Ilustrasi. (BP/ist)

Oleh A.A. Raka Pradnyamita, S.S.T.

Tidak semua hal yang ada di dunia maya adalah benar dan mendidik. Perlu kemampuan berpikir logis dan kemampuan untuk menyaring berita maupun informasi ketika berurusan dengan dunia maya. Kalangan remaja dan dewasa mungkin sudah cukup arif untuk memanfaatkan gadget guna mendulang informasi yang mereka perlukan.

Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang masih di bawah umur? Kewajiban anak-anak sebagai pelajar sering kali terabaikan akibat keberadaan gadget. Jangankan mengerjakan pekerjaan rumah (PR), membaca dan menulis saja mereka sudah mulai malas. Mereka lebih senang membaca dan menulis “postingan” di media sosial.

Anak-anak khususnya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), masih memiliki kegemaran untuk bermain dibandingkan belajar, apalagi membaca dan menulis. Membaca dan menulis adalah hal yang penting sebab semua itu adalah modal dasar bagi mereka untuk mengasah kemampuan analisis dan numerik.

Mengapa demikian? Kemampuan membaca dan menulis yang dimaksud tidak sekadar bisa mengeja dan membaca serta menghitung, melainkan memahami, dan menyebutkan informasi yang mereka dapat dari membaca.

Lebih jauh lagi, mereka mampu menganalisis dan mengambil kesimpulan dari berbagai sudut pandang yang mereka baca. Kemampuan membaca dan menulis inilah yang kini sedang marak dibicarakan dengan sebutan literasi.

Literasi adalah kemampuan untuk memaknai informasi secara kritis sehingga setiap orang dapat mengakses ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

Beberapa solusi yang sering dimunculkan untuk menumbuhkembangkan kemampuan literasi anak, salah satunya adalah peranan keluarga atau orangtua yang bisa menjadi teladan dalam hal membaca. Namun, sering kali orangtua memiliki waktu terbatas untuk mengajari anak-anak mereka karena alasan pekerjaan atau kesibukan lain.

Baca juga:  Dinamika Kemiskinan di Provinsi Bali

Solusi lain yang sering ditawarkan, yakni dengan menyediakan buku-buku bacaan di rumah dan di sekolah. Namun, lagi-lagi hal ini terkendala dengan waktu. Jadi, anak hanya bisa membaca di sekolah ataupun di rumah, itu pun jika ada niat anak untuk mengambil buku pada waktu senggang.

Mengapa? Sebab, anak-anak zaman sekarang lebih memilih untuk bermain gadget ketika ada waktu luang. Anak lebih tertarik bermain gadget karena bisa berinteraksi dengan orang lain di media sosial, bermain game atau sekadar untuk melihat gambar dan foto-foto di media sosial.

Ketertarikan anak dengan media yang lebih interaktif dan bergambar menjadikan mereka malas untuk melirik buku yang cenderung monoton hanya berisi tulisan. Lalu, alternatif apa lagi yg bisa menarik minat anak untuk membaca?

Dalam dunia literasi khususnya tentang budaya membaca dan menulis, perkembangan teknologi yang semakin pesat sesungguhnya adalah batu loncatan dalam menyajikan bahan-bahan bacaan melalui media elektronik/digital seperti gadget. Tujuan utamanya sudah tentu guna mempermudah dan mempercepat akses segala jenis bahan bacaan oleh masyarakat. Bahkan, eksistensi media digital yang baru eksis belakangan ini hampir menggeser eksistensi media cetak yang telah lebih dahulu ada.

Kaum milenial juga cenderung mengakses bahan bacaan dan membacanya menggunakan gadget daripada harus membaca dari buku cetak. Bahkan, mungkin hanya sebagian kecil yang lebih senang dengan buku. Hal ini berbeda dengan sebagian besar orang dari generasi sebelumnya yang lebih senang dan lebih terbiasa dengan bahan bacaan dari media cetak. Bahkan, ada yang masih mengoleksi buku-buku dan jenis bacaan lainnya dalam perpustakaan pribadinya dari dulu hingga kini.

Baca juga:  Agar Media Pers Bisa Bertahan, Wartawan Perlu Adaptasi Ciptakan Langkah Inovatif

Bagi kaum milenial khususnya anak-anak sekolah bahkan yang masih duduk di Sekolah Dasar, mengoperasikan internet di gadget bukanlah hal yang sulit. Mereka sudah terbiasa mengakses informasi, bacaan anak, termasuk materi pelajaran melalui browsing di internet.

Sehingga tidak jarang jika anak-anak zaman sekarang lebih suka mencari jawaban dari PR atau sekadar ingin tahu sesuatu melalui internet. Namun, materi yang muncul dari haril browsing di internet berdasarkan kata kunci tertentu bisa dikatakan sangat banyak dan beragam.

Kemudian, materi yang disajikan sering kali tidak terstruktur dan penyajiannya tidak selengkap buku teks. Akibatnya, pemahaman anak menjadi kurang mendalam dan materi yang dibaca dengan penjelasan minim akan cenderung mudah dilupakan. Untuk itu, media literasi anak sekaligus media pembelajaran berbasis online perlu difokuskan lagi.

Ada yang belum pernah mendengar tentang bimbingan belajar (bimbel) online? Mahalnya biaya bimbel konvensional dan keterbatasan waktu orangtua siswa untuk mengantar jemput, menjadi salah satu pemicu bagi para pelaku startup untuk memunculkan aplikasi bimbel online.

Sejak tahun 2018, bimbel online dengan memanfaatkan gadget ini, marak dibicarakan di media cetak maupun elektronik, bahkan sudah diluncurkan pula bimbel online milik pemerintah oleh Kemendikbud. Seperti yang telah dijelaskan pada awal, selama ini, anak-anak sering cepat jenuh dan terbebani ketika ditugaskan untuk membaca buku.

Baca juga:  Etnopedagogi Tri Hita Karana

Permasalahan terkait minat membaca dan belajar anak diprediksi mampu diatasi oleh media pembelajaran bimbel online. Aplikasi bimbel online ini dibuat menarik, penuh dengan infografis dan interaktif, sehingga memancing rasa penasaran anak agar terus tertarik untuk mempelajari konten pelajaran sesuai jenjang pendidikan mereka.

Tidak hanya itu, anak juga bisa memilih pelajaran yang mereka sukai, sekalipun pelajaran tersebut di luar jenjang kelas mereka sekarang. Melalui media ini, tidak hanya pemahaman terhadap materi pelajaran yang tercapai, tetapi sasaran peningkatan literasi anak juga akan tercapai. Kebiasaan membaca buku nonpelajaran sebagai implementasi Gerakan Literasi Anak, bisa diganti atau dilengkapi dengan “bermain” gadget dalam hal membaca di aplikasi bimbel online.

Selain itu, konten terstruktur seperti buku teks, dapat diperoleh siswa melalui membaca di aplikasi bimbel online, dibandingkan browsing langsung di internet. Tampilan dan penyajian yang menarik dalam bentuk aplikasi, interaktif, dan sesuai dengan jenjang pendidikan anak, bisa menjadikan alasan bagi anak untuk mengambil gadget-nya kemudian membuka aplikasi bimbel online yang mengajaknya untuk membaca dan memaknai isi bacaan dibantu dengan gambar-gambar dan soal-soal interaktif. Ditambah lagi, anak menjadi mudah jika ingin membaca atau mencari materi yang ingin dipelajari kapan pun di mana pun tanpa perlu berat-berat membawa buku pelajaran.

Penulis, ASN Badan Pusat Statistik Kabupaten Gianyar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *