Mahasiswa membawa spanduk saat melakukan aksi unjuk rasa di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (30/9/2019). Mereka menolak UU KPK hasil revisi dan RKUHP yang dinilai bermasalah serta mendesak Polri mengusut tuntas tewasnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Randi dan M. Yusuf Kardawi yang menjadi korban saat unjuk rasa mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara pada Kamis (26/9/2019). (BP/ant)

UNJUK rasa yang dilakukan oleh anak-anak SMA di Jakarta sehari setelah unjuk rasa mahasiswa cukup mengejutkan dan memprihatinkan. Kita menyebutnya demikian karena sepanjang Orde Reformasi ini, sangat jarang bahkan tidak pernah ada unjuk rasa yang dilakukan pelajar.

Jika nuansa unjuk rasa mahasiswa tersebut ada unsur politisnya –setidaknya unjuk rasa itu sendiri–, kiranya apa yang dilakukan siswa itu masih jauh dari hal itu. Jika mereka anak-anak sekolah menengah atas kelas XII, kita harus tahu bahwa anak-anak itu akan segera mengikuti ujian akhir dan akan ikut ujian masuk perguruan tinggi.

Bukan perkara mudah sekarang untuk lolos perguruan tinggi. Jika mereka itu anak-anak kelas X atau kelas XI, masih belum mempunyai pemahaman tentang persoalan ketatanegaraan. Pendek kata, anak-anak sekolah menengah atas itu adalah pelajar yang benar-benar harus mempersiapkan diri untuk proses belajarnya.

Persoalan unjuk rasa yang kini sedang melanda Indonesia, boleh kita katakan sebagai persoalan kompleks. Memang ada masalah terhadap rancangan undang-undang KPK juga KUHP. Tetapi itu memerlukan kajian yang cukup mendalam tentang apa yang menjadi kekeliruan dan kesalahannya.

Baca juga:  Sebelum Gantung Diri, Ini Didengar Kakak Korban

Kajian yang mendalam itulah yang harus dilakukan oleh para ahli agar benar-benar sesuai dengan kajian yang seharusnya. Sekali lagi, karena ini menyangkut masalah nasional dan menyangkut hajat hidup orang banyak, maka para ahlilah yang paling pantas untuk mengkajinya.

Dari konteks ini, mahasiswa pun seharusnya melakukan kajian dulu terhadap apa yang dilakukan oleh ahli. Jika memang perlu melakukan unjuk rasa, itu pun dilakukan setelah melakukan dialog dengan parlemen atau pemerintah. Jika dialog berhasil dilakukan, tidak haruslah dilakukan unjuk rasa.

Pada konteks itulah, kita harus memikirkan sikap dari anak-anak kita yang masih sekolah menengah atas. Sekali lagi, mereka masih remaja dan haruslah banyak belajar terlebih dahulu. Bahwa unjuk rasa itu ada hubungan dengan politik, itu merupakan bagian dari politik.

Baca juga:  Kepada Polisi Agus Mengaku Beli Sabu Dari Uang Kuliah

Dan persepsi masyarakat juga demikian. Bagaimanapun itu merupakan strategi dan cara untuk mencapai tujuan. Nah, pada konteks itulah, kita tidak tega melibatkan anak-anak remaja sekolah menengah untuk ikut dalam unjuk rasa jalanan yang mempunyai nuansa politik.

Jika kita kaitkan dengan politik, maka janganlah disalahkan kalau banyak yang mengaitka fenomena ini dengan rekayasa politik. Apalagi kemudian pertengahan bulan Oktober nanti ada pelantikan presiden.

Mudah sekali kemudian orang mengaitkan itu dengan rekayasa politik dengan agenda tertentu. Maka, hati-hatilah dengan kegiatan yang dilakukan dan berkaitan dengan masalah-masalah politik.

Dari titik ini, maka orang tua mempunyai peran yang besar, memberikan nasihat dan berdialog dengan putra-putrinya agar paham dengan apa yang namanya politik dan mengarahkan kepada putra-putrinya agar mampu mengarahkan anak-anaknya ke arah yang positif.

Di sini peran sentral orangtua yang diperlukan karena lebih tahu kondisi psikologis dari anak-anak mereka.  Orangtua juga yang mempunyai waktu lebih banyak face to face dengan anak-anak mereka.

Baca juga:  Mahasiwa Asal Perancis Divonis 5 Tahun Penjara

Punishment dan reward juga akan lebih efektif jika dilakukan oleh orangtua. Tentu saja guru-guru mempunyai peran besar untuk menertibkan dan memberikan petunjuk kepada anak-anak asuhnya di sekolah.

Jadi, demi masa depan anak-anak juga, demi ketertiban mari kita bersama-sama menjaga anak-anak kita agar mereka lebih berkonsentrasi untuk belajar. Tidak ada yang lebih baik bagi mereka yang sedang remaja kecuali belajar. Sekali lagi, belajar dan menyerap ilmu sebanyak-banyaknya. Demikian juga dengan anak-anak kita yang telah mahasiswa.

Kalaupun ada pihak-pihak yang suka memancing di air keruh, janganlah anak-anak sekolah menengah kita dijadikan peserta seperti ini. Paling bagus, hentikankah kegiatan seperti ini. Pada zaman sekarang, yang sangat diperlukan adalah stabilitas sosial, karena dengan kondisi seperti itulah, kita bisa membangun Indonesia jaya.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *