Johannes Weissenbaeck (tengah) menyampaikan potensi Bali dalam mengembangkan hunian wellness. (BP/iah)

TABANAN, BALIPOST.com – Bali memiliki potensi dalam menggarap hunian berkonsep “wellness” mengingat segmen ini makin populer di industri properti dunia. Modal dalam pengembangan hunian wellnes ini adalah filosofi dan budaya yang selama ini dijalankan masyarakat Bali turun temurun. Demikian disampaikan sejumlah praktisi industri properti dalam jumpa pers yang digelar Rabu (6/5) di Nuanu Creative City, Tabanan.

Salah satu pelaku industri properti, Johannes Weissenbaeck mengutarakan Bali telah lama identik dengan kesehatan dan kebugaran. Ini, juga yang menjadi daya tarik bagi wisatawan dan investor gaya hidup yang mencari keseimbangan, ketenangan, dan kehidupan holistik untuk mengunjungi Bali.

“Namun, hingga saat ini, konsep hunian yang berfokus pada kebugaran, terutama di segmen premium dengan status hak milik, sebagian besar belum tersentuh di Indonesia,” ungkap Johannes yang merupakan CEO Founder dan CEO OXO Group Indonesia.

Mengutip data Global Wellness Institute, lanjutnya, industri properti wellness ini meningkat dari 225 miliar dolar AS pada 2019 menjadi 438 miliar dolar AS pada 2023. Diproyeksikan, nilainya mencapai lebih dari 913 miliar dolar AS pada 2028.

Baca juga:  Biaya Pendidikan Jadi Pendorong Inflasi di Bali, Ortu Perlu Lakukan Perencanaan Keuangan

Untuk itu, pihaknya sedang mengembangkan properti wellness pertama di Bali. Mengambil lokasi di Pantai Nyanyi, Tabanan, properti yang dikembangkan memadukan praktik kesejahteraan dan kebugaran holistik ke dalam kehidupan sehari-hari.

Pria kelahiran Austria yang sudah belasan tahun menetap di Bali ini mengatakan pihaknya berupaya menciptakan ruang yang menginspirasi, menyembuhkan, dan meningkatkan pengalaman kesehatan yang menetapkan standar baru untuk kehidupan neo-luxury di Bali.

“Visi kami adalah menciptakan hunian tempat para penghuni untuk dapat berkembang—secara fisik, mental, dan emosional—sambil dikelilingi oleh keindahan alam Bali,” ungkap pengusaha yang mengelola portofolio lebih dari 100 properti di seluruh Bali dan total pengembangan senilai Rp 1.000 miliar ini.

Sementara itu, arsitek asal Austria, Chris Precht, memuji kearifan lokal dan kekayaan budaya yang dimiliki Bali. Ia pun sepakat jika sejumlah konsep arsitektur Bali mencerminkan cara hidup sehat yang dianut masyarakatnya dan bisa diaplikasikan dalam hunian wellness ini.

Baca juga:  Visit to Gilimanuk Bay Increases on Long Holidays

“Arsitektur harus mengekspresikan tempat dan waktunya. Contohnya di Bali, itu berarti merancang untuk beradaptasi dengan sinar matahari, curah air hujan, ritual budaya, dan alam sekitar. Saatnya menciptakan bangunan yang fleksibel dan adaptif yang mencerminkan cara hidup manusia yang sebenarnya,” terang Chris yang merancang OXO The Pavillions, hunian berkonsep wellness pertama di Bali.

Chris menekankan bahwa setiap material dan bentuk harus mencerminkan identitas Bali, memanfaatkan sumber daya lokal dan palet alam. Seperti yang diterapkannya pada 24 unit paviliun berkonsep aristektur rumah Bali yang digarapnya.

Diakuinya konsep arsitektur lokal dipadukan dengan ketepatan Eropa menghadirkan sebuah hunian yang tetap memiliki DNA alam dan budaya Bali.

Filosofi dari Bali yang juga menjadi modal dalam pengembangan hunian wellness ini adalah Tri Hita Karana. Disampaikan Lev Kroll, CEO Nuanu Creative City, THK merupakan konsep berkelanjutan dari Bali yang harus diterapkan dalam mendukung upaya pemerintah menghadirkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan serta memperkuat posisi Bali sebagai destinasi premium.

Baca juga:  Special Event, Ngurah Rai International Airport to Be Re-dedicated as a Sri Chinmoy Peace Airport

“Setiap proyek dirancang untuk melayani tujuan yang lebih besar, di luar pengembangan properti. Kami menyusun proyek dan investor yang sejalan dengan nilai-nilai kami dalam keberlanjutan dan penghormatan budaya jangka panjang. The Pavilions merupakan cerminan dari visi tersebut,” sebutnya.

Pihaknya pun menerapkan filosofi THK ini dalam kota kreatif seluas 44 hektare yang terletak di Pantai Nyanyi, Tabanan itu, pihaknya hanya mengembangan 30 persen dari total lahan. Ekosistem terpadu ini, ungkapnya memadukan pendidikan, seni-budaya, kesehatan, hiburan, dan kehidupan yang terinspirasi alam, yang menawarkan pengalaman transformatif bagi komunitas kreator, pemimpin, dan penggerak perubahan yang dinamis. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN