Ilustrasi pekerja perusahaan farmasi beraktivitas memproduksi obat. (BP/Dokumen)

JAKARTA, BALIPOST.com – Obat sirup mengandung paracetamol dikaitkan dengan gangguan ginjal akut di Indonesia. Bahkan, muncul narasi untuk menyetop sementara penggunaannya.

Namun, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengklarifikasi narasi itu. “Dari 192 kasus gangguan ginjal akut di Indonesia, belum ada satu pun yang mengerucut pada satu konklusi tunggal,” kata Piprim dikutip dari Kantor Berita Antara, Selasa (18/10).

Ia menyebut belum ada konklusi paracetamol dikaitkan dengan penyakit itu. Piprim yang merupakan dokter spesialis anak itu mengatakan IDAI bersama Kementerian Kesehatan RI masih mendalami sejumlah teori yang berkaitan dengan gangguan ginjal akut di Indonesia.

Teori yang dimaksud di antaranya pengaruh Adenovirus pada penyintas COVID-19, Leptospirosis, hingga campuran dietilen glikol dan etilen glikol pada bahan pelarut obat sirup mengandung paracetamol yang diduga sebagai pemicu kematian balita di Gambia, Afrika.

Baca juga:  Pentingnya Perlindungan Hukum Bagi "Balian"

“Pelajaran kasus di Gambia, kandungan etilen glikol di pelarut obat batuk sirup banyak memicu kejadian gangguan ginjal akut. Saat itu distop, kasusnya menurun,” katanya.

Atas laporan itu, IDAI sebagai organisasi yang mewadahi dokter spesialis anak di Indonesia memiliki tanggung jawab profesi untuk memberikan perlindungan maksimal kepada anak dari segala risiko penyakit.

Salah satunya dengan menjadikan informasi yang terjadi di Gambia sebagai sarana edukasi kepada masyarakat untuk merasionalkan penggunaan obat serta membiasakan diri untuk berkonsultasi kepada dokter terkait konsumsi obat.

Baca juga:  Ada Sinyal Peningkatan Kasus COVID-19 di Jawa-Bali

“Kalau IDAI adalah kewaspadaan dini. Kasus gangguan ginjal akut yang tidak selamat juga banyak. Apapun yang ada kecurigaan, harus waspada,” katanya.

Menurut Piprim, pihaknya tidak memiliki kapasitas untuk menyetop penggunaan obat, melainkan memberi anjuran kepada masyarakat untuk lebih bijak mengonsumsi obat, termasuk kepada anak.

Gejala demam pada anak, kata Piprim, adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk mengusir virus, sehingga bisa diupayakan dengan kompres hangat. “Jangan keburu berikan obat,” katanya.

Ia mengatakan, paracetamol yang beredar bebas di pasar Indonesia saat ini belum tentu menjadi sebab gangguan ginjal akut di Indonesia.

“Sebagai contoh, pagi tadi saya dihubungi salah satu ibu empat anak. Beliau bilang anaknya usia 7 bulan wafat,” katanya.

Baca juga:  Belasan Anggota Kodam IX/Udayana Meninggal COVID-19, Ratusan Masih Dirawat

Anak yang wafat tersebut memiliki tiga kakak dengan gejala demam yang sama. Yang membedakan, kakaknya mengonsumsi obat mengandung paracetamol, sementara adik mereka yang wafat tidak. “Buktinya yang minum paracetamol tidak apa-apa. Yang meninggal malah yang tidak mengonsumsi paracetamol,” katanya.

IDAI tetap membolehkan masyarakat untuk mengonsumsi paracetamol selama memenuhi anjuran dokter jika mengalami gejala demam, sebab hasil penelitian terkait gagal ginjal akut belum konklusif di Indonesia. “Kalau sudah ada hasil temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menyatakan produk tertentu mengandung bahan berbahaya, silakan,” katanya. (kmb/balipost)

BAGIKAN