Ilustrasi. (BP/Putu Sudarsana)

Pro – Kontra muncul di kalangan netizen dalam menanggapi pemberitaan tentang desa adat didorong membuat pararem mengenai penggunaan buah lokal dalam mayadnya yang diposting di akun Facebook @balipost. Netizen yang kontra menilai tidak perlu ada aturan mengikat karena ini masalah pilihan dan kemampuan masing-masing warga.

Pasokan buah lokal juga masih meragukan terutama ketika permintaan sedang tinggi. Masyarakat tidak mempersoalkan mau lokal atau impor asalkan barangnya ada dan harga terjangkau. Sementara bagi yang pro, berharap desa adat segera menyusun pararem.

Aturan adat dinilai lebih efektif untuk mengajak warga memanfaatkan buah lokal. Belum lagi ada sanksi sosial bagi warga yang tak taat. Secara teknis, pararem akan menyempurnakan Perda No. 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal dan Pergub No. 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali. Pararem lebih fokus pada sisi konsumen yang dalam hal ini krama desa adat.

Baca juga:  Gunung Agung Makin Sering Erupsi

Permintaan diyakini naik signifikan jika sebagian besar krama menggunakan buah lokal saat upacara keagamaan. Meski ada pro dan kontra terhadap pararem buah lokal, sejatinya masyarakat sepakat buah lokal tidak boleh lagi dianaktirikan. Pandangan miring tentang buah lokal harus dijawab dengan peningkatan kualitas mulai dari hulu hingga pemasaran.

X Sumargentjo

Setuju. Agar gak buah lokal justru merosot harganya di pasaran. Kapan petani bisa maju. Kalau bisa, bukan hanya pararem untuk buah saja.

Agung Skip

Majukan pertanian sehingga masyarakat bisa memenuhi kebutuhan pangan dan bebantenan sendiri atau dengan harga terjangkau.

Mastika Ketut

Baca juga:  Bersatu Selamatkan Danau Batur

Kalau harga terjangkau, kenapa tidak dan juga kalau pasokan tersedia.

Agus Maryana

Gak usahlah, orang berbelanja itu hak asasi alias bebas, kadung impor kadung lokal itu juga tergantung selera dan kantong. Gak usah sampai ngatur hak privasi. Adat dan agama kita sudah kompleks, jangan ditambah-ditambah lagi. Beragama sebaiknya dipermudah bukan dibikin ruwet.

Kadek Suyatni

Selain mahal, petani kita tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumen terutama untuk yadnya di Bali yang sangat tinggi kebutuhan akan buah. Selain itu, musim panen tidak seperti buah impor yang musim panennya sepanjang masa.

I Nyoman Agustina

Sedikit-sedikit pararem, buat hidup sendiri susah.

Syarif Tjateng

Seingat saya, tahun 1998 belum ada buah impor dan semua juga berjalan lancar. Yuk cintai produk dalam negeri.

Baca juga:  Hadapi COVID-19, Bali Diminta Pastikan Cadangan Pangan

Yoshino Maeda

Beli yang murah saja. Mau lokal, mau impor, asal punya uang bisa milih. Kalau beli beras saja sudah puyeng, beli saja yang paling murah. Tuhan tidak bertanya dari mana asalnya pisang ini.

Saputra Jaya Pratama

Kalau mencukupi dan harga terjangkau, gak masalah.

Wongso Krisis

Buah lokal juga mahal. Contoh pisang.

Utama Made

Pararem apa, buah saja tidak ada. Jangan terlalu banyak teori.

Karang Arsana

Pisang didatangkan dari luar Bali, bagaimana bisa membuat pararem? Kecuali pisang khas Gianyar yang dipakai.

Ni Wayan Budiari

Buah lokal terlalu mahal.

Ida Bagus Putra Adnyana

Saat Tumpek Uduh, bantenin tumbuh-tumbuhan supaya berbuah lebat biar bisa dipakai saat Galungan. Ketika Galungan tiba, semua justru memakai buah luar daerah sampai luar negeri.

BAGIKAN