SEMARAPURA, BALIPOST.com – Bali sudah mulai diguyur hujan lebat dalam sepekan terakhir. Bahkan, hujan mengakibatkan sejumlah daerah mengalami bencana tanah longsor.

Tetapi, beda dengan wilayah Kepulauan Nusa Penida. Sejumlah desa malah sama sekali belum turun hujan. Seperti di Desa Sekartaji, kekeringan di sana membuat warga setempat harus rela berbagi air bersih dengan ternak sapi.

Bahkan, lantaran sangat terdesak, ada pula warga setempat yang menjual ternak sapinya hanya untuk membeli air. Tokoh masyarakat setempat Wayan Suarta, Senin (4/11), mengatakan meski di daerah lain sudah turun hujan, tetapi di desa ini sama sekali belum turun hujan.

Selain Desa Sekartaji, anggota dewan dari Fraksi Gerindra ini mengatakan dua desa lainnya, yakni Desa Tanglad dan Pejukutan juga mengalami hal yang sama. Ini membuat warga sekitar terus mengeluh. “Terakhir, turun hujan hanya di daerah barat Nusa Penida saja, di antaranya di Desa Toyapakeh dan Sakti. Sedangkan bagian selatan dan timur, masih sangat panas,” kata Suarta.

Baca juga:  Bangkai Ogoh-ogoh Agar Dipralina Usai Diarak

Menyikapi persoalan ini, pihaknya sempat mengecek kondisi pipa dari sumber mata air guyangan, yang sudah sampai ke Sekartaji sejak 6 tahun lalu. Tetapi airnya dikatakan sama sekali belum pernah mengalir sampai ke Sekartaji.

Pihaknya mengaku sempat mendatangi UPT Balai Wilayah Sungai Bali-Penida di Banjar Tulad, Desa Batukandik. Saat itu, dia dapat informasi bahwa pompanya rusak. “Saya juga sempat melapornya ke pihak Balai di Renon. Jawabannya akan cepat diselesaikan, namun sampai sekarang sama sekali belum di perbaiki,” tegasnya.

Baca juga:  Tak Cuma Warga, Pedagang Keluhkan Langkanya Gas Melon

Kekeringan parah yang dialami warga setempat, sudah terjadi sejak Agustus. Untuk memenuhi kebutuhan air, warga harus membeli air satu gentong seharga Rp 2.500 di Banjar Tulad, Desa Batukandik. Kebetulan, disana ada warga yang masih menampung air bersih.

Itupun warga harus memesan lebih awal, karena datangnya air pesanan ini sangat lama. Situasi itu membuat warga setempat jarang mandi.

Warga hanya mandi dua hari sekali atau cukup hanya cuci muka saja. Sebab, mereka sangat kesulitan memperoleh air bersih. Kalau sudah dapat, warga pun harus rela berbagi dengan ternaknya yang juga sangat membutuhkan air bersih.

“Stop air dari penampungan air hujan udah habis sejak Agustus. Makanya sekarang warga kocar-kacir nyari airnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mobil tangki PDAM juga belum pernah turun drop air bersih ke sini,” katanya.

Baca juga:  Dukung Sustainable Tourism, Asap Rokok Jangan Dianggap Remeh

Mantan Perbekel Sekartaji ini, mengatakan total warga di desa itu ada sebanyak 320 KK atau 2.709 orang. Mereka semua kini sangat terdampak.

Mereka terbagi ke dalam enam dusun. Antara lain, Dusun Dlundungan, Bungkil, Tabuanan, Sekartaji, Ramuan dan Sedehing. Kalau Desa Tanglad terdiri dari Dusun Anta, Tanglad dan Watas. Sedangkan, di Desa Pejukutan, warga yang kesulitan air tersebar di Dusun Pelilit, Ambengan, Pejukutan, Ampel dan Karang. “Pemerintah daerah sempat berjanji mau bikin sumur bor di daerah Batukandik, tetapi masih sebatas wacana. Belum ada tindak lanjutnya,” sorot Suarta. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *