Wisatawan berkunjung ke Ground Zero. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Plt. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, I Putu Astawa mengatakan, kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali per September 2019 sudah menyentuh angka 4.652.636. Hingga tutup tahun nanti, tambahan wisatawan yang datang paling banyak diperkirakan mencapai 1,5 juta.

Dengan demikian, kunjungan wisatawan mancanegara selama 2019 ada di kisaran 6,2 juta. Pihaknya mengaku sempat keteteran di semester pertama 2019. Salah satunya terpengaruh bencana erupsi Gunung Agung.

“Kejadian dulu itu di-blow up oleh kompetitor-kompetitor kita, sehingga yang tadinya berencana ke Bali jadi batal. Dampaknya bukan pada saat terjadi gunung meletus, tapi berimplikasi pada saat kunjungan berikutnya. Turis itu kan biasanya merencanakan liburan 6 bulan sebelumnya,” ujarnya.

Menurut Astawa, kisaran 6,2 juta kunjungan wisatawan sampai akhir 2019 bisa dikatakan meningkat bila dibandingkan tahun lalu. Walaupun angka itu sebetulnya masih bisa ditingkatkan lagi.

Situasi politik dengan adanya pemilu serentak yakni pileg dan pilpres juga cukup mempengaruhi kunjungan wisatawan. Di samping masalah kebencanaan seperti gempa yang terjadi di luar Bali.

Baca juga:  Banyak Peserta Tumbang, KPPAD Minta Panitia Evaluasi Kegiatan Gerak Jalan

Pasalnya, wisatawan mengira gempa yang terjadi di Maluku atau Papua dekat dengan Pulau Dewata. Kemudian soal RUU KUHP yang sempat membuat wisatawan Australia melakukan pembatalan kunjungan.

“Pemberitaan hoax yang di blow-up dan didramatisir menyebabkan turis itu juga batal berkunjung ke Bali,” jelas Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali ini.

Untuk mengejar angka kunjungan di atas 6 juta, Astawa mengaku terus mengkomunikasikan dengan para konjen negara sahabat agar ada direct flight ke Bali. Seperti misalnya penerbangan langsung dari Sidney ke Bali, dari Vietnam ke Bali, serta dari Turki ke Bali yang sudah terealisasi. Hal ini diyakini sangat berdampak pada kunjungan wisatawan dari negara-negara tersebut.

Upaya berikutnya, memberikan diskon pada hotel sampai akhir Desember untuk mendorong wisatawan datang. Kemudian, mengundang influencer dan vlogger untuk datang ke Bali serta melakukan promosi ke luar negeri bersama pemerintah kabupaten/kota khususnya Badung.

Promosi antaralain menyasar London, Prancis, Tiongkok, dan Jepang. “Selanjutnya, kita juga mengundang media-media. Ada dari Belanda, Mesir, dan Turki. Harapan kita mereka bisa menulis tentang kepariwisataan Bali. Ke depan tentu kita harapkan operasional bandara agar bisa menambah flight,” paparnya.

Baca juga:  Mahasiswa dari 20 Negara Keliling Objek ''City Tour'' Denpasar

Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Bali, A.A. Ngurah Adhi Ardhana mengutarakan target kunjungan wisatawan ke Bali mestinya tidak hanya sekedar meningkatkan angka setiap tahunnya. Tapi juga perlu melihat situasi perekonomian secara umum dan permasalahan politik yang ada.

Seperti sekarang, resesi ekonomi yang terjadi di Hongkong dikhawatirkan turut mempengaruhi pariwisata Bali. Pasalnya selain wisatawan Australia, kunjungan wisatawan dari daratan China juga masih mendominasi. “Kita lah yang menerima akibatnya karena memang pariwisata ya… Tapi saya masih ada keyakinan akan ada respons yang cukup selama dua bulan ini,” ujarnya, Selasa (29/10).

Adhi Ardhana mengaku masih berupaya untuk optimis walaupun momen high season sudah “hilang”. Sebab, ada indikasi respons yang cukup apabila informasi diberikan secara baik.

Dalam hal ini, penyampaian informasi memerlukan pola yang agresif melibatkan influencer dan buzzer di media sosial untuk menarik kunjungan wisatawan. Utamanya dalam kaitan penyebarluasan berita-berita positif ataupun menjelaskan polemik seperti persoalan RUU KUHP yang lalu.

Baca juga:  Isi Jabatan, Gubernur Koster Kedepankan Obyektivitas

“Tentunya ini harus dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah,” imbuh Politisi PDIP asal Denpasar ini.

Situasi perekonomian, lanjut Adhi Ardhana, merupakan faktor eksternal yang kini mempengaruhi kunjungan wisatawan. Sedangkan faktor internal menyangkut gejolak politik di tanah air.

Sekalipun di Bali sendiri sebetulnya tidak ada masalah. Namun, apa yang terjadi di tanah air tetap dikaitkan dengan Bali.

Hal inilah yang mesti dijelaskan kepada wisatawan dalam penyampaian informasi. Kalau sampai ada penurunan kunjungan wisatawan, maka sektor lain seperti UKM juga akan kena imbasnya. “Pasti itu karena pariwisata adalah devisa negara yang dinikmati langsung oleh masyarakat. Wisatawan menukar dolar menjadi rupiah untuk berbelanja di sini. Kalau tidak ada yang datang, maka dia tidak menukar dolar, kan gitu,” jelasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *