Sebuah terowongan ditemukan di lokasi proyek pembangunan Bendungan Tamblang di perbatasan Kecamatan Kubutambahan dengan Kecamatan Sawan. (BP/ist)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Sebuah terowongan tua ditemukan di lokasi inti proyek pembangunan Bendungan Tamblang di perbatasan Kecamatan Kubutambahan dengan Kecamatan Sawan. Diduga, terowongan dengan panjang lebih dari 480 meter itu merupakan peninggalan zaman Belanda.

Dari penelusuran sementara, terowongan itu dibangun untuk menunjang irigasi pada tradisi subak di Desa Sawan dan sekitarnya. Tenaga Ahli Geologi Proyek Pembangunan Bendungan Tamblang Heri Suwundo Kamis (3/12) mengatakan, secara tidak sengaja pekerja menemukan terowongan itu pada Sabtu (28/12) yang lalu.

Saat itu, pekerja sedang menggali tanah untuk membangun pondasi bandungan. Dari penggalian tanah pada kedalaman sekitar 40 meter ditemukan lubang. Lubang itu ditemukan tepat pada lokasi inti yang dijadikan areal genangan air pada proyek Bendungan Tamblang. Posisinya trowongan itu menyebrang pada AS di bawah pondasi bendungan.

Setelah menemukan lubang itu, aktifitas penggalian dihentikan sementara, sembari memastikan keberadaan lubang tersebut. Setelah ditelusuri, ternyata lubang itu terowongan bawah tanah berusia tua. Untuk memastikan temuannya itu, pihaknya kemudian menyusuri ke dalam terowongan itu.

Baca juga:  Lontar Bali di Museum Leiden Belanda Hanya Salinan

Heri Suwundo kemudian mengumpulkan keterangan dari aparat desa dan tokoh masyarakat di sekitar lokasi proyek. Menurut informasi, terowongan itu diperkirakan dibangun pada jaman Belanda.

Selain itu, dari konstruksinya bendungan ini dibangun dengan beberapa cabang. Hanya saja, konstruksinya belum 100 persen terbangun dan belum sempat difungsikan untuk mengalirkan air Sungai (Tukad) “Aya”.

Selain itu, pihaknya juga mendapat informasi warga kalau pembangunan terowongan tua itu karena terhalang oleh bebatuan keras. Apalagi, karena keterbatasan peralatan pada masa itu, sehingga pengerjaan konstruksinya dihentikan. “Ini towongan tempo dulu peninggalan leluhur dan belum tuntas karena alurnya terhalang bebatuan keras dan belum sempat difungsikan,” katanya.

Terkait lokasi towongan, hal itu masih dikonsultasikan dengan pimpinan proyek ini. Namun demikian, untuk terowongan yang tepat di bawah pondasi AS bangunan bendungan dipastikan tidak bisa diselamatkan.

Baca juga:  Banyak Jalur Tikus, Indonesia Rawan Penyelundupan

Kalau torongan itu dibiarkan bisa saja menyebabkan kebocoran pada areal genangan pada bendungan. Untuk itu, pihaknya akan kembali melacak lebih lanjut terhadap jalur trowongan yang melintasi areal genanganan bendungan.

Sedangkan, untuk alur terowongan di luar lokasi inti, pihaknya memastikan akan bisa dipertahankan. Warisan peninggalan zaman Belanda ini pun bisa menjadi daya tarik wisata yang dijadikan satu dengan bendungan.

Selain wisata alam, wisata sejarah dan edukasi bisa dikembangkan dengan bukti trowongan itu. Di mana tradisi subak pada masa lampau sudah terbentuk di Bali, sehingga penting untuk dilestarikan dan diteladani.

“Terowongan di bawah pondasi untuk genanganan air kalau dibiarkan maka akan memicu kebocoran, dan kami masih lakukan penelitian dulu dan menunggu instruksi pimpinan proyek, Tapi kalau di luar lokasi inti saya kira bisa dipertahankan untuk dijadikan pendukung di obyek bendungan yang dibangun ini,” jelasnya.

Baca juga:  Pemkab Buleleng Buat Rumah Sakit Isolasi Pasien COVID-19

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Buleleng Gede Dody Sukma Otavia Askara mengatakan, menyusul temuan terowongan zaman Belanda itu pihaknya secepatnya akan berkordinasi dengan pelaksana proyek, Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan lembaga terkait. Ini penting karena terowongan itu warisan pada masa sejarah. Sehingga perlu ada kebijakan untuk menyelamatkan, sehingga warisan leluhur itu tetap ada untuk diketahui para generasi penerus Bangsa.

Meski demikian, terowongan yang ditemukan itu bisa saja akan menjadi daya tarik wisata sejarah, di mana pengembangannya potensial untuk dijadikan satu dengan salah satu fungsi pembangunan bendungan yaitu sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW). “Kami akan kordinasi dulu, karena bagaimanapun terowongan ini warisan leluhur yang wajib kita lestarikan agar tidak punah,” katanya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *