Suasana persidangan pelaku setubuhi bocah yang divonis 9 tahun penjara. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Majelis hakim pimpinan I Made Pasek yang menyidangkan perkara dugaan persetubuhan atau menyetubuhi bocah di bawah umur, akhirnya menjatuhkan pidana selama sembilan tahun pada terdakwa EH. Dalam amar putusannya Rabu (19/12), terdakwa dinyatakan terbukti bersalah memaksa melakukan persetubuhan terhadap anak.

Korban yang menjadi trauma juga menjadi alasan atau pertimbangan pemberat dalam perkara pencabulan ini. Namun demikian, putusan itu masih lebih rendah empat tahun dari tuntutan jaksa. Sebelumnya JPU IGA P Mirah Awantara yang menangani perkara menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 13 tahun.

Baca juga:  Hukuman Penyelundup Sabu Bertambah

Walau sudah dikurangi selama empat tahun, terdakwa EH yang didampingi kuasa hukumnya tidak terima atas vonis sembilan tahun itu. Dia ancang-ancang akan mengajukan upaya hukum banding.

Di samping hukuman fisik selama sembilan tahun, terdakwa juga didenda Rp 1 miliar subsider empat bulan kurungan.

Sementara Siti “Ipung” Sapura yang turut hadir menyaksikan sidang tersebut mengaku kecewa atas vonis hakim. Apalagi jauh dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut supaya terdakwa dihukum 13 tahun.

Baca juga:  Setubuhi Pacar Berusia 16 Tahun, Mahasiswa Dituntut 8 Tahun

“Mestinya dari penyidikan, polisi tidak hanya memasang UU No. 35 tahun 2014, sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 23 tahun 2002 tenteng Perlindungan anak. Mestinya polisi memasang UU No. 17 tahun 2016 yang berasal dari Perpu No. 1 tahun 2016 yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi. Ancaman pidana yang tadinya minimal lima tahun menjadi minimal 20 tahun. Dan ancaman maksimal yang tadinya 15 tahun, menjadi hukuman mati,” tandas aktivis anak sekaligus menjadi pendamping hukum korban itu.

Baca juga:  TPA Suwung Kerap Bermasalah, DLHK Badung Gagas TPSB di Benoa

Sebelumnya terdakwa disebut melakukan kekerasan atau ancaman kekeraasan, memaksa anak melakukan persetunuhan dengannya (korban). Terdakwa EH kemudian dijerat Pasal 76 D, Jo Pasal 81 ayat 1 UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Peristiwa itu terjadi di sebuah yayasan di Sesetan, Denpasar Selatan. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *