Musisi dari Sanshin Shitamichi, Okinawa menampilkan seni musik tradisional Jepang pada Pesta Kesenian Bali (PKB) XLI di Taman Budaya, Denpasar, Kamis (20/6). (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tigabelas musisi Tokyo Shitamachi Okinawa Sanshin, Jepang berdiri mengenakan kimono berwarna-warni di Kalangan Ayodya, Taman Budaya, Kamis (20/6). Dua di antaranya adalah laki-laki dalam balutan kimono polos biru tua.

Pelan-pelan, seluruh musisi itu memetik sanshin di tangan masing-masing dengan kompak. Lalu bernyanyi lagu-lagu tradisional negeri sakura (minyou) di hadapan penonton Pesta Kesenian Bali (PKB) XLI yang sudah memadati Kalangan Ayodya.

Sanshin merupakan alat musik petik dari Okinawa. Lebih tepatnya berasal dari Tionghoa yang kemudian diperkenalkan di kepulauan bagian selatan Jepang itu sekitar abad ke-16. Alat musik itu terdiri atas tiga dawai atau senar. Badan alat musik ini tampak dilapisi kulit ular. Para musisi tidak langsung memetik dawainya dengan tangan, namun memakai semacam alat di ujung jari telunjuknya.

Baca juga:  "Nangun Sat Kerthi Loka Bali" Roh PKB XLI

Seiring dengan petikan dawai, mengalun merdu sejumlah lagu tradisional seperti Hanjobushi, Yutaka Bushi, Jyuku No Haru, dan Yazaki No Shirushi. Sanshin dalam berbagai pertunjukan musik tradisional di Jepang, juga banyak dikolaborasikan dengan berbagai genre musik modern. Khusus di ajang PKB, grup Tokyo Shitamachi Okinawa Sanshin mengolaborasikan sanshin dengan gamelan Bali dari Sanggar Seni Kembang Waru Denpasar.

Di antaranya lewat lagu ‘’Agaroza’’ yang mengolaborasikan sanshin dengan gamelan rindik. Kemudian lagu ‘’Hamachidori’’ yang memadukan sanshin dengan suling dan rebab, ‘’Tsukinukaisha’’ memadukan sanshin dengan gamelan gender rambat, serta ‘’Asadoya Yunta’’ dan ‘’Shindensa’’ yang mengolaborasikan sanshin dengan gamelan semara pegulingan.

Total ada sekitar 18 lagu dimainkan untuk menghibur penonton PKB. Termasuk satu lagu khusus berjudul ‘’Kanayo’’ yang dipersembahkan untuk almarhum I Ketut Suwentra. Beberapa tahun lalu sempat ada rencana kolaborasi dengan gamelan Jegog, namun akhirnya urung lantaran tahun lalu Suwentra dipanggil Tuhan. Lagu tersebut dinyanyikan oleh pemimpin grup Tokyo Shitamachi Okinawa Sanshin, Yuka Furusato.

Baca juga:  WNI di Jepang Diimbau Waspadai Gempa Susulan dan Tsunami

Konsulat Jenderal Jepang sempat memberikan sambutan sebelum pementasan dimulai. Seperti halnya Bali, Okinawa disebut memiliki keindahan alam dan seni budaya yang unik. Para musisi dari grup Tokyo Shitamachi Okinawa Sanshin memang secara aktif memperkenalkan seni dan budaya Okinawa, yakni musik dan lagu tradisional daerah setempat. Baik di Jepang maupun di luar negeri.

Kolaborasi sanshin dengan gamelan Bali, diharapkan semakin mempererat hubungan persahabatan sekaligus meningkatkan rasa saling pengertian antara masyarakat Jepang dengan masyarakat Indonesia khususnya Bali.

Sementara itu, Ketua Sanggar Seni Kembang Waru Denpasar I Ketut Radhita mengakui ada perbedaan karakter musik antara sanshin dan gamelan Bali. Terutama dari segi tempo, musik Bali lebih dinamis. Sedangkan musik Jepang cenderung datar. ‘’Tapi itu tidak masalah, bisa disesuaikan dengan latihan,’’ ujarnya.

Baca juga:  Amerika Serikat dan Jepang Latihan Udara Bersama

Menurut Radhita, proses latihan berlangsung selama tiga bulan. Terlepas dari pementasan di PKB, sanggar pimpinannya selama ini juga menerima orang Jepang yang ingin mempelajari seni dan budaya Bali. Terutama orang Jepang yang tinggal di Bali, entah karena menikah atau bekerja, untuk mengisi waktu luangnya.

Mereka umumnya menyukai gender wayang selain rindik, karena dinilai minimalis. Para anggota sanggar tersebut juga ikut tampil dalam kolaborasi antara Tokyo Shitamachi Okinawa Sanshin dengan Sanggar Seni Kembang Waru. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *