi dan urbanisasi penduduk memasuki Bali tak terbendung untuk hidup dan menetap serta ingin mengadu nasib untuk hidup masa tua dan mati di Bali.

Baca juga:  Mazhab Baru 100 Hari Pemerintahan Prabowo

Puncak dari urbanisasi menyerbu Bali terjadi saat pecahnya kerusuhan sosial/rasial tahun 1998 sebagai dampak krisis moneter 1998. Bali dianggap paling aman dan paling damai untuk melanjutkan kehidupan pascakrismon. Ini membuat Bali menjadi tujuan utama destinasi wisman dam wisdom. Bahkan setelah terjadi tragedi Bom Bali 1 dan Bom Bali 2 tahun 2002, tanpa dampak yang berarti, cepat dan pasti Bali telah tetap menjadi incaran wisman dan wisdom.

Dampaknya bagi masyarakat Bali di era ini, sangat mudah bisa ditebak, masyarakat Bali sangat menikmati perubahan ini dan terbuai oleh situasi yang ada dan secara pasti masyarakatnya mulai bereuforia meninggalkan pertanian/perkebunannya yang dianggap kurang atau tidak bergengsi untuk menyongsong gaya hidup hedonis/mentereng sebagai pelaku pariwisata modern antara lain dengan perilaku serba ingin cepat/instant kaya meninggalkan/ menjual lahan pertaniannya yang harga jualnya bak berlian untuk menjadi milyarder dadakan yang berakibat fatal dan mewujudkan potensi bom waktu dahsyat bagi krama Bali dan kerabat serta keturunannya di masa depan. Budaya hidup konsumtif dengan selera tinggi akhirnya membuat alih generasi mengalami budaya hidup yang lebih mahal, karena standar hidupnya juga meningkat. Kondisi ini akhirnya juga memicu alih fungsi lahan dan transaksional sebagai cara praktis untuk memenuhi gaya hidup hedon.

Di lain pihak, animo besar dari masyarakat kita saat ini juga bergeser drastis. Dari orientasi berkarya produktif dan mulai sesuai tatwa, susila dan upakara kearifan lokalnya Bali yang sangat mulia, bergeser ke budaya happy, pragmatis dan citra diri. Kekuasaan juga menjadi identitas yang dibanggakan. Dampaknya muncul keinginan kuat hidup lebih nyaman.

Baca juga:  Sudah Tahu Belum? Ini Pura Sad Kahyangan Jagat yang Merupakan Sendi Pulau Bali

Di kalangan generasi muda Bali juga terjadi pergeseran minat. Generasi muda saat ini kebablasan beralih profesi pragmatis menjadi politisi  yang silau dengan jabatan, kekuasaan dan materi. Mereka terjun ke dunia politik dengan bekal karakter kekuasaan yang minim dan masuk pada ruang-ruang kehidupan untuk bisa menjadi pemimpin dan penguasa masa depan. Ini dianggap sebagai profesi yang lebih bergengsi dan mapan.

Bagaimana menyikapi dan mengatasi semua permasalahan akut yang sudah membudaya di kalangan masyarakat Bali? Saat ini sudah saatnya kita wajib untuk mengambil langkah-langkah dan terobosan serta upaya mendasar antara lain dengan mengedepankan pendidikan karakter berbasis perilaku (attitude); kebisaaan/etika (habit); budaya kerja (culture) dan berkarya produktif berbasis dunia usaha (business oriented). Bagi generasi muda kita sejak usia dini sabagai prasyarat mewujudkan impian seluruh rakyat Indonesia menuju politik kekuasaan atau kepemimpinan nasional yang kompeten, kredibel, berintegritas dan terpercaya menyongsong Indonesia Emas 2045.

Adapun prasyarat bagi generasi muda kita yang perlu diterapkan sejak usia dini adalah proses pendidikan berjenjang yang antara lain berbasis perilaku atau sikap. Sejak usia dini generasi muda sudah terbiasa disiplin, kreatif, konsisten dan membiasakan diri bersikap, berperilaku, berkomitmen untuk menyiapkan dan mengerjakan segala aktivitasnya yang tidak mengandalkan bantuan orang lain.

Kebiasaan atau komitmen (habit) tahap selanjutnya untuk perduli kebersihan lingkungan dan perawatan sarana pendukung di tempat tinggal. Hal ini akan menjadi kebiasaan tertib dan rapi setiap hari sebelum keluar rumah/ beraktifitas di luar rumah untuk menjadi tangguh di dunia nyata (street smart).

Baca juga:  Pendidikan dan Capaian Pembelajaran Lulusan

Budaya (culture) mumpuni dan mampu bertindak efisien/efektif, cermat, jujur dan perduli sesama untuk senantiasa berkarya produktif berjiwa petarung yang penuh kegairahan, kegembiraan dan berhasil guna. Selanjutnya membangun budaya wira usaha (businessman oriented), yaitu mewujudkan budaya businessman teladan sebagai way of life.

Dan manakala telah berhasil menjadi wirausaha mandiri, dilanjutkan dengan mengelola peluang untuk bisa bertumbuh berpenghasilan secara bertahap cukup dan mampu berbisnis mandiri. Ini pada gilirannya bisa menjadikan generasi muda businessman panutan yang sukses sebagaimana yang dicontohkan dalam business model 4 qudrannya Robert T Kiyosaki yang terkenal dalam bukunya  “Rich Dad dan Poor Dad” yaitu bisa mencapai tahap puncak sebagai investor sejati.

Mewujudkan tahap bebas keuangan (financial freedom) adalah tingkatan kehidupan Robert T Kiyosaki (Tahap 4: status materi berkecukupan/mapan dan cukup modal). Inilah saat yang tepat bersiap memulai terjun langsung menjadi politisi sejati yakni politik dengan prinsip kebenaran atau kepatutan.

Pemimpin Bali ke depan hendaknya mau melakukan terobosan sebagaimana yang telah ditempuh dan dilakukan secara nyata oleh pemimpin Jawa Barat seperti KDM (Kang Dedi Mulyadi). Agar Bali bisa kembali bangkit kepada nilai-nilai dengan semangat serta ke kekuatan yang diwariskan oleh para leluhur kita berlandaskan Tatwa, Susila dan Upakara dan Tri Kaya Parisudha serta Tri Hita Karana.

Penulis, praktisi perbankan, akademisi dan pengamat ekonomi.

BAGIKAN