Eksekutif dan Legislatif saat rapat kerja di Ruang Rapat Sabha Mandala DPRD Klungkung. (BP/gik)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Kisruh penggunaan hibah akhirnya disikapi serius oleh lembaga dewan, Jumat (15/3). Dewan memanggil seluruh pihak eksekutif terkait, untuk menjelaskan secara gamblang mengenai persoalan sesungguhnya. Kesempatan ini pun digunakan dengan baik oleh lembaga, untuk “mengadili” eksekutif, guna mempertanyakan sejumlah kejanggalan yang menjadi sorotan masyarakat.

Salah satunya, adalah pertanyaan masyarakat kenapa ada hibah tanggal 28 Desember baru bisa dicairkan. Padahal, sesuai Perbup Nomor 12 Tahun 2017 tentang Perubahan Perbup Nomor 30 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos, tanggal 10 Januari, penerima hibah harus sudah menyerahkan laporan pertanggungjawaban. “Mana mungkin menyelesaikan pekerjaan fisik sesuai proposal cuma 12 hari,” sorot legislator Wayan Mastra.

Politisi dari PKPI ini mempertanyakan alasan eksekutif mencairkan dana hibah kepada penerima tanggal 28 Desember. Bahkan, dia menuding pencairannya sengaja ditunda-tunda sampai batas akhir penyerahan laporan pertanggungjawaban. Apalagi, dia banyak menerima keluhan dari penerima hibah, karena ditekankan kalau tidak bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai isi proposal sampai batas waktunya, sebaiknya tidak usah dikerjakan. Atau dananya dikembalikan saja.

“Bohong itu Kadisbudpora, kalau bilang ada sosialisasi. Ada dua orang penerima hibah mengadu ke saya, bahwa tidak pernah ada sosialisasi. Bahkan, ada penerima sudah masuk SK, dananya malah tidak cair. Ini bagaimana?, ” sorot politisi asal Desa Tangkas ini.

Baca juga:  Cuaca Buruk, Penyeberangan Selat Bali Buka Tutup

Kepala Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudpora) Klungkung Nyoman Mudarta, membantah tidak pernah melakukan sosialisasi. Pihaknya mengklaim, ada bukti surat undangan, hingga poto dokumentasi kegiatan di setiap kecamatan.

Dia juga membantah, tak mencairkan hibah yang sudah masuk di SK. Malah, dia mengaku memperjuangkan proposal yang sebelumnya ditarik salah satu oknum legislator, agar tetap bisa memperoleh hibah karena sudah masuk SK.

“Jangan kira bapak-bapak saja yang pusing. Saya juga tegang, tiba-tiba dipanggil Polda Bali, dipanggil Kejati. Saya tidak ada niat menghambat, apalagi niat menjebak masyarakat,” tegas pejabat asal Desa Tegak ini.

Dia menegaskan, tidak semua hibah cair tanggal 28 Desember. Ada juga yang cair Agustus, seperti di Desa Besan, Kecamatan Dawan, sebesar Rp 750 juta. Namun, karena pengerjaannya baru sebatas pondasi, setelah dilaporkan kepada bupati, akhirnya dana diputuskan dikembalikan oleh pihak desa. Lantaran tidak bisa mengejar limit waktu penyelesaiannya. Malah, setelah dilakukan monitoring, ada banyak penerima hibah yang tidak melakukan pengerjaan fisik sama sekali, sesuai isi proposalnya. Bahkan, bahan-bahan bangunan juga tidak ada sama sekali. Inilah sebabnya, pihaknya meminta dananya segera dikembalikan, agar tidak menimbulkan persoalan hukum.

Baca juga:  Cabup Kembang Nyoblos, Optimis Menang Tanpa Hoax dan Fitnah

Politisi lainnya dari Partai Gerindra, A.A Sayang Suparta, mempertanyakan legalitas pengembalian utuh dana hibah yang sudah terlanjur dipakai itu. Mestinya, ini harus jelas dulu, berapa dananya terpakai, dilengkapi dengan bukti-bukti kwitansi, baru dibuatkan surat pernyataan, kenapa tidak bisa menyelesaikan sisa pekerjaannya.

Menurutnya, ini harus ada hasil audit dulu. Pihaknya juga menyayangkan, kenapa proses hibah yang masih dalam tahap pengawasan, belum ada data siapa benar dan salah, sudah diributkan di media massa. Malah yang berkomentar, membeberkan bahwa penggunaan hibah ini diduga ada kekeliruan, justru eksekutif sendiri.

“Ini kok eksekutif kesannya sengaja membiarkan persoalan ini semakin gaduh. Program hibah kan programnya bupati. Ini kesannya eksekutif meludah ke dirinya sendiri. Ada apa ini?, ” sorot politisi Gerindra ini.

Menurut legislator yang lain seperti Komang Suantara, pemerintah daerah harus bertanggungjawab terhadap carut marut realisasi hibah ini. Dia melihat persoalan ini lebih kepada keterlambatan pencarian anggaran. Sehingga, sorotan seharusnya ke eksekutif terkait, bukan legislatif yang sifatnya hanya memfasilitasi. Sayangnya, hingga rapat bubar, pertanyaan kenapa ada hibah yang baru cair tanggal 28 Desember, tidak mendapat tanggapan dari eksekutif, khususnya dari Plt. Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah, Wayan Sumarta.

Baca juga:  Ajukan Eksepsi, Warga Rusia dan Ukraina Bantah Merampok

Rapat kerja ini seperti tidak ada ujung pangkalnya. Juga tidak ada kesimpulan yang jelas. Pembahasan kian melebar, hingga persoalan ke ranah pidana, atas kasus penyalahgunaan hibah yang diduga melibatkan Ketua DPRD Klungkung Wayan Baru.

Selain itu, rapat kerja juga memberikan kesempatan dua netizen yang kerap bicara kritis di media sosial, I Nengah Sumerta dan Kadek Agus Mulyawan. Keduanya punya sudut pandang sendiri terhadap kisruh hibah ini. “Hibah saya lihat lebih banyak digunakan untuk membangun pura baru. Saya tidak melihat itu sebagai upaya menurunkan angka kemiskinan. Tidak ada hubungannya meningkatkan nilai religiusitas pribadi seseorang dengan upaya menurunkan kemiskinan,” kata Sumerta.

Beda dengan Sumerta, Agus Mulyawan justru mengusulkan agar program hibah dihentikan sementara, karena dinilai kerap diselewengkan. Bahkan, faktanya sudah ada legislator yang harus meringkuk di balik jeruji besi. (Bagiarta/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *