Suasana pertandingan sepak bola yang melibatkan tim usia muda dari Bali. (BP/dok)

Olahraga yang paling populer di kolong jagat ini, yang banyak penggemarnya, yang begitu membeludak penontonnya adalah sepak bola. Kalau bicara dalam konteks olahraga, negeri ini sepertinya negeri sepak bola. Bukan bermaksud menafikan cabang olahraga lain yang justru lebih berjaya, bergengsi dalam artian lebih berprestasi di ajang internasional, tetapi faktanya sepak bola begitu menyihir masyarakat Indonesia.

Bulu tangkis memang lebih berprestasi, angkat berat yang jawara dunia, lari atau atletik, dan cabor lainnya. Kita bangga, sangat bangga, kepada atlet, pelatih, jajarannya serta induk organisasinya. Kita angkat topi bagi mereka yang mengumandangkan lagu kebangsaan ‘’Indonesia Raya’’ di kancah mancanegara.

Tetapi mengapa sepak bola yang begitu menyita perhatian di negeri ini? Entahlah. Mungkin karena olahraga ini begitu merakyat. Bisa dan biasa dimainkan di kampung maupun di stadion bola yang mentereng. Kita begitu biasa melihat anak-anak kampung bermain bola di lapangan yang becek, jelek, dan berlumpur. Ada kegembiraan, ada rasa sportivitas, ada kebersamaan dan sebagainya?

Baca juga:  Dua Bulan Lebih Tutup, Penglipuran Siapkan Protokol "New Normal Tourism"

Apakah cabor lainnya tidak? Ya, pastilah. Di sana juga ada sportivitas, pertemanan dan mereka memainkannya di mana saja. Ada bulu tangkis, voli, basket, renang dan sebagainya. Ini juga merakyat dan juga populer. Akan tetapi, mau tidak mau, mesti diakui, sepak bola lebih populer. Walaupun tidak menunjukkan  prestasi membanggakan, toh cabor ini mendapat perhatian lebih. Malahan, secara sinis, banyak pihak menilai panggung sepak bola kita tak ubahnya saat ini seperti panggung selebritis. Lebih banyak prestisenya dibandingkan prestasi, lebih banyak hura-hura serta huru-hara dibandingkan raihan kemenangan demi kemenangan yang membuat kepala kita tegak.

Baca juga:  Berdamai dengan Kemajuan Medsos

Lebih banyak drama pengurusnya ketimbang benar-benar mengurusi persepakbolaan. Memang ada Liga 1 yang bergulir. Tetapi tidak cukup mampu menaikkan gengsi liga ini dibandingkan dengan yang ada di tetangganya. Banyak isu, gosip, serta ulah oknum di dalamnya. Ada tengara suap, vandalisme, bisnis, premanisme dan sebagainya. Nyaris tidak ada prestasi.

Lalu apa yang membanggakan dari sepak bola kita? Sejatinya, kalau ini dikelola secara baik dan profesional, sudah sangat jelas. Ini potensi serta kadang menjadi dalang bisnis, arena untuk membangkitkan fanatisme secara positif, kebanggaan, kebersamaan dan sebagainya. Tetapi, mengapa kita selalu melempem? Begitu sulit rasanya mencari 11 orang di tengah 200 jutaan lebih penduduk Indonesia. Apanya yang salah? Negeri ini terbentang dari Sabang sampai Papua. Begitu sulit mencari striker tajam, sukar cari pemain bertahan yang bagus, tak ada kiper mumpuni, nyaris tak punya playmaker bagus dan sebagainya.

Baca juga:  Rampung, Penataan Tukad Badung

Mesti dibenahi. Tetapi kemungkinan sulit juga dilakukan kalau insan di dalamnya kalah kuat oleh oknum yang sengaja membuat sepak bola kita keok dan terpuruk. Nampaknya jargon revolusi mental Pak Jokowi lebih pas untuk pengurus PSSI kita saat ini.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *