Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan (baju putih) saat memberikan keterangan. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – KPU Bali berupaya untuk memastikan seluruh masyarakat yang memiliki hak pilih masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Termasuk warga binaan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Mengingat yang selama ini terjadi, mereka tidak memiliki NIK dan NKK meskipun jelas seorang WNI.

“Ini kan jelas orang Indonesia, tapi NIK dan NKK-nya tidak ada. Apakah dia sudah perekaman atau belum, kita kan belum tahu,” ujar Ketua KPU Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan usai memimpin Rapat Koordinasi Gerakan Melindungi Hak Pilih Pemilu Tahun 2019 di Kantor KPU Bali, Selasa (2/10).

Menurut Lidartawan, NIK dan NKK beberapa warga binaan memang berhasil didapatkan dengan bantuan iris mata dan data kelahiran mereka. Kemungkinan besar mereka sudah terdaftar. Namun pada saat proses persidangan di pengadilan, tidak diketahui dimana KTP-nya berada.

“Entah disimpan oleh keluarganya atau dimana. Itulah yang kita akan fasilitasi, temen-temen Dukcapil akan masuk ke Lapas untuk mengecek apakah NIK-nya ada,” jelas mantan Ketua KPU Bangli ini.

Baca juga:  KBRI Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban Gempa di Jepang

Kalau warga binaan memiliki NIK dan NKK yang jelas, Lidartawan mengaku akan mendaftarkan mereka sesuai alamat di KTP. Sementara pencoblosan nantinya dilakukan pada TPS yang disiapkan di dalam Rutan dan Lapas, sehingga akan ada Surat Pindah Memilih. Lebih lanjut dikatakan, pemilih kini harus memiliki KTP elektronik karena surat keterangan (suket) telah melakukan perekaman KTP elektronik tidak berlaku lagi dalam Pileg dan Pilpres 2019.

“Menurut Kemendagri itu jelas seluruh penduduk Indonesia wajib sudah mendapatkan e-KTP akhir Desember. Bagi kami dalam proses perbaikan DPT sampai 3 November, bagaimana mereka terdaftar dulu. Bagi yang berumur 17 tahun pada 17 April 2019 juga kita pastikan sudah masuk ke dalam daftar pemilih,” paparnya.

Jika ada pemilih yang kehilangan KTP saat hari H pencoblosan, lanjut Lidartawan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil harus mengganti saat itu juga. Disisi lain, pihaknya juga mesti menyelesaikan masalah pemilih dengan NIK ganda atau sudah meninggal tapi masih terdaftar di DPT. Untuk menghindari adanya pemilih yang masih tercecer, posko-posko telah dibentuk di setiap desa/kelurahan. Masyarakat yang sudah memiliki hak pilih namun belum terdaftar di DPT diharapkan segera mendaftarkan diri disana.

Baca juga:  Bawaslu Temukan Empat WNA Masuk DPT

“Kita akan berikan reward, penghargaan pada masyarakat yang mau membantu kita untuk melaporkan kalau ada pemilih meninggal, mengajak keluarganya kalau belum terdaftar sehingga kita jaminkan seluruh hak pilih warga di Bali ini bisa kita layani nanti pada saat pemilu,” imbuhnya.

Diwawancarai terpisah, Kepala Bidang Keamanan, Kesehatan, Perawatan Narapidana/Tahanan dan Pengelolaan Basan dan Baran Kanwilkumham Bali, I Made Nesa Ada mengatakan segera bersurat agar Lapas dan Rutan proaktif serta berkoordinasi dengan KPU dan Disdukcapil terkait pendataan warga binaan. Sebab, pihaknya juga ingin menjamin hak pilih warga binaan. Saat ini tercatat 11 Lapas dan Rutan yang ada di Bali.

“Silakan masuk ke Lapas yang penting ijin dulu bahwa tanggal sekian, jam sekian akan datang ke Lapas/Rutan untuk melakukan perekaman. Saya kira pasti akan diberikan,” ujarnya.

Baca juga:  Kampanye Mulai 28 November, Alat Peraga Caleg Ditertibkan

Selain data pemilih, KPU Bali juga dihadapkan pada persoalan perekrutan KPPS dan Linmas untuk 12.215 TPS atau dua kali lipat lebih banyak bila dibandingkan jumlah TPS saat Pilgub Bali 2018. Masing-masing TPS membutuhkan 7 orang KPPS dan 2 Linmas. Sedangkan 16 partai politik peserta pemilu dan calon DPD juga akan mencari saksi sejumlah TPS yang ada. Lidartawan melihat akan ada ‘persaingan’ dalam perekrutan tersebut.

“Tidak banyak orang mau mengabdi (jadi KPPS, red) dengan uang Rp 550 ribu tetapi sanksinya pidana. Sementara saksi yang gajinya mirip hanya duduk menyaksikan, pulang ambil C1,” ujarnya.

Lidartawan mengaku akan menjalin kerjasama dengan PGRI, sekaa teruna, dan universitas dalam perekrutan KPPS. Untuk Linmas, pemerintah daerah yang diminta menyiapkan. Sebab, Linmas tidak boleh diganti dengan pecalang. Sementara jumlah Linmas yang terdata saat ini paling banyak hanya 30 orang di satu desa dan itupun tidak semuanya optimal.

“Kalau Linmas kurang, mulai sekarang pemerintah daerah harus mengangkat Linmas, menganggarkan pakaian dan pelatihannya,” tandasnya. (rindra/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *