Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) mengikuti debat capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2). (BP/ant)

Oleh Putu Simpen Arini

Debat politik merupakan acara yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat sebagai bahan pertimbangan dalam memilih calon yang pantas menjadi orang nomor satu di Indonesia. Melalui debat, pemilih berharap bisa mendapatkan gambaran yang akurat mengenai visi dan misi masing-masing kandidat.

Dalam penyampaian visi dan misi, penguasaan terhadap data statistik menjadi suatu indikator penguasaan materi dan permasalahan. Bagai sayur tanpa garam, debat tanpa data statistik akan terasa hambar, membosankan, dan berakhir hanya dengan adu retorika.

Debat merupakan kegiatan tentang mengadu opini atau asumsi beberapa pihak untuk menentang sebuah pernyataan. Dalam sejarah pilpres di Indonesia, debat antarkandidat baru dilaksanakan pada dua periode pilpres. Sedangkan di negara maju, debat sudah dimulai sejak bertahun-tahun lalu. Debat pertama dalam pemilu di dunia diadakan pada Pilpres Amerika Serikat (AS) tahun 1960 antara Richard Nixon dan John F. Kennedy.

Melalui debat, pemilih seharusnya bisa mendapatkan gambaran yang akurat mengenai visi dan misi masing-masing kandidat. Debat menjadi sangat penting karena banyaknya pemilih pemula pada pemilu kali ini. Penyampaian visi dan misi yang jelas tentu memudahkan masyarakat dalam menilai kualitas program yang ditawarkan masing-masing kandidat. Melalui debatlah pemilih mendapat pertimbangan-pertimbangan yang rasional dalam menentukan pilihan.

Baca juga:  Kesejahteraan Publik dan Kualitas Demokrasi

Dalam penyampaian visi dan misi, penguasaan terhadap data statistik merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh setiap kandidat dalam meyakinkan dan memikat hati pemilih. Penguasaan data statistik dan kemampuan menerjemahkannya dengan benar merupakan petunjuk bahwa seseorang menguasai permasalahan dengan baik. Itulah sebabnya dalam debat calon presiden (capres) atau calon perdana menteri di negara-negara maju, kemampuan kandidat dalam membedah masalah dengan data sangat menentukan performanya di mata publik (Kadir Ruslan, 2014).

Kekuatan penguasaan data statistik sudah terbukti di berbagai negara di dunia. John F. Kennedy yang dalam beberapa polling sebelumnya selalu berada di belakang Richard Nixon, setelah pertunjukan debat perdana 26 September 1960, pada polling berikutnya mulai unggul. Saat debat, Kennedy menunjukkan kemampuannya dalam membedah masalah dengan dukungan penguasaan data statistik yang sangat baik, lalu menawarkan solusi perbaikan masalah-masalah yang dihadapi Amerika kala itu.

Penggunaan data statistik oleh masing-masing kandidat dalam penyusunan program tentu akan berguna bila dibarengi dengan kemampuan menerjemahkan data statistik dengan benar. Jousairi Hasbullah mencontohkan tentang pertumbuhan ekonomi yang dikaitkan dengan kemiskinan. Jika tidak hati-hati dalam menerjemahkan kedua data ini, kita mungkin saja terjebak pada pemahaman yang keliru.

Baca juga:  Menyongsong Ekonomi Bali 2021

Dalam jangka waktu tertentu, pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan negatif dengan kemiskinan. Jika pertumbuhan ekonomi naik maka kemiskinan akan turun. Dalam periode tertentu, pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus dan berasal dari pertumbuhan semua sektor ekonomi tentu akan menurunkan kemiskinan.

Namun dalam jangka pendek, hubungan ini tidak terlalu jelas. Kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi belum tentu langsung terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tergantung pada struktur pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Kita harus melihat terlebih dahulu sektor mana yang tumbuh tinggi dan mana yang pertumbuhannya relatif rendah.

Jika kontribusi pertumbuhan tersebut datang dari sektor yang padat modal berarti daya serap tenaga kerjanya rendah dan dampaknya pada penguatan ekonomi rakyat akan kurang signifikan.

Saat debat capres putaran pertama, kedua pasangan tidak banyak menyampaikan data-data statistik yang mendukung argumen mereka. Tema debat kala itu adalah hukum, HAM, korupsi, terorisme. Jika debat didasari data statistik dan pemahaman yang benar, tentu permasalahan hukum, HAM, korupsi, terorisme bisa di urai lebih baik.

Namun faktanya, ucapan yang dikemukakan terkesan meluncur begitu saja tanpa pijakan data yang jelas. Begitu pun dengan jawaban-jawaban atas pertanyaan lawan yang diberikan belum menyentuh pokok-pokok persoalan. Bahkan, adanya bocoran kisi-kisi debat dari Komisi Pemilihan Umum sepertinya tidak berguna. Data statistik yang dapat menerangkan masalah dan persoalan sesuai kisi-kisi debat tersingkirkan dan tidak digunakan dengan optimal.

Baca juga:  Tumpuan Baru Pengentasan Kemiskinan

Semoga kedua kandidat mampu merealisasaikan tawaran programnya sesuai permasalahan yang terjadi. Tema yang diangkat pada debat kedua itu sangat penting karena menyangkut hal yang sangat dasar bagi kehidupan masyarakat Indonesia yaitu energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.

Kita tentu mengharapkan solusi untuk masalah-masalah tersebut. Terlebih lagi, data-data statistik mengenai tema tersebut banyak tersedia dan bisa dimanfaatkan untuk merancang program kerja masing-masing kandidat.

Untuk itulah, mari kita luangkan waktu untuk menggunakan hak pilih kita dalam memilih pemimpin bangsa ini lima tahun ke depan. Umumnya terobosan dan program kandidat presiden akan bisa diwujudkan jika dukungan dari masyarakat juga optimal. Mudah-mudahan Pilpres berjalan lancar dan damai dan negeri bisa mewujudkan cita-citanya mewujudkan masyarakat adil makmur.

Penulis Statistisi BPS Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *