Logo IMF-WB Annual Meeting. (BP/dok)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia (IMF-World Bank Annual Meeting) 2018 pada 12-14 Oktober 2018 di Bali harus melahirkan konsensus dan komitmen baru. Indonesia sebagai tuan rumah diharapkan mampu mengambil perannya untuk kepentingan internasional.

“Indonesia adalah posisi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Mestinya secara kepentingan internasional, pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali bisa mengeluarkan konsensus. Seperti dulu ada protokol insiaitif misalnya Protokol Bali,”ucap Pengamat Ekonomi Enny Sri Hartati dalam diskusi bertema ‘Miliaran Dana Annual Meeting IMF Darimana?’ di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/10).

Menurut Enny, banyak hal yang sebenarnya bisa dibahas dan disepakati bersama oleh 180 negara peserta pertemuan. “Jadi bagaimana memperbaiki tata kelola dunia melalui protokol yang disepakati. Banyak hal, bisa protokol bencana yang memang dibutuhkan, protokol perang dagang, protokol ekonomi digital juga dibutuhkan. Banyak sekali. Saya yakin banyak juga yang akan ditolak, tetapi paling tidak sudah dipikirkan,” imbuhnya.

Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) ini menambahkan, satu hal yang mungkin akan terjadi perdebatan apabila disepakati adalah mengenai kesepakatan bersama atau protokol menghentikan perang dagang antara Amerika dan China. “Pertemuan itu harus bisa membuat protokol menekan kekuatan Amerika Serikat dan China, sehingga negara-negara berkembang yang tergabung dalam IMF tidak tertekan terus oleh dollar AS,” tegas Enny.

Baca juga:  IndoVac Menjadi Produksi Pertama Vaksin Covid-19 di Indonesia

Selama ini, Enny menegaskan saham IMF terbesar dimiliki AS, dan negara anggota cenderung mengikuti kebijakan IMF. “Karenanya keberanian untuk menghasilkan kesepakatan menekan AS harus dilakukan. Kalau tidak, krisis global seperti sekarang ini akan terus terjadi,” jelas Enny.

Bisa dibayangkan kata Enny, Turki yang semula ekonominya bagus, tapi karena tidak mendapat dukungan AS, tiba-tiba nilai mata uang Lira-nya anjlok. “Inilah yang membuat dunia tidak tenang dan krisis global akan terus tak menentu. Untuk itu pertemuan IMF di Bali harus berani menekan AS,” ungkapnya.

Artinya, Indonesia harus mempunyai bergaining position dalam pertemuan IMF tersebut. Sebab, sebagai anggota G-20, kedudukannya sama. Sehingga pertemuan IMF di Bali ini bisa dimanfaatkan untuk menaikkan bergaining position Indonesia. “Kalau tidak, maka dalam kasus minyak sawit yang disebut tak lolos uji lingkungan tak bisa berbuat apa-apa. Jadi, kita jangan terus-menerus dikangkangi IMF,” ungkapnya.

Baca juga:  Santap Nasi Bungkus, Tiga Orang Keracunan di LP Kerobokan

Selain itu, dengan bergaining position tersebut kekhawatiran dollar AS terus menguat menjadi Rp 16 ribu hingga Rp 17 ribu bisa hilang. “Kalau kita dipercaya, confident, dan memiliki bergaining position tak akan khawatir terhadap dollar AS,” pungkasnya.

Senada, anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan Pertemuan Tahunan IMF-World Bankdi Bali mestinya bisa memberi ‘tekanan’ kepada negara-negara besar, terutama negara-negara yang menguasai ekonomi dunia.  Bahkan seharusnya juga bisa menghentikan perang dagang. “AS itu negara besar yang sedang gelisah. Trump seolah meyakinkan rakyatnya, bahwa kalau kita besar, maka tak bisa digoyang,” kata anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Biasanya, negara-negara yang gelisah itu kembali pada pegangan, alias doktrin lama yaitu bersandar pada kepercayaan dari Amerika Serikat. Padahal saat ini, dunia sedang mengalami krisis kepercayaan, karena ada negara yang cukup menakutkan, yakni China. “Bahkan China malah menantang, mau perang dagang, saya layani. Begitupun dengan perang Valas, juga saya layani,” terangnya.

Baca juga:  Jumlah Dengue di Dua Provinsi Mencapai Ratusan kasus

Sedikit berkelakar, Hendrawan mengatakan tinggal satu yang belum terlontar oleh China, yakni perang nuklir. Karena saat ini China baru memiliki 2 kapal induk. Sementara AS sudah memiliki puluhan kapal induk. “Di sisi lain, Trump juga sedang pusing dan marah ke pejabat Bank Sentral AS (The Fed). Karena menaikkan suku bunga, sehingga dampaknya mengerek bunga obligasi. Masalahnya, banyak SUN dari AS yang dibeli perusahaan-perusahaan China,” ujarnya.

Soal dampak positif pertemuan bagi Indonesia, ia meyakini akan berdampak besar. Sebab saat ini saja, ia mendengar bahwa pertemuan IMF dan World Bank (WB) sudah menghasilkan kesepakatan bisnis senilai Rp 35 triliun dari Rp 600 triliun yang ditawarkan untuk investasi di dunia. “Tentu kerja keras delegasi Indonesia dalam pertemuan itu harus dilakukan agar nilai investasinya lebih besar lagi. Sehingga akan lebih bermanfaat untuk rakyat,” tegasnya. (Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *