dana
Ilustrasi anak-anak. (BP/dok)

Oleh Rida Agustina, S.S.T., M.Si.

Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang No. 39 tahun 1999, pada hakikatnya merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati dan dilindungi negara demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat setiap warga negara termasuk anak. Dalam Undang-undang Dasar 1945 juga disebutkan beberapa hak warga negara yang dijamin oleh pemerintah seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, pelayanan kesehatan, penghidupan yang layak, dan lain-lain. Namun, untuk mendapatkan haknya tersebut, anak harus memiliki bukti sebagai warga negara, salah satunya yaitu kepemilikan akta kelahiran.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2017 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan belum semua anak memiliki akta kelahiran. Dari sekitar 79,6 juta anak usia 0-17 tahun di Indonesia pada tahun 2017, sekitar 83,33 persen sudah memiliki akta kelahiran yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Hal ini berarti masih terdapat 16,67 persen anak yang belum memiliki akta kelahiran. Artinya, 13,3 juta anak masih belum memiliki jaminan perlindungan haknya sebagai warga negara.

Lebih lanjut diketahui 62,19 persen memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkannya. Sedangkan 21,14 persen mengaku memiliki akta kelahiran namun tidak dapat menunjukkannya. Tetapi sangat disayangkan karena masih terdapat sekitar 16,39 persen anak yang tidak memiliki akta kelahiran. Mirisnya lagi, ada sekitar 0,28 persen anak yang orang tuanya tidak tahu tentang akta kelahiran. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa masih terdapat belasan juta anak yang tidak memiliki akta kelahiran?

Baca juga:  Putusan Sela, Hakim Tolak Eksepsi Kasus Gratifikasi KTP Orang Asing

Pada Susenas tahun 2016 terdapat pertanyaan mengenai alasan anak tidak memiliki akta kelahiran. Data menunjukkan, alasan utama anak tidak memiliki akta kelahiran adalah karena tidak adanya biaya dengan persentase sebesar 33,87 persen. Sedangkan alasan lainnya adalah ketidaktahuan orang tua mengenai cara mengurus akta kelahiran yaitu sekitar 9,33 persen dan karena alasan jauhnya jarak tempuh dari rumah ke kantor catatan sipil sebesar 7,56 persen.

Akta kelahiran merupakan salah satu bukti identitas anak, tercatatnya anak sebagai warga negara. Jika seorang anak tidak memiliki akta kelahiran, maka secara de jure keberadaan anak tersebut dianggap tidak ada oleh negara. Dalam jangka pendek, anak tidak akan bisa didaftarkan ke sekolah, tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan, dan tidak akan terlindung secara hukum oleh negara. Sedangkan untuk jangka panjang, setelah anak menjadi dewasa dan masih belum memiliki akta kelahiran, maka dia tidak bisa mencari pekerjaan yang layak, tidak bisa mendaftarkan pernikahannya ke Kantor Urusan Agama (KUA), tidak bisa membuat paspor, tidak mendapatkan tunjangan keluarga, tidak bisa mengurus hak ahli waris, tidak bisa mengurus hak dana pensiun, serta administrasi lainnya yang mensyaratkan adanya akta kelahiran.

Mengingat begitu pentingnya kepemilikan akta kelahiran yang akan berguna dari anak itu lahir hingga menjadi lansia, maka penulis berpendapat bahwa baik pemerintah, masyarakat, serta orang tua harus melakukan upaya-upaya agar setiap anak di Indonesia dapat memiliki akta kelahiran.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, alasan utama anak tidak memiliki akta kelahiran adalah karena tidak adanya biaya. Hal ini sebetulnya tidak akan terjadi jika orang tua langsung mendaftarkan anaknya yang baru lahir sebelum 60 hari sejak tanggal kelahirannya. Pemerintah telah menetapkan bahwa pengurusan akta kelahiran sebelum 60 hari sejak anak dilahirkan tidak dipungut biaya atau gratis. Namun, tidak semua masyarakat mengetahui informasi tersebut sehingga banyak anak yang telat diurus akta kelahirannya dan dikenakan denda setidaknya seratus ribu rupiah.

Baca juga:  Mengapa Orang Bali Buta Aksara?

Selain terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mengurus dan memiliki akta kelahiran, penulis berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya memperpanjang masa kepengurusan akta kelahiran agar lebih dari 60 hari setelah hari kelahiran. Dengan begitu, setidaknya kuantitas orang tua yang telat membuat akta kelahiran semakin berkurang dan jauh dari sanksi denda. Bagaimanapun, orang tua yang anaknya baru saja lahir biasanya tidak terpikirkan untuk langsung mengurus akta kelahiran anaknya, apalagi jika anaknya tersebut lahir dalam keadaan tidak sehat. Orang tua akan fokus untuk merawat dan menjaga anaknya yang sedang sakit dan tidak sempat mengurus pembuatan akta kelahiran anaknya.

Kerja sama antara pemerintah dengan tenaga medis (bidan praktik, puskesmas, klinik bersalin, rumah sakit, dll) yang terlibat dalam proses kelahiran untuk sosialisasi serta membantu pengurusan akta kelahiran bayi juga sangat penting. Ibu akan memeriksakan kondisi kehamilannya selama masa pra hingga pascakelahiran. Penulis berpendapat bahwa tenaga medis dapat membantu sosialisasi pembuatan akta kelahiran dengan memasang poster atau pun menyediakan leaflet mengenai pentingnya akta kelahiran beserta syarat dan tahapan pembuatannya di tempat praktik. Poster dan leaflet mengenai akta kelahiran disediakan oleh pemerintah yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di daerah setempat.

Baca juga:  Budaya Kolektif, Keunggulan Kompetitif LPD

Untuk dapat mengatasi hambatan jarak rumah orang tua dengan kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, pemerintah daerah setempat perlu mengirimkan petugas registrasi administrasi ke desa-desa untuk melakukan pencatatan kelahiran. Kegiatan tersebut juga perlu adanya kerja sama dengan aparat desa setempat. Aparat desa dapat melakukan pendataan sebelum petugas registrasi datang ke desanya, sehingga saat petugas registrasi datang semua data yang sudah tercatat dapat langsung dilaporkan.

Yang terpenting adalah pengetahuan masyarakat akan pentingnya administrasi kependudukan. Agar masyarakat dapat mengetahui informasi secara langsung, pemerintah dapat berkoordinasi dengan aparat setempat mengenai sosialisasi akta kelahiran di desa-desa. Sosialisasi dapat dilakukan dengan mengumpulkan masyarakat di balai desa dan mendatangkan petugas administrasi kependudukan dari kantor catatan sipil untuk menjelaskan secara langsung. Kegiatan lain yang dapat dimanfaatkan adalah pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga atau PKK. Petugas registrasi administrasi dapat mengisi kegiatan PKK dengan sosialisasi mengenai pentingnya pembuatan akta kelahiran, persyaratan pembuatannya, serta tahapan kepengurusan pembuatan akta kelahiran kepada ibu-ibu di daerah setempat.

Akta kelahiran adalah jaminan perlindungan hak-hak anak. Dengan membantu kepengurusan akta kelahiran maka akan membantu terjaminnya setiap anak di Indonesia mendapatkan haknya. Tidak hanya pemerintah, namun masyarakat dan orang tua juga berkewajiban untuk membantu setiap anak memiliki akta kelahiran demi masa depan generasi penerus bangsa.

Penulis, Fungsional Statistisi Muda di BPS RI – Dir. Kesejahteraan Rakyat, Subdir Statistik Pendidikan dan Kesejahteraan Sosial 2019-sekarang

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *